TAMU TAK DI UNDANG (Sudah Revisi)

19.3K 908 15
                                    

Awal yang tidak terlalu buruk untuk memulai sebuah hubungan. Walaupun terlambat , namun perlahan ia mulai menyadarinya. Perasaan yang selama ini tak pernah ia rasakan lagi semenjak ibunya meninggalkannya. Perasaan cinta dan kasih sayang yang teramat manis hingga ia terbuai olehnya.

Tentu tak mudah baginya untuk mengakui rasa cinta. Apalagi ia seorang wanita yang memang ditakdirkan untuk menunggu, bukan untuk mengungkapkan. Baginya, semua itu tak adil. Mengapa hanya lelaki saja yang boleh mengungkapkan? Mengapa wanita tidak? Toh, kalau saling mencintai semua akan terasa lebih baik.

Azril menyesap kopinya. Di ambilnya koran dan di bacanya. Sesekali ia mengernyitkan dahi. Azka datang membawa sepiring pisang goreng dan duduk di samping suaminya. Sesekali ia tersenyum menatap Azril yang sedang serius membaca.

“Ngapain kamu liatin aku kayak gitu?” tanya Azril. Ia merasa gerogi saat di tatap Azka.

“Aku ngerasa aneh aja. Dulu kita nikah karena terpaksa. Dan sekarang...”

“Aku nggak terpaksa sama sekali. Kamu nggak inget dulu aku pernah janji bakal jaga kamu sampai kapanpun?” ucap Azril. Seketika Azka langsung mengernyit keheranan.

“Lupa sama aku?” tanya Azril. Azka semakin keheranan.

“Hasna...” panggil Azril.

“Ha?” saat ini otak Azka sedang susah di ajak kerja sama.

“Duh! Punya istri cantik tapi lemot!” ejek Azril. Azka menampilkan wajah sebalnya. Di saat seperti ini, Azril masih sempat saja mengejek.

“Ariq cinta hasna,” ucap Azril. Mata Azka membulat sempurna.

“Da… dari mana kamu tahu nama itu?” Mata Azka mengabur. Ada kilatan kesedihan di sana.

“Eh, kenapa nangis?” tanya Azril sambil memegang wajah Azka.

“Ariq...” Setetes air mata Azka  jatuh dengan angkuhnya.

“Iya, aku di sini,” jawab Azril. Azka mendongak pada Azril. Ia terkejut mendengar apa yang baru Azril ucapkan.

“Aku, Azril Rahandika Al-Fariq mencintaimu, wahai Azka Nurul Hasna,” ucap Azril dengan jelas.

“Al-Fariq?” Azka membeo. Azril tersenyum penuh arti.

“Kak Ariq? Kamu Kak Ariq?” Mata Azka mulai berbinar memancarkan harapan. Azril mengangguk pasti. Azka mengembuskan napas pelan. Ia merasa seakan beban di tubuhnya telah terangkat. Ia tak tahu apa yang ia rasakan, namun yang pasti, ada rasa kebahagiaan di hatinya.

“Maaf,” Azka menundukkan kepalanya.

“Kenapa minta maaf?” tanya Azril bingung.

“Maaf, dulu aku cuek sama Kakak. Aku bodoh banget,” rutuk Azka pada dirinya sendiri”.

“Eh, kamu nggak bodoh. Cuma blo'on aja.” kata Azril. Azka merengut kesal,  memanyunkan bibirnya. Berharap di puji, eh malah di caci.

Azril tertawa geli. Ia memang sangat gemar menggoda Azka. Azril langsung merengkuh tubuh Azka dalam dekapannya. Lelaki itu mencoba memberikan ketenangan.

Azka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang