"Mau?"
Andre terkejut bukan main ketika wanita berambut biru muda itu menyodorkan sebuah roti. Bukan roti sisa yang ia makan, melainkan roti utuh, masih terbungkus dalam plastik.
Andre meneguk ludah. Sejenak ia menghilangkan keki akibat ketahuan sedang memelototi makanan orang lain lalu kemudian dia menerima dengan tenang dan melahapnya secepat mungkin seperti orang kelaparan.
"Kau lapar ya?"
Wanita itu memelototi gaya Andre makan yang terlihat geragas. Bahkan dia berhenti mengunyah rotinya sejenak untuk melihat gaya makan Andre yang rakus.
Andre semakin keki. Apalagi setelah wanita itu berkata, "tak kusangka orang di dalam koran itu manusia kelaparan."
Andre seketika menyilangkan tangan, "bukan seperti itu, hanya saja aku lupa bawa bekal, aku tidak tahu mereka tidak memperbolehkan kita keluar untuk makan."
"Itu gunanya bawa payung sebelum hujan," ujarnya dan kembali melahap roti.
"Kata-katamu sama seperti penjaga di sana," tunjuk Andre ke arah gerbang keluar, diikuti si wanita yang ikut melotot ke arah penjaga sesuai telunjuk Andre.
"Oh begitu. Mau lagi?"
Wanita itu kembali mengeluarkan sebungkus roti dari dalam saku. Andre segan menerima. Apalagi setelah dia melihat kalau wanita itu hanya membawa roti. Dia tidak membawa nasi sebagai bekal. Andre tidak ingin tahu lebih dalam. Dugaannya sudah cukup menjadi patokan kalau wanita itu tidak sanggup membeli beras. Untuk itu Andre menolak dengan sopan.
"Baiklah kalau kamu tidak mau."
Wanita itu tidak ambil pusing dengan penolakan Andre. Dia membuka bungkus roti tersebut setelah roti yang tadi ia lahap telah habis. Andre sedikit meneguk ludah ketika melihat bongkahan demi bongkahan roti masuk ke dalam kerongkongan hingga tak bersisa. Setelah tak ada lagi roti yang ia lahap, wanita itu memperkenalkan diri.
"Halo orang dalam koran, Andre Foskas dari distrik F, yang tercepat dari semua distrik. Perkenalkan namaku Serena, salam kenal."
Wanita itu beramah tamah mengajak Andre berkenalan. Andre menerima dengan senang hati uluran tangan penuh ceria dari sang wanita. Andre membalas ramah dan tersenyum jua.
"Salam kenal," balas Andre, "kau tidak seperti peserta lain, kebanyakan dari mereka tidak mau beramah tamah ke sesama peserta, kecuali dirimu," lanjutnya.
"Beginilah seleksi, Andre. Tak ada namanya teman di sini. Termasuk aku," peringatkan Serena.
Dia lalu bangkit berdiri. Dari belakang, dia cukup manis. Kulitnya putih nan bersih. Dia memiliki tahi lalat kecil di pipi kanan. Rambutnya panjang sebahu tak diikat, melambai-lambai ditiup angin. Warnanya biru muda. Dia memakai kaos kuning longgar beserta celana kain berwarna abu-abu. Dia juga memakai syal merah yang dililitkan di leher.
Tak berapa lama, lonceng besar dari dalam kuil bergoyang. Bunyi nyaringnya menjadi pertanda waktu istirahat telah habis. Waktu yang tak terasa bagi Andre karena dia sibuk bercakap dengan teman baru, cantik pula.
"Kepada seluruh peserta yang lolos di seleksi pertama harap berbaris di depan Kuil Mordore," suara nyaring dari dalam kuil akrab terdengar di telinga Andre. Siapa lagi kalau bukan Mayor Donez, spesialis pemberitahuan.
Delapan peserta dari delapan distrik berbaris delapan panjar. Mereka setia menunggu meski terik di atas mereka belum usai. Waktu masih menunjukkan pukul satu siang.
Andre sedikit terbelalak ketika melihat kilauan baju besi meringkih seiring wanita itu berjalan keluar dari dalam kuil. Baju besi yang sangat akrab dari seorang wanita berambut pirang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDRE FOSKAS [TAMAT]
FantasiaAndre Foskas, anak pengembala. Hari-harinya biasa, mengembala domba, menatap langit senja sambil melamun lalu buru-buru pulang ketika malam tiba. Namun lebih dari itu, dia punya impian yang lebih tinggi dari pekerjaannya. Sangat tinggi hingga orang...