waktu 2

2.6K 173 1
                                    

Bian masuk UKS sekolah.

            Untungnya Mas Alfert bilang bahwa itu adalah salah satu bentuk latihan taekwondo. Kalau tidak, mungkin masalah ini bisa di bawa ke depan kepala sekolah.

            “Aduudududududuh, pelan-pelaaaan!” teriak Bian. Juju yang sedang mengkompres bengkak muka Bian yang nyaris merata itu berhenti menekan-nekankan washlap-nya.

            “Ini juga udah pelan. Tahanlah sedikit! Bentar juga selese!”

            “Duuuh, awas aja tu anak!”

            “Udahlah, lupain aja. Dendam-dendaman kayak gitu nggak baeek!” Juju ceramah.

            “Elo nggak liat gue bonyok begini? Mana rasa solidaritas elo-elo pada liat temen digebugin orang? Cuma segini doang? Hah?!”

            Bian marah dengan mata melotot nyaris keluar melihat teman-temannya sepertinya tidak selera untuk membelanya.

            Ckleeek!

            Semua mata menoleh ke pintu. Dilla nongol di balik pintu dan langsung menghampiri Bian yang terkapar di tempat tidur.

            Memandanginya lama, sebelum akhirnya bicara.

            “Sakit ya?” tanya Dilla manis.

            “Ya iyalah sakit. Masa enggak. Muka udah biru-biru semua gini.” jawab Bian judes.

            “Rasain!” kata Dilla lebih ketus.

            Bian terperangah mendengar jawaban Dilla yang cuek begitu.”Loh kok rasain? Tega banget sih lo. Bukannya nolong apa gimana, malah digituin.”

            “Habisnya elo juga kelewatan! Elo mau gebugin Dhias kan? Ngaku aja deh lo! Untung Dhias lebih kuat, coba kalau nggak! Ini nih akibatnya! Makanya jadi orang nggak usah rese! Awas aja ya kalo nyampe elo macem-macem lagi sama Dhias. Eeeeeeeeerrrrgghh!” Dilla nyekek leher Bian sampai tidak bisa napas. ”Gue cekek lo!”

 Bian batuk-batuk sambil memegangi lehernya setelah Dilla melepaskan tangannya tiga detik kemudian.”Tega bener lo, sama temen.”

            “Elo juga tega sama gue. Gue kan udah bilang kalau gue tu suka sama Dhias, tapi kenapa malah elo tantangin beranteeem? Heh? Pingin nyelakain Dhias kan?”

            Bian diam. Juju juga diam. Lalu semua ikut-ikutan diam. Melihat Dilla, Bian jadi mendapat satu ide unik yang membuat dia senang. Dia bisa membantu Dilla untuk lebih dekat lagi dengan musuh bebuyutannya, Dhias. Tapi di lain sisi dia juga bisa balas dendam!!!

*  *  *

           

Dhias melangkah ke kelasnya. Semua yang melewatinya hanya tersenyum singkat padanya, dan dia membalasnya hanya dengan anggukan kepala.

            Kursinya berada di deretan pertama, dua baris dari kanan. Tempat yang strategis memang, untuk seorang murid yang ingin menjadi nomor satu. Hari ini dia dipanggil oleh Pak Huda, pembimbing tim olimpiade sekolah. Pasti ada hal penting, makanya dia buru-buru.

            Sampai di bangkunya, dia menarik tas dari laci. Namun gerakannya terhenti saat menyadari ada satu kertas yang melayang lalu jatuh ke lantai. Selembar kertas lecek yang hanya terlipat dua.

            Dhias memungutnya, lalu membukanya. Perlahan dia baca.

Kalo elo ngaku gentle, datang ke gudang tua pulang sekolah. Aku tunggu di sana untuk pertandingan ulang!

LOVINESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang