Waktu 6

3.8K 169 5
                                    

            Selama ini, Dhias terus fokus ke mesin waktunya. Penemuan ini, pastilah akan menggemparkan. Dan baginya, sesuatu yang menggemparkan pasti akan jadi sorotan. Jadi, Dhias menyembunyikan semua ini. Dan semuanya dia kerjakan sendiri.

            Menyelesaikan mesin waktu ternyata tak semudah yang dia bayangkan. Potongan kabel-kabel itu ternyata benar-benar masih acak. Satu kabel salah, satu mesih pernah meledak. Dan artinya pekerjaan double untuk Dhias. Dia pernah ingin frustasi melihat semua itu.

Dia menilik internet, buku-buku, dan juga artikel-artikel. Pokoknya apapun referensi yang bisa membantunya menyelesaikan pekerjaannya. Masalahnya, tak banyak informasi yang dapat ia peroleh. Keterangan tentang mesin waktu sangatlah sedikit. Belum lagi, nyaris tak ada yang bisa mempercayai kalau mesin itu ada. Sehingga pembahasannya pasti hanya akan berujung pada satu kesimpulan : unbelievable.

Ide tentang perjalanan waktu memang pernah dicetuskan oleh H.G. Wells dalam Novelnya The Time Machine. Namun, pada masanya novelnya dianggap sebagai fiksi ilmiah yang bertentangan dengan hukum Fisika. Baru setelah sepuluh tahun kemudian, Einstein menjelaskan tentang teori relativitasnya yang membenarkan bahwa mungkin saja ruang dan waktu bisa dilintasi dengan adanya mesin wkatu.

Dhias saja kalau tidak melihat mesin itu langsung tidak akan percaya mesin itu ada. Tapi masalahnya, mesin itu ada. Berdiri menjulang, kokoh di depannya. Menunggu untuk diselesaikan. Sedangkan dia masih terus menyelidiki bagaimana caranya memperbaikinya agar bisa bekerja secara sempurna.

 Satu-satunya yang bisa membantunya hanyalah coretan-coretan tangan Ayahnya yang berserakan. Mungkin sampah. Tak tahu mana yang benar, mana yang sudah dibuang, mana yang teori yang sudah terbukti, dan mana–mana saja hasil eksperimen yang sudah jelas salah.

Dia sempat frustasi. Karena dasar pembuatan mesin ini saja belum bisa dia ketahui. Bagaimana bisa terbentuk komponen-komponen yang sangat mendukung? Ayahnya bisa membuat navigatornya, belum lagi semua teori-teori yang menjadi pertentangan awal semua ilmuwan tentang bisa tidaknya ruang dan waktu dijelajahi. Kacaunya lagi, dengan entengnya bisa Ayahnya jawab. Ah, andai saja Ayahnya masih hidup. Dia pasti bisa tahu bagiamana caranya mesin ini dibuat. Bagaimana bisa menciptakan energi yang besar begini.

Dan satu lagi pertanyaan yang masih dipertanyakan hatinya.

Bagaimana caranya membuat kecepatan yang bisa melebihi kecepatan cahaya?

 

*  *  *

Satu tahun kemudian….

Hanya bermodal pengetahuan dasar, dan insting ilmiahnya, Dhias terus mencoba mengikuti setiap instruksi di semua kertas yang sudah dipilah-pilahnya. Walaupun dia hampir gila, tapi nyatanya dia selesaikan juga.

            Satu tahun! Itu waktu yang Dhias habiskan untuk terus bercongkol dengan mesin waktu. Dhias tersenyum bangga melihat pekerjaannya selesai. Hari itu, adalah hari yang dia nanti-nantikan setahun ini.

            Saat dia membuktikan satu-satunya kerjasama dalam bidang sains antara dirinya dan Ayahnya. Dhias tersenyum.

            Ditariknya tuas terakhir yang masih di bawah untuk menghidupkan. Seketika suara berdecit-decit aneh menggelegar di seluruh ruangan. Sinar merah yang dulu sempat menyala kini menyala lagi.

            “Alhamdulillah…” serunya.

Tubuhnya bergetar terus. Ada sesuatu yang mengguncangnya untuk melakukan sesuatu yang tak pernah dipikirkan orang lain. Yang menurut mereka semua, kegilaan yang ada di hadapannya hanyalah khayalan belaka. Tapi baginya ini nyata. Senyata lubang dinding yang telah dibuatnya setahun lalu.

LOVINESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang