EPILOG (Sudah Revisi)

18.9K 832 9
                                    

Keluarga. Dulu kata itu terdengar menggelikan di telingaku. Dahulu aku sangat benci dengan kata ”keluarga”, tapi sekarang keluargaku adalah segalanya. Keluarga adalah tempatku mencurahkan segala keluh kesahku, tempat mencurahkan kasih sayang, tempat untuk berbagi, dan tempat untuk saling memahami.

Ketika melihat ke belakang, terkadang aku sering tertawa. Sungguh menggelikan sekali mengingat dahulu aku pernah membenci Azril. Namun dengan segala tingkah laku dan kesabarannya, ia mampu memikatku, membuatku jatuh dalam perasaan yang tak mampu ku atasi. Semakin lama rasa itu berubah menjadi lebih parah. Rasa ingin cinta, sayang, dan ingin memiliki.

Kata orang, sebagai pasangan, kita tak boleh egois. Tapi izinkan aku untuk berlaku egois kali ini. Karena Azril hanyalah milikku seorang.

Lima tahun telah berlalu sejak kejadian itu. Hingga kini, aku tak bisa melupakannya, karena aku memang tak ingin melupakannya. Aku baru menyadari, bahwa disitulah titik lemahku, yaitu aku tak mampu kehilangan Azril.

🐥🐥🐥

“Rasya! Kalau nonton tv jangan deket-deket, Nak!” Azril menyampirkan jasnya di sofa. Ia duduk di samping Rasya, anaknya.

“Ayah, tadi di sekolah, aku dapet nilai A!” seru Rasya. Ia lalu mengambil tasnya dan menujukkan lembar kerja siswanya.

“Wah, anak ayah pinter! Semoga kamu sukses dunia dan akhirat, Nak!” Azril mengelus puncak kepala Rasya.

🐥🐥🐥

Wajahnya tampak sangat kelelahan selepas pulang kerja. Namun ia masih menyempatkan untuk menyapa buah hati kami yang sedang menonton siaran televisi. Ya, Muhammad Rasya Al - Fariq. Dia adalah buah hati pertama kami. Umurnya baru menginjak 4 tahun. Namun, cara berpikirnya sudah melebihi umurnya.

Terkadang aku merasa kasihan melihat Azril harus pulang hingga larut malam. Mengingat pekerjaanya sebagai dokter spesialis bedah dengan jam terbang yang sangat tinggi. Pasti sangat lelah jika setiap hari harus berkutat dengan pisau bedah dan perlatan medis lain.

“Sayang, kamu lagi ngapain?” Azril berjalan mendekati Azka. Ia mengambil duduk di ujung kasur.

“Aku lagi ngecek pertumbuhan Rasya,” jawab Azka. Azril mengangguk paham. Ia kemudiam berbaring di sebelah Azka.

“Tadi Airin habis lahiran. Anaknya perempuan,” ucap Azril.

“Wah, alhamdulillah. Akhirnya mereka nysul kita juga.” Azka memiringkan tubuhnya menghadap Azril.

“Kamu nggak mau nyusul mereka juga?” tanya Azril.

“Hah?” Azka mengerutkan keningnya.

“Bikin Azril junior lagi, yuk! Kita nyusul Arkan sama Airin. Gimana?” Azril mengerlingkan matanya menggoda Azka.

Aku tak habis pikir, selama lima tahun terakhir, hobi suami ku tak pernah berganti, yaitu menggodaku. Walaupun receh, namun gombalannya tetap saja membuat jantungku berdebar.

Aku sangat bersyukur pada Allah. Selama lima tahun ini, banyak sekali cobaan dan masalah yang mampu menggoyangkan pernikahan kami. Namun, sejak peristiwa itu, kami sudah bertekad untuk tetap saling percaya satu sama lain. Karena itulah kunci sukses dalam menjalin hubungan.

Azka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang