Empat tahun kemudian…
“Sssssst! Sssttt!”
Suara kode panggilan itu timbul tenggelam dalam lautan kelas yang sebenarnya masih terbilang terkondisi. Fabian yang paling gencar kasih kode. Saat Pak Adish lengah tidak memperhatikannya, Bian berusaha menendang kaki kursi di depan mejanya.
“Stt!” panggilnya. Yang dipanggil tak bergerak. “Stt!” Bian mencoba memanggilnya lagi. Tapi anak itu tetap saja mengacuhkannya.
Terpaksa Bian mencolek punggung anak itu. Daripada suaranya serak, mendesis terus tapi nggak ditanggapi juga.
“Heh!” tuk, tuk, tuk!
Tak ada tanggapan lagi! Bian jadi emosi!
“Heeeh!” tuk tuk, tuk!
Ada tanggapan! Anak itu menggeliat cepat dan berbalik ke arahnya!
“Apa?!” sentak Dhias keras. Semua anak termasuk Pak Adish sampai menoleh.
Bian mematung. Sedang Pak Adish menatapnya tajam-tajam. Bian jadi gelagapan juga dilihat sebegitu rupa.
“Anu, pak. Mau pinjam Tipe-x.” Bian beralasan. Dhias mengambil Tipe-x nya lalu dilemparkannya ke Bian.
Bian pura-pura menghapus jawabannya sekilas, lalu ditutupnya lagi Tipe-x itu untuk meyakinkan Pak Adish kalau dia benar-benar berniat meminjam Tipe-x. Dan setelah Pak Adish percaya, Bian mengeram dalam hati. Dipelototinya punggung anak di depannya yang malah acuh saja.
Dhias kurang ajar!
Sampai ulangan selesai dan pak Adish keluar kelas, Bian masih mengeram jengkel pada anak di depannnya itu.
“hiiiyyyyyyyyyaaaaaa!!!” anak sekelas yang kebanyakan sedang beranjak mau ke kantin menoleh kaget ke arah Bian yang tiba-tiba berteriak. “DUG!’
Semua anak berjengit. Terbelalak sempurna melihat lubang di langit-lnagit tepat di atas Bian yang semula tidak ada. Semua kembali geleng-geleng kepala. Bian ngamuk! Tipe-X itu di lemparkannya ke atas sampai menjebol ternit!
Dan Tipe-X yang terlempar tadi turun ke bawah karena gaya gravitasi dan terjun ke arah kepala Dhias. Dengan sigap, Dhias menangkap Tipe-X itu tanpa gerakan yang sia-sia.
“Terimakasih!” kata Dhias kalem.
* * *
“Ya ampuuuuun, Bi. Dia itu cakeeeep banget. Ya ampun…matanya itu lho. Aduh bikin jantung gue pingin loncat. Udah ya, kalo senyum, dia itu kiyuuuuuut banget. Udah pinter, cakep lagi. Ya ampuuun, kok ada ya cowok se-perfeck dia.“ Dilla terus ngoceh sana-sini tak jelas di kantin sekolah pas jam istirahat. Tidak peduli muka-muka di depannya udah suntuk pingin bekap mulut itu anak.
“Apa bagusnya sih si Dhias itu? Cakepan juga gue!” kata Fabian sengit. Temen-temen ganknya yang lain ikut mengangguk setuju. Ya memang sih, sejak tragedi ulangan Fisika Pak Adish kemarin mereka resmi menyatakan perang terbuka dengan orang yang bernama Dhias!
“Elo?” Dilla melirik Bian tak yakin. Tapi kemudian menggeleng tak setuju.”Jauuuuuh!” cibir Dilla.
Fabian memonyongkan mulutnya membuat bibirnya tambah jontor dari sebelumnya. ‘Sialan tu anak! Belum apa-apa udah bikin hidup gue jadi sial melulu! Awas aja!’ Batin Bian. Udah dendam banget soalnya. Masa ketua gank paling elite di sekolah ini bisa kalah cuma sama Dhias! Pertama, dia dipermaluin di depan anak sekelas waktu ulangan Fisika kemarin. Dan itu bukan pertama kalinya terjadi. Kedua, semua gebetannya pada berpaling muka malah pada naksir Dhias semua. Celaka dua belas! Kok bisa ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVINESHA
Roman pour AdolescentsMenurut Albert Einstein, fisikawan paling ternama di abad 20, masa lalu dan masa sekarang serta masa yang akan datang hadir dalam dimensi yang sama. jika kau diberi kesempatan untuk memutar waktu, apa yang akan kau lakukan ?