E N A M

47.3K 3.4K 12
                                    

Double up!!! Jangan sampe kelewatan part sebelumnya ya!

Yang suka boleh vote dan commentnya ya😊 jangan jadi silent reader terus hehehe❤

*****

Aku ingin menganggap lalu omongan Mama semalam. Tapi pesan yang dikirimkan oleh Mama setelah itu membuatku mengurungkan niat tersebut. Alhasil karena tidak dapat menahan rasa penasaran, aku menelepon Papa.

"Assalamualaikum, Permata hatinya Papa."

Aku tersenyum begitu mendengar sapaan yang selalu Papa ucapkan ketika kami sedang berbicara di telepon.

"Waalaikumsalam, pria kesayangan Naora," jawabku.

"Hehehe ah bentar lagi paling Papa gak jadi kesayangan Naora lagi."

Tuh kan. Pasti ada sesuatu nih. Papa gak biasa-biasanya bilang begitu.

Papa termasuk orang yang posesif, entah ke aku ataupun ke Mama, Papa sama posesifnya. Tapi lebih parah posesifnya ke aku, berhubung aku suka kluyuran ke mana-mana tanpa dampingan Papa lagi, Papa mulai was-was setiap aku pergi. Aku pergi sama siapa, ke mana, Papa wajib tahu. Menginjak usia kepala tiga pun aku masih punya jam malam. Aku tahu ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang dan perhatian dari Papa, dan aku tidak keberatan akan hal itu. Tapi, sejak kejadian tidak mengenakan tempo hari itu, Papa semakin over protektif dan posesif padaku. Setiap pria yang datang ke rumahku pasti diplototin oleh Papa, bahkan Hera yang padahal Papa tahu adalah seorang wanita jadi-jadian, tetap mendapat tatapan nan tajam setajam pisau saat bertamu pertama kali semenjak kejadian itu.

"Papa kok ngomong gitu sih? Gak ada alasan buat Naora gak jadiin Papa kesayangan Naora lagi," jawabku yang diiringi dengan tawa khas Papa.

"Enggak, soalnya Papa ngerasa ada yang mau ambil kamu dari Papa."

"Pap," panggilku.

"Ya, sayang?"

"Siapa yang kemarin ke rumah?" tanyaku to the point.

"Loh kok kamu udah tahu? Mama nih pasti yang ngasih tahu, ya kan? Yah Mama gak asik nih ngeduluin Papa."

Mau tidak mau aku tertawa ketika mendengar nada Papa yang seakan merajuk.

"Iya kemarin Mama bilang kalau ada laki-laki yang ke rumah, bawa kuitansi kata Mama," sahutku.

"Hahaha iya! Papa gak habis pikir kalau ada laki-laki yang mau ngelamar pakai kuitansi bayar rumah! Hahaha."

Aku terdiam. Tuh kan. Jadi omongan Mama kemarin bukan guyonan belaka?

"Pap, jadi bener ada yang ngelamar aku?" tanyaku dengan nada ketidakpercayaan yang begitu tinggi. "Siapa Pap? Aku kan belum ada calon," lanjutku.

"Ah kamu bisa aja bohong sama Papa, wong dia bilang kalo dia itu calon kamu kok!"

Wait-wait...

"Pap, kayaknya Papa dibohongin deh, sumpah aku gak ada pacar apalagi calon suami!" ucapku sedikit menjerit. Bingung bagaimana menjelaskan lagi kalau aku sangat sendiri saat ini.

Di ujung sana Papa hanya membalas kata-kataku dengan tawanya. Seperti tidak memedulikan kemungkinan bahwa Papa bisa saja dibohongi oleh seseorang. Kalo benar ini penipuan, sumpah orangnya sangat kreatif sekaligus ngeselin! Ngapain sih sok-sok nipu pakai nyamar jadi calonnya orang lain?

"Dia bilang kalo kamu pasti akan bilang begitu, makanya dia nanti mau dateng lagi pas kamu pulang dari Korea, sekalian mau meluruskan salah paham yang jadi muncul karena hal ini," jelas Papa.

The Beginning In Our ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang