Elina merasa tubuhnya sudah mulai remuk karena keteledoran Chaca yang tak lain sahabat karibnya. Ya tadi Chaca di kantin saat jam istirahat tidak sengaja menumpahkan bakso ke seragam milik Elina. Elina rasanya ingin marah tapi ia menarik lagi kemarahannya karena kasian terhadap Chaca.
Ya seperti itulah Chaca, dia itu berbeda dengan sahabat lainnya, karena dia bisa merasakan sesuatu yang tak dapat dirasakan oleh orang lain. Seperti di katakan Indigo.
Elina sejak tadi memikirkan cowok baru di kelasnya itu, ia merasa ada yang berbeda dengan cowok itu seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Entah itu apa?
Lagi-lagi Elina merasa ragu jika dekat dengan cowok itu, tatapannya sangat berbeda, tapi dia di luar terlihat biasa saja dan terbilang cukup ramah. Tapi siapa tahu di balik keramahannya cowok itu terdapat masa kelam yang sangat mengenaskan ataupun mengerikan.
Elina jadi merinding sendiri jika di pikirkan. Tapi Elina tidak boleh berburuk sangka dulu terhadapnya.
Ruangan yang tidak terlalu luas atau terbilang sederhana, terdapat sejejer rak sepatu di ujung ruangan, lemari coklat yang menambah kesan indahnya ruangan, berbagai bingkai foto yang sengaja di pasang di dinding terlihat hidup, sofa kecil yang terletak di ujung kanan, serta tambahan pewangi ruangan yang keluar sekitar 30 menit untuk menghirupnya.
Elina ingin tidur, tapi dia tidak sama sekali mengantuk bersusah payah ia menutup matanya tapi sial ia tidak bisa menutup matanya hingga terpejam.
Akhirnya dia bisa tertidur pulas dengan paksaannya sendiri.
PRRRAANG
Suara itu mengangetkan Elina hingga terbangun, ia penasaran apa yang pecah, mungkin itu suara piring yang jatuh hingga pecah. Elina bangkit dari ranjangnya dan menuju ke dapur untuk memeriksanya. Tapi sesaat di dapur kening Elina mengkerut heran pasalnya ia tak menemukan kepingan piring pecah tersebut, matanya terahlikan di bingkai foto dekat ruang tamu itu ternyata pecah berkeping-keping, foto itu memperlihatkan senyuman manisnya dengan Chaca sahabatnya. Elina merasa ini sebuah firasat atau feeling ia khawatir dengan Chaca jadi ia putuskan untuk menelponnya.
Elina mengambil ponsel di saku celananya dan langsung menghubungi Chaca.
Dit...ditt....ditttt
Tak ada jawaban sama sekali, dan itu membuat seorang Elina sangat khawatir, dan ia pun takut sendiri karena ke dua orang tuanya pergi ke luar kota, bibinya izin ke kampung halamannya karena keponakannya meninggal dunia kalau abangnya Dicky dia mnginap di kos san karena letak kuliahya terbilang cukup jauh jadi abangya hanya mengunjugi rumah pada hari libur doank ya kadang-kadang juga.
Elina mencoba menghubungi nomor Chaca, berharap orang di ujung sana menjawab panggilannya.
"Ya, halo Elina ada apa nelpon aku" tanya Chaca di sebrang sana.
"Cha, lo baik-baik aja kan" tanya Elina dengan nada khawatir.
"Iya Lin aku baik-baik aja kok, tapi kenapa kamu tiba-tiba khawatir gitu sama aku" tanya Chaca di telpon.
Elina bersyukur lega karena tidak terjadi hal buruk yang menimpa sahabatnya, dipikir-pikir lagi Elina baru mendapat peringatan seperti ini, sebelumnya Elina tidak pernah mendapat peringatan seperti ini, ia merasa ada seseorang yang sedang mengawasinya.
Tapi siapa!
"Lin halo, kamu kenapa jadi diem kayak gitu" ucap Chaca yang masih tersambung dengan telpon.
Elina segera membuyarkan lamunanya, bisa gawat kalo Chaca bisa membaca pikirannya.
Tapi itu kan di telpon, emang bisa ya membaca pikiran orang lain di telpon?, ada-ada saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA PSiKOPAT
Детектив / Триллер"Apa yang kau lakukan ...... apa yang kau lakukan mengapa semua ini kau lakukan apa salah sahabat ku, aku bener bener kecewa dengan mu"gumam Elina. "Iya sayang aku melakukan ini semua hanya untukmu aku mencintaimu Elina" ucap pria misterius "Cih! T...