Prolog

16.4K 901 40
                                    

Happy reading

----------------------------

Laki-laki bertubuh tinggi tengah gelisah menanti keluarnya wanita yang masih di kamar mandi melakukan tes urine. Hasil dari tes tersebut sangat menentukan salah satu hidup dari keduanya sebulan lagi. Keduanya sangat berharap, hasil yang diperlihatkan oleh test pack sesuai keinginan mereka selama ini. Keinginan yang akan menjadi juru selamat untuk hidup keduanya ke depan. Bukan hanya itu, bahkan keduanya akan terhindar dari hubungan dan ikatan yang dipaksakan.

Perhatian laki-laki yang sedari tadi mondar-mandir teralihkan ketika mendengar handle pintu kamar mandi diputar dari dalam. Dia menatap wanita yang keluar dan juga terlihat gelisah sepertinya dengan penuh tanya. "Apakah hasilnya tidak sesuai harapan?" batinnya menebak.

"Zel, bagaimana?" tanya laki-laki bernama Andri dengan tidak sabar.

Bukannya menjawab pertanyaan, Zelda malah menyerahkan benda pipih di tangannya kepada Andri. Dia berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya. Tangannya menarik guling untuk dipeluk agar rasa nyaman membalut raga dan jiwanya.

Meski sedikit kesal terhadap partner sekaligus sahabatnya karena pertanyaannya diabaikan, tapi Andri segera melihat benda pipih di tangannya untuk mengetahui hasil yang diperlihatkan. "Garis dua," gumamnya.

Andri berjalan menghampiri nakas di samping ranjang untuk mengambil kemasan test pack yang masih tergeletak di atasnya dan dia pun segera membaca keterangannya. "Berarti, kini Zelda tengah ...?" Andri kembali bergumam dan kini menatap wanita yang tengah memeluk gulingnya dengan erat.

Andri menarik sudut bibirnya karena hasil yang diperlihatkan test pack sesuai dengan harapan, tapi dia ingin memastikannya lebih jelas. "Zel, bangun. Kita harus segera memastikannya ke dokter." Andri menepuk pelan bahu Zelda yang tidur memunggunginya.

Zelda mengendikkan bahunya karena acaranya tidur diganggu. "Nanti saja, An. Aku masih ngantuk." Zelda menepis tangan Andri yang masih bertengger di bahunya.

Andri memutar bola matanya mendengar tanggapan Zelda. Dia menyeringai setelah ide jahil terbesit dalam benaknya. Tanpa aba-aba dia membalikkan tubuh Zelda yang masih setia memeluk guling. Seringaiannya semakin lebar saat melihat Zelda bergeming atas tindakan lancangnya. Dengan gerakan cepat dia merebahkan diri di depan tubuh Zelda dan menarik paksa guling tersebut serta melemparkannya.

"Andri!" hardik Zelda saat pelukannya pada guling terlepas. Dia menatap horor laki-laki yang kini mendekapnya sambil menyeringai.

"Daripada memeluk guling itu yang jelas-jelas tidak memberikanmu kehangatan, mending peluk aku saja. Aku berlipat-lipat lebih bisa memberi tubuhmu kehangatan sehingga membuat tidurmu semakin nyenyak dan nyaman." Andri mengeratkan dekapannya pada tubuh Zelda.

"Andri, lepas!" Zelda meronta agar tubuhnya bisa terlepas dari dekapan sahabat sekaligus partner-nya berbagi kehangatan.

Bukannya mengindahkan keinginan Zelda, Andri malah semakin erat mendekap tubuh sang sahabat. "Akan kulepaskan, jika kamu mau aku ajak ke dokter untuk memeriksakan benihku yang telah berkembang di sini," ujar Andri sambil mengelus perut rata Zelda dari luar pakaiannya dengan sebelah tangannya.

Zelda berhenti meronta setelah mendengar ucapan Andri. Kini dia mengamati mata teduh di depannya yang tengah menatapnya. "An, apakah jalan yang kita ambil ini benar? Apakah hanya ini jalan satu-satunya untuk kita lepas dari permintaan kolot orang tua masing-masing?" tanya Zelda saat menelaah tindakannya bersama Andri.

Andri melepaskan dekapannya dan mengubah posisi berbaringnya menjadi telentang. Dia mengembuskan napas sebelum menjawab pertanyaan Zelda yang juga menjadi tanda tanya dalam benaknya. "Zel, ditanyakan ke mana dan kepada siapa pun, pasti tindakan kita tidak ada benar-benarnya. Membuatmu harus mengandung benihku dulu baru kita menikah, itu sangat tidak dibenarkan oleh siapa pun. Jujur, aku sudah kehabisan akal dan cara untuk menghadapi orang tuaku yang tetap memaksakan kehendaknya padaku. Aku yakin kamu juga seperti itu, mungkin lebih dari yang kualami dan rasakan, mengingat perangai ibu tirimu."

Zelda mengikuti gerakan Andri yang telentang. Dia memejamkan matanya saat Andri membawa keberadaan ibu tirinya. "Benar juga katamu, An. Aku diperlakukan layaknya boneka di rumah itu. Argumenku sedikit pun tidak pernah dipedulikan oleh mereka, terlebih Papaku. Semua keputusan yang mereka ambil merupakan titah mutlak untuk aku turuti." Zelda menyusut cairan yang mulai mengganggu sudut matanya.

Andri menoleh saat mendengar suara serak di sampingnya. Dia kembali memosisikan tubuhnya berbaring menyamping. Dengan lembut dia menarik tubuh Zelda agar kembali berhadapan. "Sudah, jangan diteruskan. Yang terpenting sekarang, dengan keberadaan janin ini di rahimmu, hidup kita akan berubah," Andri menenangkan sambil ikut menghapus cairan yang telah menetes di sudut mata Zelda.

"An, seandainya tindakan kita ini tetap tidak berhasil, bagaimana?" tanya Zelda menatap lekat laki-laki yang menjadi ayah dari janinnya.

"Kita akan tetap menikah, Zel. Aku tidak mau anak kita terlahir dengan status orang tuanya hanya sebagai sepasang sahabat. Kamu tidak usah mencemaskan itu, Zel. Meski bukan sepasang kekasih, tapi kita tetap harus menjadi pasangan suami istri untuk masa depan janin ini. Oleh karena itu, sebaiknya kita segera ke dokter untuk memastikan keadaan calon anakku ini. Ayo, bangun." Andri menarik tangan Zelda agar mengikutinya bangun.

"Kita harus persiapkan diri untuk kemungkinan terburuk atas tindakan ini dari orang tua masing-masing," ujar Zelda setelah duduk mengikuti Andri.

Andri mengernyit. "Contohnya?" tanya Andri dan menahan tangan Zelda yang ingin menuruni ranjang.

Zelda mengecup sudut bibir Andri. "Pengusiran dan dicoret dari daftar keluarga masing-masing," jawabnya sambil tertawa sumbang.

Andri menimpali tawa sumbang Zelda. "Semoga saja tidak sampai sejauh itu," balasnya sambil mengecup balik bibir Zelda. Andri mengangkat Zelda dan mendudukkannya di pangkuannya. "Rasanya sekarang aku ingin menunda mengajakmu ke dokter," bisik Andri sambil mengecup bawah telinga Zelda.

Zelda menyeringai dan ingin membalas tindakan usil Andri yang tadi dilakukan padanya, apalagi saat merasakan suatu benda telah mengeras di bawahnya. Dengan sekali sentakan Zelda mendorong dada Andri sehingga membuatnya kembali berbaring. Dia secepatnya turun dari pangkuan Andri dan ranjang.

"Ayo, kita ke rumah sakit sekarang. Sekalian nanti mencari menu makan siang, perutku sudah lapar," ujar Zelda sambil menahan tawa saat melihat reaksi wajah kecewa Andri yang tidak bisa menyalurkan hasratnya.

TBC

19 April 2018

Repost 10 Juli 2018

Azuretanaya

Not Just An EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang