Toilet

74 22 7
                                    

Suasana sekolah kian lenggang, banyak siswa yang sudah pulang ke rumah masing-masing. Hanya tersisa beberapa murid saja yang tinggal untuk kegiatan eskul atau mengerjakan piket kelas.

Sepulang sekolah Livia berencana untuk pergi nonton bersama Widel, tapi bahkan sudah dua jam ia menunggu sahabatnya itu belum juga menunjukan batang hidungnya. Livia mengangkat ponselnya berniat menghubungi Widel, namun sangat disayangkan sekali baterainya lowbatt. Livia mendengus kesal. Sial.

Melihat jam yang melingkar di tangan kanannya, waktu sudah menunjukan pukul empat sore. Ia sempat ketiduran dan tidak sadar sudah menunggu Widel terlalu lama.

Cewek berambut panjang itu memutuskan ke toilet sebentar untuk membersihkan wajahnya yang sekarang sudah sebelas duabelas dengan kain pel.

Livia mempercepat gerakannya, ngeri juga jika sekolah dalam keadaan sepi. Letak kelas Livia berada di tengah-tengah sekolah, sementara lapangan yang dipakai untuk eskul olahraga berada dibagian depan dan belakang sekolah.

"NGAPAIN LO DISINI?!" Livia berteriak, ia terpelonjak kaget saat melihat keberadaan Ari di toilet cewek. Dia sempat berpikir kalau mungkin saja dirinya-lah yang salah masuk toilet, tapi Livia benar-benar membaca dengan baik tulisan "Wanita" di depan pintu tadi.

"Eh, pintunya!"

Livia sempat terdiam mendengar teriakan Ari, masih belum mengerti maksud dari laki-laki yang kini berada di hadapannya. Ketika kesadaran sudah melintasi pikirannya, ia langsung berbalik badan dan menekan pegangan pintu dengan secepat kilat.

Clek.

Mampus

Pintunya

Terkunci

Ari meremas rambutnya frustasi, bisa-bisanya mereka bertiga tega melakukan hal nista ini pada dirinya. Ia memang berniat untuk mendekati Livia, tapi tinggal semalaman di toilet tidak termasuk dalam susunan rencananya.

"Ini apa lagi coba?!" Tanya Livia dengan emosi yang sedang berusaha ditahannya.

Ari mencoba untuk bersikap setenang mungkin, "Lo pasti ngerti."

Satu nama yang langsung terlintas di benak Livia, Adelia Winata. Perempuan itu seperti tidak ada bosan-bosannya mencari gara-gara dengan Livia. Baru dua hari ia bersekolah saja, terhitung sudah empat kali Adelia mengerjai dirinya.

"WOI!"

"ADA ORANG GA SIH DILUAR?!"

"DISINI ADA ORANG WOI!"

"YANG DI LUAR BUKAIN DONG!"

"INI BENER GA ADA YANG MAU BUKAIN WOI!"

Entah sudah keberapa kalinya Livia menggedor pintu toilet, berusaha meminta bantuan pada siapa saja yang mungkin kebetulan sedang lewat. Jika tahu akan begini, ia tidak akan memainkan ponselnya hingga lowbatt. Ponsel Ari? Katanya ketinggalan di kelas. Benar-benar double sial, right?

Livia terduduk di depan pintu toilet, berteriak selama itu membuat tenaganya terkuras banyak.

Menyadari Ari yang daritadi hanya berdiam diri saja, tanpa ada niatan membantu, membuat Livia mengajukan protesnya.

"Lo kok ga ada usaha sih? Bantuin teriak atau cari cara gimana supaya bisa keluar dari sini kek. Lo emang bener-bener betah kali ya tidur disini?"

"Gini," Ari maju beberapa langkah kemudian ikut jongkok di depan Livia. "Meskipun lo berusaha gimana pun, ga ada yang bakalan denger. For your information aja, ini toilet kedap suara. Dan terakhir, ga mungkin ada yang mau ke bangunan ini di jam segini."

Liviari [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang