Malika menghampiri kedua sahabatnya, Susi dan Anna, yang tengah tiduran di ruang UKS. Segera cewek manis berambut panjang dan berponi tersebut menyapa mereka dengan tatapan heran.
"Pada kenapa sih kok lemes? Aku tahu kok kalo kalian tuh lagi nggak sakit," ujarnya.
Anna dan Susi tak segera menjawab. Mereka bangkit, lalu berpandangan sesaat, kemudian kembali merebahkan tubuhnya dengan malas-malasan.
"Kenapa sih tiap kali habis latihan basket bukannya tambah semangat, eh, malah jadi loyo? Bukannya kalian sendiri yang bilang kalo di klub basket tuh ada makhluk yang tampannya luar biasa, yang bisa kalian anggap sebagai oase di tengah padang pasir yang gersang, yang bisa membuat hidup kalian senantiasa bersemangat?" Malika berujar dengan gaya dramatis. "Lah, kalo kayak gini mending gak usah gabung sama klub basket aja kenapa? Buang-buang waktu tau," cewek itu duduk di samping mereka.
"Semua sia-sia, Ka. Usaha kami nggak membuahkan hasil," Anna membuka suara. Malika mengangkat alis. "Maksudnya?"
Kedua sahabatnya itu kembali bangkit, menarik nafas panjang, hampir bersamaan.
"Kamu 'kan tahu, Ka. Tujuan kami ikut klub basket 'kan untuk mendekati si Moreno itu. Tapi, ya ampun, tuh anak belagu banget. Sombongnya selangit. Ia ibarat bongkahan es dari kutub utara yang tak terjamah oleh manusia. Jarang senyum, jarang ketawa, jarang ngomong. Sekali ngomong, eh, nyakitin perasaan tau gak?" Anna mulai curhat.
"Iya nih, cakep-cakep tapi juteknya minta ampun," Susi menambahkan.
Malika mendengarkan mereka dengan gaya cuek.
Ya, ia juga udah tahu kok tentang sosok Moreno. Mereka bener. Keponakan pak Kepala Sekolah itu emang gantengnya selangit. Pokoknya, tingkat kegantengannya di atas rata-rata deh. Selain itu, ia juga pinter, pinter banget malahan.
Beberapa kali ia mewakili sekolah untuk mengikuti lomba maupun olimpiade. Dan hasilnya tak pernah mengecewakan. Cuma ya itu tadi, dia punya masalah dengan attitude. Anaknya belagu, sombong dan gak pernah bisa ramah dengan orang lain.
Tapi meskipun begitu, tetap aja tuh seabrek cewek-cewek yang rela jatuh bangun untuk ngejar-ngejar cintanya. Banyak yang mengatakan bahwa memperjuangkan cinta Moreno serasa ikut lomba lari marathon 100 km.
Wuih, kesannya sih jadi kayak sebuah tantangan besar gitu!
"Udah deh, nggak usah ngejar-ngejar dia kenapa sih? Dia 'kan udah punya banyak penggemar. Pastinya, saingan kalian tambah banyak," ucap Malika kemudian.
Anna dan Susi berpandangan.
"Wah, nggak bisa gitu dong, Ka."
"Gak bisa gimana?" Malika mengangkat alis.
"Biarpun Moreno jutek, tetep aja ia cakep. Tetap aja ia nyenengin. Nyenengin untuk dilihat, nyenengin untuk di deketin, dan nyenengin juga untuk di kejar-kejar. Pokoknya kami tidak akan menyerah sampai titik darah penghabisan, Ka. Cowok itu emang pantes untuk diperjuangkan."
Malika melongo melihat tingkah kedua temannya.
"Kalian ini gimana sih? Katanya nyebelin, kok masih aja dikejar-kejar? Heran deh."
Anna dan Susi nyengir.
"Habisnya, tuh cowok bener-bener keren sih." Susi menambahkan. Malika hanya mencibir.
"Sinting deh," gerutunya.
"Tapi, tetep aja dia harus dikasih pelajaran."
"Siapa?"
"Ya Moreno-lah. Siapa lagi?" Anna menatap Malika dengan yakin.
"Maksudnya?" Malika hanya bengong. Sementara Anna dan Susi saling berpandangan dengan yakin. Jelas, ada sesuatu yang mereka rencanakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewi Cinta
Teen FictionOkeeeiiii, Moreno memang belagu 'en sombong. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa cowok itu adalah cowok paling populer di sekolah. Dia tampan, dia pintar, dia jago olah raga, dia ... mahir di semua hal. Beberapa kali dia berhasil membawa tim basketnya me...