Keadaan ini benar-benar menyedihkan. Seminggu di rumah, tapi Dhias masih belum bias mengerti apa-apa tentang hidup keluarganya!
Dia anaknya! Tapi dia sama sekali tidak tahu cara berpikir keduanya. Kenapa?? Kenapa mereka memilih jalan begini? Menikah di usia tua, dan meninggalkan anak mereka dengan uang saku dua setengah milyar!
Dia korek terus informasi di rumah ini. Mengingat kata-kata Ayahnya yang mungkin dia lupakan, dan sebenarnya itu penting. Atau kata kunci. Atau apa!
Dia benar-benar benci menjadi berbeda. Masih SD saja anak-anak lain mengira kalau Ayahnya itu adalah kakeknya. Kak Sera, yang seharusnya adalah sepupunya, sekarang sudah berusia empat puluhan dan punya tiga orang anak. Baginya, pernikahan orangtuanya itu janggal. Untuk apa mereka membuang waktu tiga puluh tahun? Kenapa dalam jangka waktu selama itu mereka tidak menikah saja kalau mereka saling cinta?
“Ayah tidak mau menikah lagi?” tanyanya waktu dia masih berumur tujuh tahun.
Ayahnya tak menanggapi. ”Nggak ada yang pantes.” jawabnya. Waktu itu Dhias pikir maksudnya adalah Ayahnya itu nggak pantes untuk siapa-siapa. Makanya dia diam saja. Tapi melihat tulisan Ibunya, dia mengartikan lain kata-kata Ayahnya itu.
Pasti waktu itu Ayahnya mau bilang kalau nggak ada yang pantas bersanding dengannya. Dhias makin gemas saja. Sombong sekali Ayahnya itu. Terlalu selektif akhirnya menikah tua.
Dhias keluar rumah. Melihat anggrek-anggrek Ibunya, ternyata masih. Mandiri sekali, pikirnya. Lalu dia melangkah ke samping melihat garasi.
Dia berniat ingin mengisi garasi ini dengan mobil CR-V saja. Satu mobil tak membuat garasi ini penuh. Masih lenggang saja sepertinya. Satu, yang membingungkan dari desain rumah ini adalah, garasi samping lebih luas di bandingkan luas rumah itu sendiri. Dhias makin sentimen pada Ayahnya. Entah apa yang sedang dipikirkannya dulu.
Dari dulu Dhias heran. Tidak ada kesan-kesan lain yang menyebutkan kalau Ayahnya itu seorang jenius selain piala-piala yang menjadi makhotanya selama ini. Selain itu, semuanya nol!
Cara penyelesaian dia yang selalu menggunakan otot, membuat dia terkesan kekanak-kanakan. Pernikahan dia yang berada di ujung usia, membuatnya terkesan dia tidak pintar sama sekali melihat kesempatan! Dan pernahkah ada rumah hunian biasa mempunyai garasi yang mempunyai luas tidak sewajarnya, bahkan lebih luas dari rumah induk? Astaga! Bahkan Ayahnya membuat rumah yang begini aneh. Dilihat mereka hanya punya satu mobil dulu. Tapi untuk menjejalkan setengah lusin mobil pun masih cukup.
“Jangan pernah main-main ke garasi!” tiba-tiba kata-kata Ayahnya dulu muncul kembali di ingatan. Dhias termenung. Kenapa? Tanyanya. Seingatnya dulu, Ayahnya memang sering bermain di garasi. Tapi dia sendiri dilarang untuk kesana. Memang di sana ada apa?
Pikiran terakhir Dhias, membuat dia penasaran sehingga bergegas masuk ke sana. Garasinya biasa. Memang luas. Tapi tidak apa-apa. Seperti ruangan yang tidak ada isinya. Lantainya keramik putih. Atapnya langit-langit biasa dan pintu garasi ditutup rolling door. Di sana hanya ada satu lemari, untuk menyimpan perkakas. Dia berkeliling melihat-lihat. Kesederhanaan ini, dari luar memang tampak biasa. Tapi bagi Dhias begitu janggal. Ada sesuatu yang mengganjal.
Setelah kecewa tak mendapat apa-apa, Dhias akhirnya keluar dari garasi. Dia tidak berbelok ke kanan untuk kembali ke rumah, tapi belok ke kiri. Dia malah mengambil jalan memutar ke kiri. Ada yang aneh yang dia rasa. Dia berjalan terus sampai dia kembali ke muka depan rumah. Kejanggalan itu makin membesar. Dan sepertinya dia tahu seperti apa bentuk kejanggalan itu. Dia berlari ke dalam rumah. Melihat sisi demi sisi lalu menerawang lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVINESHA
Ficção AdolescenteMenurut Albert Einstein, fisikawan paling ternama di abad 20, masa lalu dan masa sekarang serta masa yang akan datang hadir dalam dimensi yang sama. jika kau diberi kesempatan untuk memutar waktu, apa yang akan kau lakukan ?