Awal dari sebuah cerita

103 16 12
                                    

    Cahaya yang  silau menyinari seluruh sudut ruangan membuat  mataku tidak bisa menangkap dan mengenali titik keberadaan cahaya tersebut. Kepalaku menunduk jemariku mengahalangi cahaya yang menyoroti ke arah mataku.

Dengan penuh penasaran aku mengikuti cahaya tersebut perlahan-lahan aku temui sebuah bangunan isatana putih bersih yang menjulang tinggi ke atas, banyak pepohonan hijau dan rindang,  ada juga aliran sungai yang mengalir begitu damai.
Tempat yang begitu asing dan tak ada satu orangpun yang ku kenal.

"Tempat apa ini.....?Indah sekali"

Tiba-tiba teriakan seorang ibu memanggil namaku dengan lantang.

"Amanda............. Amanda Adhelia Tihani...... Bangunn... Nak bangun......"

Mataku remang-remang melihat sinar matahari yang begitu terang menyinari celah-celah ventilasi udara kamarku.
Aroma pagi hari begitu tercium udara yang masih segar membuatku semangat untuk bangkit dari surgaku tidak lain dari kasur yang berukuran 180×200 lumayan besar dan membuatku leluasa untuk bergerak dengan berbagai macam gaya tidurku, sprei berkarakter Frozen berwarna biru ini membuatku nyaman, seakan akan aku tidur bersama Ana Elsa dan si Olaf ucul huhu.

Aku suka sekali dengan Frozen sejak kelas VII SMP dan aku mengoleksi berbagai macam barang ucul berkarakter Frozen salah satu nya aku mendapatkan kado ulang tahunku di usia 15 tahun dari mantan SMPku selimut Frozen untuk menemani tidur indahku di pondok nanti.
Dan boneka Ana Frozen yang dia belikan di saat hari Ulang Tahunku di usia 14 tahun dia membeli nya di Eloz Plaza.
Uuups melenceng dengan Flashback.

"Iyaaa.. Bu. Aku sudah Bangun"

Aku bangun pada pagi hari ini pukul 09:00 cukup siang bagiku, aku sedang haid jadi aku bangun siang, karena semalam aku begadang chattingan sepuas hati sampai jemariku pegal, sampai batrei hpku tersisa 1%  yang bertema obrolan panjang -sepanjang masa mengenai perpisahan dengan pacar SMPku.

Kupandangi kalenderku yang berada di samping kanan meja kecilku, sejajar dengan bingkai foto berpicture pipi tembam, rambut kriting, berperut buncit dan kedua tangan berkacak pinggang, haha itu adalah foto kecilku.

Aku terkejut teringat satu hal mengenai hari ini, hari dimana aku harus pergi dan keberangkatanku  ke pondok pesantren baruku, aku menjambak rambutku sendiri memikirkan waktu begitu cepat, aku menarik nafas dengan lambat dan membuangnya dengan cepat huffffffftttttt aku harus siap.

"Arrghhhhhhh semangat Amandaaaaa...... " berteriak menyemangati diri sendiri.

Sekilas aku melamunkan hal yang membuatku sedih karena akan kepergianku hari ini aku harus meninggalkan kedua orang tuaku dan keluargaku, teman-temanku dan dia pacarku.

"Amanda apakah barang-barang mu sudah siap semua?"

Ibu berbicara dengan jarak jauh padaku ibu di dapur yang sedang sibuk memasak sedangkan aku sedang melamun di kamarku di lantai dua ini.

"Sudah Bu.....  Sudah siap semua...." aku balas dengan suara teriakanku.

Aku meluangkan sedikit waktuku untuk menulis diaryku.

Dear Diary.......

                                                  Jakarta 23 juli 2016

Hari ini adalah hari kesedihankunamun aku bersyukur aku bisa diterima di pondok impianku pesantren Nurul Huda. Tekadku yang menguatkanku untuk sekolah di pondok ini agar menjadi seorang yang jauh lebih baik dari sebelumnya dan mempelajari ilmu agama lebih dalam, dulu sejak SMP aku bercita-cita untuk sekolah di pondok pesantren tapi keinginanku itu tak tercapai hingga tiba saatnya hari ini aku pergi ke pondok impianku.
Hal yang membuatku sedih hanya satu jauh dari orang tua dan yang paling menyakitkan yaitu harus meninggalkan kebiasaan ku yang membuatku senang termasuk games COC,Crisis Action dan lain sebagainya.  Aku juga senang shopping, jalan-jalan bareng keluargangumpul bareng temen owalah hal yang tak penting itu menjadi suatu kebiasaanku.
   "Maaf mungkin itu tak penting namun bagiku jika itu membuat ku senang aku lakukan"
Namun apa dayaku, aku harus melawan egoku demi masa depanku.
Aku ingin menjadi anak kebanggan orang tuaku, itulah yang ada di pikiranku semoga suatu saat nanti aku pulang dari pondok membawa bekal ilmu untuk mu kedua orang tuaku.

Dengan perasaan Yang berat kulangkahkan kakiku dari depan pintu rumah, kupandangi  dari sudut-sudut rumahku melihat kenangan bersama keluarga kecilku yang harus aku tinggalkan selama 3 tahun lamanya.

Aku menyusuri  rumah saudara-saudaraku satu-persatu aku pamit dengan berat hati yang harus meninggalkan semuanya.
Ku cium telapak tangannya satu-persatu, dan juga mereka membekaliku beberapa amplop yang isinya cukup lumayan untukku jajan tambahan di sana.

Mobil Xenia putih kini ban hitam nya telah berputar dengan cepat bagasinya sangat penuh dengan barang bawaanku. Aku duduk di kursi ke dua bersampingan dengan kakaku, kursi pertama ada ibu dan bapakku yang menyetir.

Tiba-tiba ban mobil yang tadinya melaju cepat kini berhenti di depan bangunan yang berlantai 3 itu berwarna putih dan biru.

"Nahh kita sudah sampai nih" ujar ibu

"Oh jadi ini Bu" aku kaget tercengang ternyata bangunannya percis sekali dengan yang aku impikan semalam.

"Ayo manda keluarkan barang-barang mu"

"Iya Bu" aku mengangguk mengikuti apa yang diperintahkan ibu.

Setelah selesai semua barang-barang telah dirapihkan, aku mendapatkan kamar di khadijah 1 aku sekamar dengan beberapa orang yang tak kukenal dan asing bagiku.  Terlihat aneh satu ruangan besar terdapat beberapa lemari berjajaran. 

Ibu pamit kepadaku mencium keningku, mataku, pipiku dan memeluku. Begitulah yang dilakukan seorang ibu yang harus meninggalakan anaknya di pesantren.

"Ibu pamit yah, Nak. Kamu jaga diri baik -baik di sini jangan nakal jangan males jangan boros, yang pinter yah yang rajin solatnya" ibu memeluku dengan tersenyum meneteskan air matanya.

"Iya, Bu, doakan aku di sini yah Bu, Ibu jaga kesehatan dirumah" kupeluk ibu dengan erat.

Ayah menatapku dengan tulus, kedua tanganku meraih ayah aku peluk ayah, tangan kanan ayah mengusap ngusap kepalaku, memberikan tanda kasih sayangnya.

Kucium pipi tembam tetehku tanda untuk berpamit dan kucubit pipi tirus adeku, yang tidak sedih sama sekali, mungkin usianya yang belum paham.

Aku melambaikan tangan. Mobilnya berlaju perlahan, aku masih memperhatikannya hingga ujung Jalan dan tak terlihat ban hitamnya yang melaju semakin cepat.

Aku menghembuskan nafas, sudah saatnya aku buktikan jati diriku di pondok ini.

***
Wahh ternya manda sekolah di pondok 🙈😭😅seperti apa yah nanti jadinya ????
Ikuti terus ceritanya jangan lupa tinggalkan vote dan bintanganya sob 😍😘😘😘😘😆

Diary AmandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang