1 - The Woman He Loved

7K 441 1
                                    

Elena berlari sekencang mungkin, mencoba untuk tidak menghiraukan rasa sakit di kakinya. Ia menoleh ke belakang, dan tidak melihat mobil mewah pria itu lagi. Ia merogoh tasnya, mencari sesuatu: secarik kertas.

248 Bella Rd Ga 30161 Rome.

Elena tersenyum membayangkan rumah-nya. Ia akan pulang.

Wanita yang mengenakan gaun robek itu kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba untuk mengenali tempat ini setelah tiga tahun ia tidak mengunjunginya.

"Tidak baik bagi seorang wanita berkeliaran di dini hari dengan pakaian seperti itu," Seorang pria tua dengan rokok yang menyala di himpitan bibirnya menghampiri Elena. "Apa kau tersesat?"

"Aku mencari alamat ini," Elena menunjukkan kertas lusuh tadi.

Pria itu sejenak diam mengamati. "Wah, itu daerah rumah-rumah megah. Tunggu, bukankah itu alamat Tristan Si Dingin?"

"Dingin?"

"Iya. Kau tidak tahu, ya? Sikapnya benar-benar berubah semenjak tiga tahun saat ia ditinggalkan oleh mantan tunangannya di hari pernikahannya."

"B- begitu.."

"Iya. Kau masih mau ke sana? Kebetulan aku dan istriku akan melewati daerah itu."

"Boleh, terima kasih, Paman."

---

Elena menutup pintu mobil tua itu setelah mengucapkan terima kasih kepada sepasang suami istri paruh baya itu.

Ia menarik nafas sebelum tersenyum melihat gerbang yang tinggi menjulang di hadapannya. Di balik gerbang itu masihlah setapak jalan yang menuju ke sebuah mansion megah.

"Nona, tidak pernahkah engkau mendengar peraturan tentang wanita sendiri di tengah malam?" Seorang penjaga di sana menghampirinya sambil tersenyum miring.

"Tomas, betapa tidak sopannya engkau," Elena menutupi bagian robek di gaunnya dengan tangannya.

Pria berambut emas itu menganga. "B- bagaimana kau tahu namaku?"

"Aku Elena. Elena Nielsen. Dan aku ingin pulang."

Mendengar itu, Tomas segera membungkukkan tubuhnya hormat. "Maaf. Nona Elena, selamat datang. Tuan sudah menunggu sejak tiga tahun lalu. Mari, saya antar. Sebelum itu, kenakanlah mantel ini atau tuan akan marah terhadap saya." Tomas memberikan mantel hitam tebal untuk Elena. "Tolong jangan laporkan saya pada tuan," pinta pria itu yang dijawab senyuman oleh Elena.

Tomas mengantar Elena menggunakan sebuah mobil golf yang memang disediakan untuk mengantar tamu masuk ke area mansion.

"Saya pergi dulu," pamit Tomas untuk kembali ke pos jaganya.

Elena mengeratkan mantelnya, ragu untuk mengetuk pintu atau menekan bel.

Namun baru saja ia akan menekan bel, pintu di hadapannya terbuka.

Seorang pria dengan pakaian tidurnya yang sudah terbuka kancing-kancingnya berdiri di sana. Ia meletakkan cangkir kopi panasnya di sebuah meja yang ada di sebelahnya. "Elena."

"Tristan."

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya pria itu datar. Belum sempat Elena menjawab, pria itu kembali berbicara dengan dingin, "Pergilah."

"Tapi-"

"Tomas, bawa wanita ini pergi," Tristan memerintahkan Tomas melalui interkomnya, kemudian kembali menutup pintu mansion-nya, meninggalkan Elena yang menangis.

Tristan diam berdiri menatapi wanita itu yang dibujuk untuk pergi oleh Tomas dari atas balkon. Barney anjingnya sudah bangun semenjak mendengar suara Elena menangis dan kini berada di lantai bawah, menggonggongj pintu seakan-akan melarang Tomas membawa majikannya pergi.

"Barney! Ini mommy!" Elena yang mendengar anjing besar itu menggonggong dari dalam segera memanfaatkannya. Jika Barney keluar, maka semua orang yang melihatnya akan takut—termasuk para penjaga dan pelayan.

"Nona tolong jangan lakukan itu. Tuan akan marah terhadap saya," kata Tomas memohon dengan tatapan memelas.

Barney akhirnya berhasil keluar. Melihat Elena yang sedang disentuh oleh Tomas, ia langsung menerjang lelaki itu. Tomas yang ketakutan langsung bersembunyi di balik tubuh Elena. Alhasil wanita itu ambruk oleh Barney.

Anjing itu mengaing seakan meminta maaf saat melihat majikan yang ia rindukan terjatuh dan kepalanya berdarah.Tristan yang melihat itu akhirnya melangkahkan kakinya turun.

"Kembalilah ke posmu," perintahnya pada Tomas. "Biar saya bantu, Tuan," Tomas menolak, dan malah ingin membantu Tristan membopong Elena yang pingsan. "Tidak. Jangan sentuh ia lagi. Dan ia tidak akan pergi. Elena tetap bersama saya." Dengan itu Tristan berlalu bersama Elena di pelukannya dan Barney yang masih mengaing.

---

Elena perlahan membuka matanya. Dahinya mengernyit saat merasakan perih di pelipisnya.

Saat matanya sudah dapat melihat jelas, ia seketika terduduk saat menyadari kamar yang sedang ia tempati. Kamar tamu mansion Tristan.

Elena melirik ke sebuah jam digital yang terpasang di dinding. Pukul delapan pagi. Astaga, ia hanya tidur selama empat jam.

Ia pun menyibak selimutnya dan tertegun saat menyadari pakaiannya yang berbeda dari tadi malam. Ia mengenakan baju tidur yang memang miliknya dan ia tinggalkan di sana saat itu. Tapi.. siapa yang menggantikannya sementara Tristan hanya tinggal sendiri? Apa mungkin Tomas? Oh astaga, Elena tidak ingin mengetahuinya.

"Nona sudah bangun," seorang pelayan dengan nampan berisi sarapan masuk setelah mengetuk pintu. "Sarapan yang dikirim Tuan Tristan. Beliau pergi berlari pagi sejak pukul enam."

"Tampaknya kamu pelayan baru di sini," ujar Elena sebelum gadis tadi keluar.

Ia menoleh, kemudian mengangguk membenarkan. "Benar, Nona."

"Bisakah kamu menceritakanku tentang sikap keseharian Tristan?"

Gadis itu terdiam sejenak. Ia menunduk, memilin ujung seragamnya. "Tuan jarang berbicara. Ia selalu mendekam di ruang kerjanya dan hanya keluar untuk makan malam atau mandi. Kalau kata para pelayan senior di sini, dulu Tuan Tristan adalah orang yang ramah dan baik. Tapi ia berubah dingin saat ditinggalkan mantan tunangannya."

Wajah Elena berubah pias. Wanita itu membuang pandangannya, menatap keluar jendela tempat di mana sinar matahari masuk ke dalam ruangan itu.

"N– nona.. nonakah dia?"

Elena tersenyum tipis. "Terima kasih, kau boleh pergi," katanya tak menjawab pelayan tadi.

His WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang