5

1K 66 3
                                    

Airin mendapat telepon dari Ibunya bahwa ayahnya berada di kantor polisi. Sang ayah sudah satu hari mendekam di polsek karena kemarin sore menabrak seseorang saat pulang mengantar putri bungsunya les. Orang yang tertabrak terluka parah dan masuk ICU, hingga sekarang keadaannya masih kritis. Saudara lelaki yang di tabraknya menuntut hukuman berat pada ayah Airin. Bahkan katanya jika sampai saudaranya itu tak bisa selamat, ia meminta hukuman mati bagi penabraknya.

Seketika tubuh Airin lemas dan ia pingasn di halaman kampus. Saat ia siuman di klinik kampus, ia langsung meluncur pergi tak menghiraukan Randi yang mengejarnya, ia bahkan tak cerita apapun pada pacarnya. Ia langsung pulang ke kost dan berkemas untuk pulang ke kampung halamannya.

Sore hari ia sudah sampai di rumah, memeluk ibunya yang ketakutan. Airin menjenguk ayahnya di polsek, ia meminta ayahnya menceritakan hal yang sesuangguhnya terjadi. Kata ayahnya, lelaki itu tiba-tiba saja datang saat motor ayahnya meluncur, jalanan memang sepi saat itu jadi tak ada saksi.

Tapi saudara lelaki yang tertabrak itu tak mau mendengar alasan apapun. Katanya ayah Airin hendak melarikan diri kalau dirinya tak segera datang, tapi Airin tahu ayahnya tak bohong. Pasti pria itu yang berbohong. Ayahnya tak mungkin melarikan diri, ayahnya adalah orang yang sangat bertanggung jawab. Akhirnya Airin mendatangi rumah sakit tempat orang itu di rawat, yaitu rumah sakit Ngesti Waluyo Temanggung.

Airin melihat pasien yang baru saja melewati masa kritisnya itu, memang ia terluka cukup parah. Airin berbicara dengan saudaranya itu, tapi tetap tak membuahkan hasil. Ia berjalan lunglai meninggalkan rumah sakit. Sebelum sampai di pintu keluar seseorang memanggilnya dan orang itu ternyata saudara oria yang tertabrak itu.

"Aku bisa saja berubah pikiran jika kamu mau bernegosiasi!" tawar orang itu.

"Negosiasi soal apa?" tanya Airin, matanya mulai berbinar. Ada setitik harapan yang muncul untuk bisa membebaskan ayahnya.

Pria itu tak menyahut, ia membawa Airin ke suatu tempat. Ke sebuah rumah makan, mereka berjalan ke meja paling pojok. Ada seorang pria paruh baya yang duduk di sana, setelah semakin dekat Airin mulai mengenali pria itu.

Om Mahardika!

Papanya Randi.

Jantung Airin berdegup lebih kencang, darahnya mulai mendesir panas. Kini ia duduk berhadapan dengan pria baruh baya itu. Dan apa maksud semua ini?

"Aku sudah memperingatimu secara halus, tapi kau menganggap itu hanya sebagai gertakan. Jadi sekarang salahkanlah dirimu atas apa yang terjadi pada ayahmu!" seru orang itu dengan suara tenang tapi mengancam.

"Jadi...., semua itu....!"

"Kecelakaan itu memang sebuah sabotase, tapi itu kecelakaan sungguhan. Dan dia...!" tunjuk Mahardika pada pria yang berdiri di dekat keduanya,

"akan tetap pada pendiriannya, kecuali....jika kau meninggalkan Randi maka dia bisa mencabut tuntutannya pada ayahmu!"

"Kenapa anda melibatkan orangtua saya?"

"Jangan tanya kenapa, aku sudah memberimu kesempatan sebelum ini. Apakah sekarang kau mau meinggalkan putraku, karena dia hanya akan menikah dengan wanita pilihan kami yang pasti lebih pantas bersamanya!"

Airin terdiam,

"Jika kau masih keras kepala, jangan salahkan orang lain dengan apa yang akan terjadi nanti. Aku bisa saja membuat pasien itu mati, entah pura-pura mati atau benar-benar mati. Dan saudaranya akan meuntut hukuman mati pada ayahmu. Kalau pun pengadilan tak bisa memberikan itu, aku bisa memberikan hukuman mati pada ayahmu di dalam penjara. Kau pasti sudah tahu bahwa di dalam penjara itu sangat brutal!" Mahardika menjelaskan hal itu dengan tatapan keseriusan.

Airin : Kau Dan kenanganmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang