4 - For Elena

6.3K 373 0
                                    

Tristan terdiam merenungi ucapan adik iparnya di balkon beberapa saat tadi, sembari menunggu para pelayan selesai merapikan kamarnya yang sudah seperti kapal pecah.

"Elena tidak bisa bergerak. Ia dikekang Xerxes. Jika kau masih mau menginginkannya, kau harus berjuang, Tristan. Kau yang harus bergerak."

Tristan membuka tangannya, membaca sekali lagi undangan yang sempat ia remas tadi.

Ia bertekat akan datang ke acara pernikahan itu. Namun ia tidak bisa mengikuti permintaan Xerxes. Karena untuk merebut Elena kembali, ia tidak bisa datang dengan damai.

---

Elena diam mematung menatap pantulan dirinya di cermin. Ia terlihat sangat cantik di balutan gaun pernikahannya yang berwarna putih nan anggun. Rambutnya tergelung indah dengan sebuah hiasan. Wajahnya dirias sedemikian rupa, menambah sinar kecantikannya.

Namun raut sedih itu ada di sana. Elena tidak menginginkan pernikahan ini: pernikahan dengan Xerxes Kenley.

Baginya Xerxes adalah pria tampan, kaya raya, juga mungkin baik, namun hanya padanya saja. Pria itu selalu mengiyakan perkataannya, memperlakukannya bak ratu. Hanya saja terlalu protektif dan cepat marah. Jika dibandingkan dengan Tristan, mereka adalah sebelas-dua belas. Tapi walau begitu Elena tidak bisa mencintai Xerxes saat hatinya masih terikat dengan Tristan.

"Nyonya, ayo. Upacaranya sudah akan dimulai," seorang wanita yang tadi mendandaninya. Elena menoleh dan mengikuti ucapannya.

---

Tristan mengemudikan mobilnya secepat kilat. Sampai-sampai beberapa mobil harus mengalami kecelakaan untuk menghindari tabrakan mobil mewah pria itu dan mengakibatkan kemacetan parah. Bahkan polisi-polisi ikut mengejar Tristan sekarang.

Namun sayangnya pria itu tidak peduli sama sekali. Yang ia perhatikan sedari tadi adalah jam yang berada di dashboard mobilnya, dan GPS yang menunjukkannya rute tercepat. Ia tidak mau ketinggalan acara. Ia tidak akan melepaskannya begitu saja.

Mobil hitam mengkilap yang sudah berbaret-baret itu akhirnya mengerem mendadak di sebuah pintu besar gedung tua yang kerap kali disebut gereja katedral.

Tristan keluar dan segera berlari saat mendengar riuh tepuk tangan dari dalam sana.

'Tidak, jangan bilang aku telat!' serunya dalam hati sembari mendorong pintu itu sekuat tenaga karena memang berat.

Dan saat itu juga ia harus menerima kenyataan. Sebuah kenyataan bahwa ia telah kalah telak. Ia telah kalah oleh seorang Xerxes Kenley, karena pria itu telah memiliki wanita-nya. Elena-nya.

Di depan matanya, sepasang manusia yang baru saja mengucapkan janji suci di altar sedang mencium satu sama lain dengan penuh kasih. Oh, salah. Hanya mempelai pria yang mencium pengantinnya karena Elena sama sekali tidak membalas ciuman Xerxes.

Menyadari tatapan hadirin bukanlah pada dirinya dan Elena lagi membuat Xerxes menoleh ke arah pintu. Dirinya menyeringai saat melihat Tristan berdiri di sana dengan raut wajah terkejut, kecewa, sedih, juga marah.

Xerxes melirik Elena. Wanita itu hanya menunduk, tak memberanikan diri untuk menatap Tristan yang tengah menahan air matanya. Sampai pria itu akhirnya pergi.

---

Xerxes mengedipkan matanya beberapa kali saat mendengar samar-samar bunyi ketukan pintu vilanya.

Pria itu duduk, kemudian melirik Elena yang tengah terlelap nyenyak di sampingnya. Setelah tersenyum saat membayangkan kehebatan permainan mereka tadi malam, Xerxes berdiri kemudian mengenakan kimono tidur berwana biru tuanya. Masih mendengar ketukan pintu, ia pun berjalan ke lantai bawah di mana suara itu berasal.

 Masih mendengar ketukan pintu, ia pun berjalan ke lantai bawah di mana suara itu berasal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku ingin berbicara dengan Elena." Pria di hadapannya langsung membuka mulut sedetik setelah Xerxes membukakan pintu vilanya.

"Yang benar saja! Kami sedang dalam bulan madu dan kau mau merebut istriku?!" protes Xerxes menolak lelaki itu masuk.

"Aku mohon. Setelah ini aku akan merelakannya, meski itu sulit bagiku," jawab pria yang mengenakan jaket tebal itu.

"Elena masih tidur. Kau tidak sadar ini jam berapa?" Xerxes menguap sambil melirik jam di dinding di atas pintu yang menunjukkan pukul enam waktu setempat.

"Aku bisa menunggu."

---

"Tristan." Elena terkejut melihat kehadiran Tristan di ruang tamu vila milik suaminya.

"H– hai."

"Apa yang sedang kau lakukan di sini? Xerxes bisa membunuhmu jika dia tahu kau ada di sini," omel Elena.

"Jangan khawatir. Ia yang membiarkanku masuk," jawab Tristan sambil tersenyum tipis nan manis.

Sesaat kemudian terjadilah sebuah keheningan yang cukup lama di antara mereka. Elena yang bertanya-tanya tentang Tristan dan Tristan yang bingung harus mengatakan apa. Hingga pria itu akhirnya memutuskan untuk bicara.

"Selamat.. selamat atas pernikahannya," ujar pria itu akhirnya dengan berat hati membuat Elena merasa bersalah melihatnya.

"Maafkan aku, Tristan—"

"Tidak. Maafkan aku, Elena. Seandainya saat itu aku mengakui bahwa aku masih sangat mencintaimu, seandainya saat itu aku melindungimu, semuanya tak akan menjadi seperti ini.

"Aku ini sangat bodoh. Pengecut. Aku baru menyadari betapa aku masih sangat mencintaimu dan aku tidak akan pernah bisa kehilanganmu saat aku sudah kehilanganmu. Maafkan aku, Elena."

Pria itu menangis. Ya, Tristan menangis di hadapan Elena. Wanita itupun langsung merengkuhnya ke dalam pelukannya yang hangat.

"Tidak, Tristan. Ini bukan sepenuhnya salahmu. Andai saja saat itu aku bercerita padamu tentang ancaman Xerxes, kau pasti bisa menanganinya."

Tristan menangis deras di pelukan Elena. Dengan wajah merah, pria itu mendongak. "Maaf, maafkan aku Elena. Maafkan perbuatan-perbuatanku. Maafkan perkataan-perkataanku. Maafkan aku yang tidak bisa mempertahankanmu. Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu. Maafkan aku yang tidak memperlakukanmu dengan baik. Maaf."

Pria itu terdiam sejenak, memandang dalam mata Elena-nya. "Elena, ini gila. Tapi maukah kau mengandung anakku? Dengan begitu kau bisa meninggalkan Xerxes."

Memproses perkataan pria di hadapannya, mulut Elena sedikit ternganga. "Tapi Xerxes— Dia sangat baik padaku. Walau mungkin agak sedikit kejam. Aku tidak mungkin—"

"Kumohon, Elena. Apa kau mau anak-anakmu memiliki keluarga yang tidak harmonis karena salah satu orang tuanya tidak mencintai yang lain? Apa kau mau menyesal seumur hidupmu? Karena aku tidak ingin itu terjadi, Elenaku."

Tidak. Tentu saja Elena tidak mau. Ia menginginkan masa depan yang cerah, keluarga yang harmonis, dan anak-anak yang bahagia. Dan Elena pun tahu hanya dengan Tristan ia bisa menggapai cita-cita itu.

"Baiklah, Tristan. Aku mau."

His WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang