21+. Beberapa part diprivate, follow untuk bisa baca. Sequel dari Ready for Marriage tentang kehidupan Derrel dan Andriana pasca menikah.
Bagaimana rasanya menjadi straight seutuhnya? Ketika kau menegang saat melihat perempuan berbusana minim tanpa...
Baru sempet update lagi. Sampai nanti dan besok, aku nggak update dulu ya. Kakakku yg nomer dua mau dateng dari Cirebon dan aku mau belajar juga, besok ada test. Hari Minggu seharian aku juga nggak bisa update karena seperti biasa kuliah dan my hubby juga mau pulang.. horeee... :D
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ini salah satu cara simple buat nyemangatin diri sendiri, biar semangat belajar, jangan main wattpad mulu hahaha.. coret-coret aja biar refresh dan naikin mood.. Ada yg mau nyemangatin author juga? wkwkwk..
Oya part kemarin cukup menguras emosi ya. Pembaca banyak yang comment nangis, sedih, baper dll.. Banjir air mata di part sebelumnya. Ternyata banyak pembaca yang pernah mengalami apa yang Andriana alami. Author cuma bisa mendoakan semoga akan ada kemudahan setelah kesulitan. Tetap semangat dan yakin Allah selalu tahu apa yang terbaik untuk kita. Semoga part ini bisa membantu menguatkan dan menghilangkan sedikit rasa sedih yang pernah kalian rasakan karena kehilangan.
Andriana's POV
Rasanya bahagia melihat anak yang dulu pertama kali aku lihat baru bisa pup dan pipis serta lebih banyak tertidur, sekarang tampak begitu aktif dan tengah antusias-antusiasnya berjalan kesana kemari. Kadang ia setengah berlari mencoba mengejar bola yang dimainkan Derrel. Melihat keakrabannya dan Derrel, aku kembali berharap akan hadirnya buah hati suatu saat nanti. Dua bulan berlalu pasca kepergian Cahaya, dan jejak luka itu masih bisa ditemukan di setiap sudut hatiku. Bukan aku tak mau menerima semua, bahkan sampai saat ini aku masih belajar untuk benar-benar ikhlas dan melepas semua kesedihan, hanya saja melihat bayi atau anak-anak yang begitu polos dan lucu, luka itu seolah kembali menganga, menyeruak begitu saja di setiap celah hatiku.
Aldefan melempar bola ke arah Derrel dan sekarang Bintang bingung hendak melangkah ke arah ayahnya atau omnya. Aku dan Rayya yang duduk di gazebo taman sebelah rumah Rayya tertawa melihat tingkah lucu Bintang.
Mataku menerawang, menyaksikan hangatnya kedekatan Bintang dan Derrel. Sekejap melintas imajinasi di benak bahwa suatu saat aku pun bisa melihat kehangatan hubungan antara ayah dan anak yang begitu indah. Entah kapan waktunya hari itu akan tiba. Hari di mana rumahtanggaku dan Derrel menjadi semakin lengkap dengan kehadiran buah hati.
"An, ayo sambil dimakan cemilannya."
Ucapan Rayya membuyarkan lamunanku.
"Iya Ray. Makasih..."
"Ada yang dipikirin? Kamu kelihatan agak murung?"
Aku menggeleng dan mencoba tetap tersenyum di depan Rayya.
"Jangan bohong An. Kita sama-sama perempuan, perempuan yang pernah hamil dan melahirkan. Aku sepertinya bisa menebak apa yang sedang kamu pikirkan." Rayya mengulas senyum dan mengelus punggung tanganku.
"Aku nggak bisa berbohong di depanmu Ray." Seringaiku.
Rayya tersenyum sekali lagi, "aku kangen An yang menggebu-gebu, yang begitu bersemangat, yang kalau mendengar orang bicara kasar tentangnya atau orang-orang terdekatnya, dia akan segera membungkam orang itu dengan kata-kata tegas dan pedasnya. Aku kangen An yang kalau nggak sependapat dengan sesuatu, dia akan mempertahankan argumennya.. Aku kangen An yang dari luar feminim dan lembut, tapi di dalam dia begitu tegas, kadang galak juga."