Bab 1

5.1K 191 9
                                    

Semilir angin menerpa kerudung panjang berwarna Putih, milik seorang gadis cantik. Berkulit kuning langsat, mata coklat, dan tak lupa bibir dan pipi yang kemerah-merahan. Ia bernama Aisyah. Lebih tepat nya, Aisyah Latifah Hafidzah.

Si penyuka warna biru langit ini, tampak nya sedang menunggu seseorang. Terlihat dari wajah nya, yang menoleh kesana kemari. Senyum nya mengembang saat melihat saat melihat laki laki keluar dari mobil nya.

Laki laki itu, bertubuh tinggi, berkulit putih, mata coklat berbinar, dan alis yang sangat tebal.

"Assalamu'alaikum Bang," ucap nya, sambil mencium tangan laki laki itu. Namanya Raka, atau lebih lengkap nya Muhammad Raka.

"Wa'alaikumussalam." Baru saja Raka ingin mulai berbicara kembali, terdengar suara adik nya sudah mendahuluinya.

"Abang kok lama sih? Aisyah udah nunggu hampir setengah jam," ucap nya lesu.

Raka tersenyum sebentar, "maaf dek, bunda tadi maag nya kambuh. Jadi abang suapin sekalian kasih obat dulu," jelas Raka sambil mengusap kepala Aisyah.

Aisyah terkejut dengan penjelasan abang nya barusan. "Abang kok gak bilang dari tadi sih, ayo kita pulang bang. Kasihan bunda."

Aisyah pergi mendahului Raka, sementara Raka hanya celingukan seperti kehilangan sesuatu. Merasakan sesuatu yang kurang, Aisyah berbalik badan.

"ABANG AYOK, AISYAH KHAWATIR SAMA BUNDA."

Mendengar itu Raka segera pergi menyusul adik nya.

Adek gue cerewet banget, ampun.

Mungkin itu gumam nya dalam hati.

Hening menyelimuti mereka. Sama sekali tak ada percakapan, semua nya sibuk dengan pikiran nya masing-masing. Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan rata-rata. Semua nya tenang tenang saja. Hingga akhir nya.

Rem mendadak terpaksa dilayangkan oleh Raka. Akibat motor ninja berwarna merah menyalip mobil mereka berdua dengan kecepatan tinggi. Akan hal tersebut tentu saja emosi Raka memuncak.

"Astaghfirullah," teriak Aisyah saat Raka menginjak Rem nya secara mendadak.

Raka menggelengkan kepalanya, "emang ya, akhir zaman. Ada aja orang yang ga bisa sabar sama sekali. Padahal keselamatan nya lebih penting. Merasa dunia milik sendiri!"

Aisyah mengusap-usap bahu abang nya, agar emosi nya mereda. Tapi tetap saja, abang nya itu mengoceh sepanjang jalan. Menyebalkan, tapi Aisyah sayang.

"Kamu tuh, lebih baik gausah nyetir mobil. Biar abang anter jemput aja. Daripada kamu belajar nyetir mobil, terus ada orang gila kaya tadi. Abang ga bisa mikir lagi deh," ucap nya sekaligus menutup pintu mobil.

"Ya, emang siapa yang mau belajar nyetir mobil bang? Toh, kalo abang sibuk, masih ada pak Yono. Mending abang tarik napas dulu."

Raka patuh.

"Nah, tahan sampai lebaran." Aisyah langsung lari ke dalam rumah nya, sambil tertawa lepas.

Mendengar perkataan Aisyah, "kamu bikin abang kamu mati? Hah!" Diakhiri dengan kekehan kecil dari mulut nya sambil mengejar Aisyah.

Disinilah, tempat ternyaman bagi Aisyah. Tempat berteduh dan berkeluh kesah, tempat nya melepas bahagia. Aisyah sangat bersyukur, memiliki keluarga yang hangat, penuh dengan kasih sayang.

Setelah Aisyah masuk dan mengucap salam. Cepat-cepat ia mencari sang ibunda. Langsung ia berlari ke kamar bunda tersayang nya.

Namamu Yang Terucap Dalam Doaku. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang