Entah dimana dirimu berada?
Hampa terasa hidupku tanpa dirimu.
Apakah disana kau rindukan aku?
Seperti diriku yang selalu merindukanmu.
Selalu merindukanmu.Penggalan lirik lagu yang dibawakan Ari Lasso tak sengaja ku dengar di radio saat aku memutarnya. Entah mengapa setiap lirik dalam bait lagu itu mengingatkanku padanya, pada sosok yang tiba-tiba hilang tanpa pernah mau berhenti aku kenang.
***
Mengagumimu dalam diam, itu adalah pilihanku.
Malam gelap nan dingin, sang awan terlihat tengah menyelimuti rembulan, sehingga membuat sinarnya hanya bisa ku lihat remang-remang. Gerimis lalu mulai merintik. Malam-malam seperti ini aku lebih senang tidur berselimut sambil memurojaah hafalan daripada kebanyakan anak muda jaman sekarang, yang tak sedikit lebih suka begadang hanya karena hal-hal yang memang tidak begitu penting. Apa manfaatnya? Tak ku temukan juga sampai sekarang apa untungnya. Mungkin menurut mereka memiliki kantung mata itu keren. Tapi, tidak juga, yang ada malah kelihatan lesu dan seram. Entahlah, biarkan saja mereka berkreasi.
Aku menarik buku bersampul cokelat dibawah lipatan-lipatan bajuku dalam lemari, membuka kotak pensilku, mengambil ballpoint warna hitam, berjalan ke arah meja belajar, ku nyalakan lampu belajar, ku duduki kursi didepannya, dan kini aku siap menulis. Ya, aku akan menulis diary ku hari ini, sudah banyak hal yang belum kubagi dengan teman ku yang satu ini. Kepada siapa aku bisa bercerita lebih banyak dari menulis di buku ini? Allah. Iya, Allah adalah tempat berbagi cerita paling indah, semua cerita akan terasa manis jika kita bercerita pada-Nya, walaupun sejatinya cerita itu terlalu pahit dalam hidup kita. Tanpa berceritapun, Allah sudah tahu apa yang terjadi. Karena Dia Maha Mengetahui. Mengetahui segala apapun di seluruh semesta. Apapun, sekecil apapun. Bahkan batu kerikil yang terbawa arus sungai di dalam hutan, Dia tahu. Betapa Megah, bukan?
Saat aku membuka-buka lembaran buku itu, aku membaca sebuah tulisan yang ku tulis beberapa hari lalu yang menyebabkan semua memori itu memutar di kepala ku lagi. Membuatku kembali ingat sesuatu yang sebenarnya sudah tak ingin ku ingat-ingat lagi. Kemudian, sesuatu itu berhasil membuat pikiranku hanya tertuju pada tokoh utamanya.
Hari itu...
Setelah liburan panjang usai UKK (Ujian Kenaikan Kelas), hari itu adalah hari pertama diriku masuk sekolah. Senang, sedih, kecewa bercampur jadi satu dalam perasaan ini. Perasaanku sungguh tak bisa ditafsir. Emosiku terasa naik. Senang, karena hari ini aku kembali bertemu dengan teman-temanku, sudah lama aku merindukan mereka, mereka yang selalu meramaikan hari-hariku dan membuatku melupakan sedihku, serta mereka yang kadang suka bertingkah nyeleneh dan bersikap konyol hanya demi membuat bibirku tersenyum. Senang, karena sebentar lagi penerimaan raport akhir semester, dan aku akan naik ke kelas 8. Sedih dan kecewa, karena hari itu ada sesuatu yang tidak pernah aku inginkan, terjadi tanpa ijin dariku.
Namanya Muhammad Umar, beliau adalah guru agama saat aku kelas 7. Beliau baru menjadi guru bersamaan dengan diriku masuk SMP. Ia tampan dan taqwa. Usianya baru menginjak 22 tahun, terpaut 9 tahun dariku. Ya, masih muda, dan belum menikah.
Aku sungguh tak bisa menjelaskan, apa ini perasaan cinta atau hanya kagum saja. Suaranya merdu menenangkan hati jika ia sedang melantunkan ayat suci. Aku mengagumi itu, dan aku seperti merasakan sesuatu. Ya, apa aku jatuh cinta? Aku sendiri saja tak bisa menjawabnya. Aku tak yakin dengan perasaanku, sebab yang ku kagumi adalah seorang guru, guruku sendiri. Ayolah, ini bukan cerita Wattpad ataupun sinetron. Ketidak yakinan ku bertambah karena memang usia yang terpaut jauh itu. Mungkin kalian menganggapku penyuka om-om? Tapi maaf, Pak Umar jelas tak pantas di panggil om, beliau lebih cocok menjadi kakak kelas ku.
Apa mungkin aku merindukan sosok ayah? TIDAK. Selama ini, ayah selalu ada disampingku, memperhatikan ku, menyayangiku, dan tak pernah sedikitpun mengecewakan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahasa Cinta dalam Doa
Fiksi Remaja(On Going) Aku sangat bersyukur atas segala datang dan perginya dirimu. Karena hal itu membuatku paham bahwa jatuh cinta sebelum waktunya itu ujian. Terimakasih telah datang dan pergi yang menghadirkan luka. Terimakasih telah datang kembali untuk me...