Long Distance?

4.3K 144 10
                                    

Pagi harinya, aku gaada jadwal syuting. Aku take adegan baru siangan. Hari ini jadwalnya Lia sama Bang Refal buat take scene ITB. Sebenernya aku gaada di scene itu, cuma gatau kenapa, aku ngikut Lia syuting. Setelah aku pikir-pikir, mungkin pas itu, aku cemburu. Tapi jelas aku gak mau ngaku, toh saat itu, statusku dan Lia kan cuma temen deket, masa cuma temenan saling cemburu sih. Lagian juga Lia masih berstatus pacar orang waktu itu, jadi gak mungkin kan aku deketin Lia terang-terangan.

Hari demi hari pun berlalu. Banyak keseruan lain yang aku alami selama proses syuting di Bandung. 20 hari syuting bener-bener gak kerasa apa-apa. Tau-tau acara syutingnya udah selesai gitu aja. Hari ini, hari terakhir aku syuting. Setelah selesai take scene terakhir, Om Fajar ngasih pengumuman kalo syuting di Bandung buatku udah selesai, dan aku bakal balik ke Jakarta untuk selanjutnya terbang ke US, untuk kembali ke tempatku menempuh pendidikan. Aku sempet liat wajah Lia yang kebetulan lagi satu ruangan sama aku. Dia ikut ketawa pas crew bercandain aku, tapi matanya menyorotkan aura sedih dan kehilangan. Kemudian Om Fajar yang entah gimana kayaknya paham hubunganku sama Lia mengizinkan aku sama Lia buat punya quality time berdua selama 5 menit, sebelum aku pulang ke US. Ya ucapannya Om Fajar sama persis kayak video yang kalian liat di youtube. Tapi kejadian 5 menit ini yang gak kalian tau.

5 menit yang begitu hening, tanpa banyak percakapan antara aku sama Lia. Yang terucap dari bibirku hanyalah terimakasih dan sudah, tidak ada lagi percakapan yang terjadi. Aku, yang juga merasakan apa yang Lia rasakan, kemudian reflek menariknya dalam pelukanku. Lia yang awalnya berusaha tegar dan tidak meneteskan air mata pun menangis dalam pelukanku. Aku sebenernya hampir nangis, cuma aku tahan aja, biar gak sama-sama nangis. Lia butuh seseorang untuk nguatin dia. Kalo aku nangis juga, siapa dong yang nguatin dia?

Lia menangis dalam diam, terisak, namun tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Aku dapat merasakan kesedihan dan kehilangan mendalam yang dia rasakan. Pertahananku pun goyah. Aku pun mengelus pelan punggung Lia, dengan harapan akan memberikannya sedikit saja ketenangan. Tapi ternyata aku salah. Tangisnya semakin menjadi, namun tetap dalam diam. Ku bisikkan sebuah kalimat penenang untuknya, kemudian kulepas pelukan itu untuk menghapus air matanya.

Lia, tunggu aku pulang, ujarku dalam hati

Kemudian Om Fajar mengingatkanku kalau 5 menit berhargaku dengan Lia telah habis. Ku peluk erat Lia, lalu kuberikan kecupan manis di keningnya dan ku genggam tangannya masuk ke dalam ruangan lagi. Iya, 5 menit berhargaku aku habiskan di taman tempatku dan Lia biasa bercengkrama di malam hari.

Aku pun akhirnya pulang ke Jakarta bersama bunda dan Teh Ody. Lia masih melanjutkan beberapa scene terakhirnya, sebelum dia menyusulku ke bandara. Iya, dia berjanji akan mengantarku ke bandara, lebih tepatnya sih nyamperin aku di bandara karena aku sampe bandara lebih dulu.

Ketika melihat Lia sampai, aku tersenyum dan menghampirinya. Ku ajak dia menemui bunda dan ayah serta Teh Ody. Iya, Lia udah kenal cukup deket sama keluargaku karena syuting Dilan kemarin, dan aku senang, soalnya bunda ayah sama Teh Ody nerima Lia dengan baik. Lia ke bandara sama Kak Irma, manager-nya. Sebelum aku masuk ke ruang check in, aku sempet foto bareng sama Lia. Ada foto berdua, ada foto yang sama keluargaku. Kalo kata Teh Ody, keluarga bahagia hahaha. Setelah sesi foto-foto, aku sama Lia agak minggir dan kemudian kita ngobrol berdua.

"Yaaa", panggilku
"Iya? Kenapa Bay?", sahut Lia
"Lia baik-baik ya disini. Aku pulang 4 bulan lagi, gak lama kok", ucapku kemudian
"Iya, aku pasti baik-baik aja kok", jawab Lia berusaha tersenyum
"Ya, aku gatau nyebut hubungan kita sebagai apa. Kamu masih punya pacar, gak mungkin aku rebut kamu dari dia. Tapi yang harus kamu tau, kamu bukan hanya sekedar partner kerja buat aku. Dan Lia, aku sayang kamu, lebih dari seorang teman atau sahabat. Kamu gak perlu bales perasaan aku sekarang, kamu cukup tau itu aja untuk sekarang", ujarku sambil menggenggam tangan Lia dan tersenyum padanya
"Aku tau ini salah, tapi aku pun terjebak pada rasa yang sama, Bayy. Aku juga sayang sama kamu, lebih dari seorang teman atau sahabat. Aku tunggu kamu pulang, Bayy", suara Lia bergetar, dan aku tau, dia sedang berusaha menahan tangisnya
"Kamu liat ini?" ujarku sambil menunjukkan casing hp-ku bagian belakang
"Iya, Bayy", sahut Lia
"Ini foto yang kita rebutin waktu itu, foto polaroid kita berdua. Aku sebenernya udah nyetak foto ini dari lama, cuma sengaja waktu itu rebutan foto polaroid punya kamu, biar aku bisa liat kamu ketawa", jelasku pada Lia.

Iya, waktu itu kita rebutan foto polaroid, kalian mungkin udah liat di video bts Dilan 1990 yang di upload sama crew dari The Panasdalam. Sebenernya aku punya file fotonya dan udah aku cetak, cuma aku sengaja rebutan sama Lia. Aku pengen bikin dia ketawa, karena dia waktu itu mulai sedih soalnya udah hari-hari terakhir syuting. Iya, isi fotonya ya foto-foto aku sama Lia, salah satunya foto pas dansa. Ada beberapa foto lain yang sifatnya rahasia, cuma untuk dinikmati oleh aku sama Lia hehehe.

Setelah mendengar penjelasanku kalo aku sengaja rebutan foto, Lia pun tersenyum. Dia kemudian menanggapi kalimat penjelasanku tersebut.

"Aku tau kok kamu punya file fotonya, aku juga sebenernya tau kamu udah cetak fotonya tapi kamu sembunyiin di balik foto kamu sama bunda", ujar Lia
"Hahaha kok kamu tau aja sihh", sahutku sambil tertawa
"Aku kan Lia, stalker dan mata-mata handal", jawabnya sambil tersenyum, manis banget senyumnya, serius deh
"Hahaha oh iya bener juga, kamu kan si stalker segala hal", ujarku sambil mengacak rambut Lia
"Yaudah, aku bentar lagi harus masuk, kita balik kesana yuk?", ajakku pada Lia
"Hmm, iya ayo", jawab Lia pelan, namun dia tersenyum

Aku pun kemudian memeluknya sebentar. Setelah itu, aku dan Lia berjalan ke arah keluargaku dan Kak Irma menunggu. Aku pun berpamitan pada ayah, bunda, Teh Ody, dan Kak Irma, lalu masuk ke ruang check in. Lia sama Teh Ody snapgram-in aku, gapapa, aku jadinya gak nangis, kan malu kalo nangis hehehe. Oh iya, dia sempet bilang, "dadahhh", dengan suara manjanya. Suara yang kemudian selalu aku ingat dan membuatku selalu semakin rindu padanya. Eh ralat, aku nangis deh akhirnya hehe. Tapi cuma bentar, abis sedih juga ternyata pisah lagi sama keluargaku dan kali ini ditambah pisah sama Lia, yang bahkan bukan siapa-siapaku, tapi rasanya tetep nyesek ninggalin dia di Indonesia. Dan gak nyangkanya, adegan aku nangis itu masuk snapgram dong, malu banget, padahal aku sebelumnya ngeledek Lia sama Teh Ody, nyuruh mereka buat nangis hahaha. Karma nih aku gara-gara ngeledekin mereka. Setelah check in dan masuk ke ruang tunggu, aku pun membuka aplikasi whatsapp-ku dan mengirim sebuah pesan untuk Lia-ku.

"Baik-baik ya di Jakarta, tunggu aku pulang bulang Desember. I miss you already, Lia"

Selang 2 menit, ada 1 pesan baru masuk. Ternyata dari Lia. Aku pun segera membukanya.

"Iya, Bayy. Kamu juga baik-baik ya disana. Yang serius sekolahnya. Aku tunggu kamu pulang. And yeah, I miss you too, Bayyy"

Saat pesan itu akan aku balas, terdengar panggilan untuk segera masuk pesawat. Aku pun memasukkan hp ke dalam kantong celanaku, kemudian berjalan masuk ke dalam pesawat. Setelah menemukan kursiku, aku pun duduk dan mengambil hp, lalu membalas pesan dari Lia.

"Maaf aku baru bales. Tadi mau bales, eh ada panggilan masuk pesawat. Sekarang aku udah di pesawat, nihh. Doain penerbangannya lancar sampe US, yaa"

Aku pun mengirim pesan tersebut, kemudian mengirim dua buah foto. Foto pertama adalah foto diriku di dalam pesawat, dan foto kedua adalah foto isi pesawat, agar Lia tau, bahwa aku sudah ada di dalam pesawat dan akan segera take off. 2 menit setelah fotoku terkirim, Lia kembali membalas pesanku.

"Iya gak apa-apa, Bayy. Take care, yaaa. Safe flight. Kabarin aku kalo kamu udah sampe US. Aku percaya kok kamu udah di dalem pesawat. Jangan lupa berdoa sebelum take off, jangan lupa sholat kalo udah waktunya"
"Iya, Lia. Udah dulu, yaa. Aku mau take off, nanti aku kabarin sesegera mungkin. Abdi bogoh ka anjeun"

Setelah pesan tersebut sampai kepada Lia, aku pun mengubah mode hp-ku menjadi mode pesawat. Dan tak lama, pesawatku pun terbang menuju US, tempat dimana aku harus terpisah 14ribu kilometer jauhnya dari Lia untuk menempuh pendidikan. Aku pun memutuskan untuk tidur, karena aku sangat mengantuk. Aku memberi kabar pada Lia ketika aku transit di Tokyo dan di Dallas. Lia emang gak selalu langsung bales pesanku, soalnya kan jam di Indonesia sama di tempatku beda, tapi pasti dibales sama Lia. Dan aku juga gak lupa ngabarin Lia pas aku udah sampe di dorm. Dan mulai hari itu, aku sama Lia jalanin hubungan jarak jauh, walaupun status kita cuma sebatas teman dekat.

Tentang Dia, yang Senyumnya Selalu MenyembuhkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang