Seohyun tampak bingung dengan isi lemari es yang kosong. Perutnya mulai keroncongan tak tertahan. Ia ingin pergi ke supermarket untuk membeli makanan siap saji tapi setelah mengingat isi dompetnya, Seohyun mengurungkan niatnya.
Beli apa dengan sisa uang empat lembar won?
"Tega sekali dia tidak memberitahuku tentang keadaan isi lemari es yang kosong. Hufftt..."
Seohyun memandang ponsel yang tergeletak di atas sofa. Ia tersenyum senang dan meraih ponselnya.
"Ah, bodoh! Aku tidak meminta nomornya kan. Dasar bodoh!" Seohyun mengumpat dirinya sendiri. Dia memang pelupa!
Seohyun melempar kasar ponselnya di atas sofa. Kemudian ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa dengan wajah memberengut, menahan lapar. Seohyun menatap langi-langit ruang tamu. Kenangan-kenangan masa kecilnya bermuncul.
Sedari kecil ia tinggal di panti asuhan. Sekolahnya dibiayai oleh sepasang suami istri sebagai donator tetap di panti itu. Dulu ketika Seohyun berusia sekitar lima tahun ada sepasang suami istri yang hendak mengadopsinya. Namun harabeoji—pemilik panti tidak membolehkan Seohyun pergi dari panti. Harabeoji sangat menyayangi Seohyun dan ia tidak ingin berpisah dengan Seohyun. Ketika usia Seohyun menginjak sembilan tahun, sepasang suami-istri yang sering datang ke panti tidak terlihat lagi dalam waktu yang lama. Akan tetapi, donasi itu masih terus mengalir untuk Seohyun. Harabeoji meninggal saat Seohyun berusia sepuluh tahun. Seohyun sempat marah pada Tuhan karena telah memanggil harabeoji sebelum ia dewasa.
Entah kenapa tiba-tiba ia merasa rindu pada sepasang suami-istri yang sering membelai rambutnya sewaktu kecil dulu juga pada harabeoji yang begitu sayang padanya. Seohyun tiba-tiba menjadi melankolis.
"Kalau saja orangtuaku itu masih ada... aku tidak akan seperti ini. Menumpang di apartemen orang lain, kelaparan, ketakutan. Bahkan jika aku matipun tidak akan ada yang peduli padaku." air mata Seohyun turun begitu saja.
Bel apartemen berbunyi.
Seohyun mengusap air mata di pipinya dengan punggung tangan. Ia segera bangkit dari sofa dan membuka pintu apartemen dengan semangat. Seohyun berharap yang datang adalah Chanyeol dan lelaki itu membawa banyak makanan untuk dirinya.
Ketika pintu terbuka, benar saja tebakan Seohyun yang datang adalah Chanyeol. Wajah Seohyun berbinar. Tunggu... siapa lelaki berkacamata di sebelah Chanyeol itu?
Sehun mengulas senyum termanisnya. Seohyun membalas dengan ragu dan kikuk.
Chanyeol membawa beberapa kantong plastik. Bola mata Chnayeol memandangi Seohyun dari atas ke bawah. "Kau belum mandi?" tanya Chanyeol mengangkat sebelah alisnya.
"Aku... sudah mandi. Hanya saja aku malas mengganti pakaianku ini." ujar Seohyun kikuk. Ia memang sudah mandi tapi Seohyun tidak mengganti baju tidurnya. Ini salah satu tindakan penghematan untuk mencuci.
Chanyeol melangkah masuk disusul Sehun. Chanyeol duduk dengan kaki kanan di atas kaki kirinya. Chanyeol bisa melihat raut wajah Seohyun yang sedih namun ketika melihat ia datang wajah Seohyun berubah berbinar seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru.
Sehun berdiri di samping Seohyun.
"Aku, Oh Sehun. Teman Chanyeol." Sehun menjulurkan tangannya.
"Panggil saja aku Seohyun." Seohyun membalas uluran tangan Sehun. Ia mengulas senyum. Sehun membalas senyumnya. Lalu Sehun duduk di samping Chanyeol.
"Tadi sebelum membuka pintu kau mengintip di lubang pengintipan kan?" tanya Chanyeol. Ia mengangkat tangannya di atas sandaran sofa. Layaknya seorang bos.
"Tidak." sahut Seohyun polos.
"Kau ini ceroboh sekali! Aku sudah memperingatkanmu untuk mengintip ke lubang pengintipan sebelum membuka pintu." sewot Chanyeol. Wajah Sehun mengeras. Ia tampak tidak sabar.
"Kau ini cerewet ya!" tukasnya kesal.
Chanyeol membelalak mendengar ucapan Seohyun. "Aku tidak cerewet, Seohyun ssi" balas Chanyeol sengit. "Ah, sudahlah. Kau belum makan kan, aku bawa tteokbokki dan ramyun." kata Chanyeol mencoba setenang dan seramah mungkin. Mendengar nama tteokbokki dan ramyun membuat Seohyun melunak meskipun wajahnya tetap mengeras.
Sehun hanya terdiam melihat Chanyeol dan Seohyun saling serang. Ia bingung harus membela siapa di antara keduanya. Dan syukurlah, Chanyeol bisa menahan diri begitu juga Seohyun yang langsung terdiam.
Seohyun membawa kantong plastik itu, ia akan memasaknya. Tentu saja, perutnya sudah keroncongan sedari tadi.
"Kasihan sekali dia," ucap Sehun dengan ekspresi simpati alami ketika Seohyun sudah menghilang ke dapur.
"Kasihan kenapa?" tanya Chanyeol.
"Coba kau lihat, hidungnya diperban seperti itu. Pasti itu sangat menyiksanya. Penderitaannya benar-benar lengkap. Yatim piatu, dipecat dari pekerjaan, tidak punya tempat tinggal dan hidungnya bengkok." Sehun tampak benar-benar membayangkan keadaan Seohyun. Ia seolah merasakan apa yang Seohyun rasakan.
"Ya, maka dari itu, aku mengajaknya untuk tinggal di apartemenku sementara." kata Chanyeol santai.
"Itu tidak cukup." ujar Sehun seolah tidak terima.
"Aku juga bertanggung jawab sampai hidung Seohyun sembuh lho."
"Itu juga tidak cukup, Park Chanyeol. Kau harus memberinya pekerjaan karena yang dia butuhkan adalah pekerjaan untuk menyambung hidupnya. Kau mau melihatnya terlunta-lunta di jalanan setelah hidungnya sembuh?" Salah satu keahlian Oh Sehun adalah memberi solusi yang terbaik untuk setiap masalah yang melanda orang lain, Seperti masalah Seohyun.
"Kau ini calon presdir, masa kau tidak bisa memberinya pekerjaan. Kau berkuasa di perusahaan ayahmu, Park Chanyeol."
Ide bagus! Chanyeol tampak berpikir serius untuk memberikan pekerjaan pada Seohyun. Ya, setidaknya jika Seohyun mendapatkan pekerjaan wanita itu tidak perlu tinggal di apartemennya kan.
Tapi bagaimana? Chanyeol belum menjadi presdir.
***
VOTE DAN KOMENTARNYA YA JANGAN LUPA ^^