3 - What Really Happened

6.3K 433 1
                                    

"Di mana berkas yang kuminta, Alfred!" Tristan yang baru saja tiba membanting kertas yang tidak sesuai dengan keinginannya.

"Tapi hanya itu yang bisa kami dapat, Tuan. Xerxes Kenley bahkan hampir tidak pernah membahas tentang wanita yang ia milikki," jawab Alfred.

"ELENA BUKAN MILIKNYA!" Tristan mengamuk. Wajahnya memerah menahan amarah karena mendengar penyataan Alfred tadi.

"M- maaf, Tuan."

Tristan menghempaskan tubuhnya ke atas sofa di ruang kerjanya kemudian menyuruh Alfred keluar. Dengan nafas berat, ia mengambil lagi kertas yang ia banting tadi.

Xerxes Kenley on Women: "I do have a woman I like. Unfortunately she's other man's. I gotta work hard on that." (Source: Empire Entertainment, 2016). 'Aku tentu punya wanita yang kusukai. Sayangnya ia sudah milik pria lain. Aku harus bekerja keras untuk itu.'

Tristan meremas kertas itu hingga tak berbentuk. Kemudian dengan sekuat tenaga ia melemparnya ke ujung ruangan. "ARGH! ELENA BUKAN MILIKMU, SIALAN!"

---

"Aku ingin pertemuan dengan Xerxes Kenley hari ini pada jam makan siang." Tristan yang baru saja tiba di mansion-nya setelah lari pagi langsung menemui Alfred. "B- baik, Tuan."

Tristan tidak benar-benar melanjutkan karya tulisnya setengah hari ini. Pikirannya terus melayang, mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi di antara Xerxes dan Elena. Lamunannya terbuyar saat pintu terbuka.

"Halo, Milano!" sapa pria tampan bertubuh sempurna yang baru saja masuk. "Aku dengar kau ingin bertemu denganku. Apa ini tentang bisnis? Kau tahu, jika kau tidak suka dengan sampul buku terakhirmu itu, kau bisa langsung mengatakannya pada dewan direksi. Aku hanya menyandang jabatan sebagai pemilik perusahaan. Aku tidak benar-benar mengurus perusahaan." Xerxes duduk dengan santai di sofa seberang Tristan.

"Tidak, Xerxes. Aku langsung ke intinya saja. Apa kau mengenal Elena?"

Xerxes meletakkan buku yang tadi ia ambil dari meja di sebelahnya. "Elena? Elena Nielsen?" ulangnya sambil menaikkan sebelah alisnya.

Tristan mengangguk.

Xerxes tertawa. "Tentu saja, Tristan. Ia tunanganku. Kau juga yang mengenalkanku padanya," jawabnya.

"A- apa?"

"Dengar, dengar. Jangan emosi dulu. Ingat acara galang dana Tuan Ernest tiga tahun lalu? Saat itu kau datang dengannya. Dan aku, seperti biasa, datang sendiri. Kau memperkenalkan kami berdua. Dan detik itu juga aku merasa, wah, aku sedang jatuh cinta! Sayangnya, aku jatuh cinta pada milikmu, Tristan. Jadi aku berencana merebutnya darimu. Sialnya wanita itu tidak pernah mau tergoda denganku. Hingga akhirnya aku mendengar kalian akan menikah. Maafkan aku, aku mengancamnya untuk meninggalkanmu. Jika tidak, maka aku tidak mau menerbitkan bukumu lagi. Dan kau tahu itu sangat berpengaruh di karirmu."

"Kau!-"

"Hei, kau tidak bisa menyalahkanku. Aku tahu semalam sebelum kalian menikah, ups maksudku, 'hampir' menikah," Xerxes terkekeh kemudian melanjutkan bicaranya, "kalian bertengkar hebat. Kau.. berperilaku buruk padanya, Tristan."

Pikiran Tristan memutar kembali kejadian beberapa tahun lalu itu. Di saat emosinya berada di ujung ubun-ubun saat mengira Elena benar-benar berselingkuh dengan Xerxes. Saat ia mengata-ngatai Elena dengan ucapan-ucapan yang tidak sepantasnya. Saat ia menyakiti Elena dengan mengagung-agungkan dan membandingkan mantan kekasihnya, Riley, dengan Elena. Dan keesokan harinya, ia tak mendapati Elena menjadi miliknya lagi.

"Jika hanya itu yang ingin kau tahu, sebaiknya aku pergi dulu. Oh ya," Xerxes membalikkan tubuhnya, kemudian mengeluarkan sesuatu dari sakunya, "maaf, terlipat. Ini undangan eksklusif untukmu, Tuan Milano. Acaranya satu minggu lagi. Kuharap kau datang dengan damai." Xerxes tersenyum, meletakkan amplop itu di atas meja sebelum melangkah pergi.

XERXES KENLEY & ELENA NIELSEN

---

Tristan menangis. Sudah seharian ini ia tak keluar kamarnya. Alfred yang diam berjaga di luar hanya mampu meringis setiap mendengar pecahan atau bantingan barang dari dalam kamar tuannya.

Pria itu meraung-raung menyebutkan nama Elena. Sungguh, siapapun yang mendengarnya akan luluh dibuatnya. Termasuk Alfred. Ia tak pernah melihat tuannya seperti ini. Tristan jarang sekali menunjukkan emosinya. Namun saat berhubungan dengan Elena, pria itu akan bersikap posesif.

"Apa tidak sebaiknya kita menghubungi Tuan Kenley? Aku yakin ia akan berbaik hati melepaskan Elena," ujar Clementine di pelukan suaminya saat mereka tiba di depan kamar Tristan. "Jangan, Clement. Xerxes Kenley tidak sebodoh itu. Ia pria yang keras kepala dan tidak mau mengalah," jawab Keynand.

"Lalu bagaimana dengan kakakku? Apa kau mau Tristan selamanya seperti ini? Hanya Elena yang mampu menolongnya," Clementine mulai terisak. "Shh.. Semuanya akan baik-baik saja, Clement, percayalah."

Keduanya terdiam menunggu Alfred membawakan makan malam untuk Tristan. Pria itu sejak kemarin belum menyuap sesendok makanan pun.

"Jika Elena tidak bisa bergerak sekarang, maka harus Tristan yang bergerak. Itupun jika kakakmu tidak ingin benar-benar kehilangan Elena," ucap Keynand menuturkan idenya tiba-tiba.

"Suamiku sangat pintar. Ayo kita susun rencana untuk kakak!" Clementine terkekeh mengecup pipi Keynand. Emosinya tidak stabil karena hormon mengandungnya.

His WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang