9#Kak Teresa Kenapa?

1 0 0
                                    

Author POV

"Hai, kalian ini kembar ya?" tanya seseorang yang sedang berdiri di depan Calulla dan Teresa.

"Bukan. Kami kakak adik. Kamu sendirian kesini?" kata Calulla menyahuti seseorang itu dengan santai.

"T, aku kesini dengan temanku. Aku Shapire." kata gadis itu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya ke arah Calulla dan Teresa.

Namun, Calulla dulu yang menerima jabatan tangan Shapire.

"Aku Calulla. Calulla Patricia Pricil."

"Aku Shapire. Shapire Azallea Thavallyne."

Lalu mereka melepas jabat tangan mereka. Kemudian, Shapire berganti menjulurkan tangannya kepada Teresa.

"Aku Teresa. Teresa Pricillya Darena."

"Shapire Azallea Thavallyne."

"Duduklah Shapire." ajak Calulla yang langsung dijawab anggukan oleh Shapire.

"Kamu murid kelas berapa?" tanya Shapire membuka perbincangan dengan topik yang hangat. Sehangat mentari pagi ini.

"Aku kelas empat, Calulla kelas satu. Kamu kelas berapa?" kata Teresa dengan senyum manisnya.

"Aku kelas satu. Temanku juga kelas empat. Semoga saja kalian bisa menjadi teman baik." kata Shapire mulai membeo. Ternyata dia sedikit cerewet.

"Iya, semoga saja."

Shapire POV

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Setelah dari dande tadi, aku langsung pergi ke kamar. Menemui temanku yang aku tinggal sendiri di kamar. Siapa suruh, dia tidak mau diajak jalan-jalan ke luar.

Baru saja sampai di kamar, aku sudah di sambut oleh lirikan sinis temanku, Zea.

"Ada apa Zea?" tanyaku penasaran.

"Bukan apa, dan bukan urusanmu pula. Lantas, kau tidak boleh ikut andil dalam permasalahanku." kata Zea begitu tak bersahabat.

"Q." jawabku singkat sambil mengedikkan bahuku.

"Dengan siapa kau bicara di danden tadi?" tanya Zea yang masih saja dengan nada datarnya.

"Teman baruku." jawabku singkat.

"Siapa?"

"Bukan urusanmu."

"Siapa, Shapire?!" kini amarahnya mulai naik.

"Temanku. Jika kau ingin punya teman, sebaiknya kau bersikaplah bersahabatlah dahulu. Jika kau tak bisa, maka jangan harap kau mempunyai teman!" ancamku sebelum beranjak pergi lagi.

"Terserah!" kata Zea yang masih sempat aku dengar.

Calulla POV

"Kak Teresa, ayo dong, kita berangkat khursus sejarah. Ini sudah jam sembilan kak. Nanti kita terlambat." rengekku kepada kak Teresa yang tak kunjung beranjak dari acara tidur-tidurannya.

"Kalau kak Teresa mau ketinggalan pelajaran, terpaksa aku harus meninggalkan kakak!" ancamku sebelum pergi beranjak dari posisi dudukku.

"Tunggu!" kata kak Teresa mencegahku. Baguslah.

"Kakak ganti baju dulu." kata kak Teresa yang kini sudah bernjak dari tidur-tidurannya.

Akupun dengan setia menunggunya.

Ya, tetap menunggu.

Satu menit.

Dua menit.

Lima menit.

Lima belas menit.

Tiga puluh menit.

Kak Teresa tak kunjung datang juag.

"Kak Teresa, cepetan dong." tidak ada respon dari dalam kamar mandi.

"Kak Teresa?" ulangku lagi.

"Kak Teres?!" akupun mulai panik.

Ku gedor-gedor pintu kamar mandi, namun sama sekali tak ada respon dari dalam. Akupun mulai tambah panik. Keringat dingin sudah membasahi tubuhku.

Tanpa berpikir bodoh dan lemot lagi, akupun segera berlari ke luar gedung asrama, meninggalkan pintu kamarku yang masih terbuka.

Aku terus berlari hingga sampai di gedung utama. Di sana, ada Tuan Hedre. Akupun segera bergegas berlari sekencang mungkin ke arahnya.

"Tuan Hedre, Tuan Hedre-"

"Ada apa Nona Calulla? Ada yang bisa saya bantu?" di saat seperti ini, masih saja santai? Haduh..

"Tuan Hedre, kakak. Kak Teresa-"

"Ada apa dengan Nona Teresa?" tanya Tuan Hedre mulai khawatir.

"Kak Teresa sudah tiga puluh menit di kamar mandi, dan tidak kunjung keluar. Saya sudah mencoba bertetiak memanggil-manggil namanya sambil menggedor-gedor pintu. Saya juga sudah sekuat tenaga mendobrak-dobrak pintu.

"Namun, hasilnya NIHIL! Tolong, Tuan Hedre." kataku yang mulai putus asa.

"Kau tenang dulu. Ze Avlerd, tolong panggilkan tabib, dan bawa air putih juga untuk Nona Calulla." kata Tuan Hedre yang memerintah Ze Avlerd.

"Baiklah." jawab Ze Avlerd singkat sembari pergi ke dapur mini ruang utama untuk mengambil minum untukku.

Tak butuh waktu lama, Ze Avlerd telah kembali sambil membawa segelas air putih, dan tentunya seorang tabib di sampingnya.

"Minumlah." ucap Ze Avlerd sembari memberikan segelas air putih kepadaku.

Dengan kecepatan kilat, air yang ada di gelas tadi telah tandas.

Setelah itu, kami pun segera pergi ke kamar asramaku.

Sesampainya di sana, Ze Avlerd segera merapal mantra untuk membuka pintu.

"Pintu, yang bisa terkunci bersama waktu. Open the door!!"

Cling.

Ceklek.

Pintupun terbuka. Dan di sana, nampak sosok kak Teresa yang telah terkapar lemas di lantai toilet.

"Sepertinya, dia terkena mantra jahat sang penyihir kegelapan. Nona Calulla, apakah ada khursus pagi ini?" tanya Tuan Avlerd kepadaku.

"Q Tuan." jawabku singkat namun jujur.

"Berangkatlah dahulu. Setelah selesai khursus, temui saya di ruang Pertemuan Guru-Guru yang berada di gedung Barat." kata Tuan Avlerd yang hanya bisa aku patuhi..



XerzyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang