Montezuma, 7 April 2018
Iqbaal's POV
Hari ini hari Sabtu, masih jam 8 malem disini. Sabtu malam ini aku gak kemana-mana, soalnya lagi pada sibuk nyiapin buat Spring Concert besok malem. Jadi aku hari ini cuma di kamar, sambil gitaran. Jam 7an tadi aku abis facetime sama bunda, ayah, teteh. Ya sebelumnya makan dulu, sih, biar gak dimarahin bunda hehehe. Kalo lagi gabut gini, aku suka keinget masa yang lalu-lalu. Harusnya aku gak boleh gabut sih, kan mau ujian. Cuma aku lagi males belajar, jadi yaudah aku gabut dehh.
Malam ini, sama kayak malam-malam lainnya kalo aku lagi gaada kerjaan. Aku selalu keinget sama Sasha. Iya, dia, Lia-ku yang mungkin udah bukan Lia lagi, sekarang. Entahlah, aku sendiri bingung. Terakhir aku sama dia chat itu beberapa jam lalu, kita masih intens kalo masalah komunikasi, cuma kondisi udah ga kayak dulu lagi. Dan malam ini, aku lagi-lagi bakal flashback tentang dia, dia yang senyumnya selalu menyembuhkan dan menenangkan, dia yang mampu membolak-balikkan perasaan dan emosiku, dia Lia-ku, wanita kesayanganku setelah bunda sama Teh Ody pastinya.
Namanya Vanesha Prescilla, biasa dipanggil Sasha, tapi aku lebih suka manggil dia Lia. Mungkin karena kebawa suasana syuting, mungkin karena aku pengen punya panggilan khusus buat dia. Dia cantik, banget malah. Umurnya sama kayak aku, tuaan dia 2 bulan deh hehehe. Aku sama dia ketemu pas reading tahun lalu, ya sekitar bulan Juni lah kira-kira.
Sebenernya aku udah kenal Lia dari tahun 2014. Eh bukan kenal, cuma sekedar tau. Punya kontaknya sih, pernah chat juga, tapi dia nyuekin aku. Oke aku ralat, bukan bener-bener nyuekin aku, tapi dia balesnya singkat padat jelas banget. Waktu itu aku dapet kontaknya dari salah satu sahabatku. Aku iseng sih chat dia, awalnya mau nawarin dia buat jadi model video clip-nya CJR, cuma dianya lagi sibuk, jadi gabisa deh. Abis chat itu, aku gak pernah lagi chat sama dia atau kontakan sama dia. Aku sibuk sama duniaku, dia juga sibuk sama kegiatannya.
Lama setelahnya, aku pindah ke US buat ngelanjutin SMA disana, kebetulan aku dapet beasiswa. Semakin jauh aku dari Indonesia, dan semakin aku gak tau kabar Vanesha. Sebenernya emang gak pernah tau sih, cuma kadang lewat aja di explore-ku instagram dia. Aku gak berani follow dia, kan belum kenal-kenal banget. Dan kemudian, setahun setelah aku sekolah di US, tepat sekitar bulan Juni tahun 2017, pas aku balik ke Indonesia buat liburan, aku dikabarin sama bunda tentang suatu hal yang kemudian gak aku sangka bisa ngubah semuanya.
Sesampainya aku di rumah waktu itu, bunda masuk kamarku tanpa menunda-nunda. Bunda tuh orangnya paling gak bisa nunda sesuatu. Ya aku dikasih waktu sih buat mandi, makan, sama rebahan sebentar di kasur kamar, tapi gak lama, bunda masuk dan ngomong sama aku.
"Le, kamu tidur?", ujar bunda mengetuk pintu kamarku
"Enggak bun, masuk ajaa", jawabku
"Le, bunda mau ngomong sesuatu", kata bunda setelah masuk kamarku dan duduk di tempat tidurku
"Apa bun?", tanyaku sambil membenarkan posisi dudukku
"Kamu tau novel Dilan?", tanya bunda lagi
"Iya tau bun, aku suka baca novelnya kok", jawabku
"Kamu tau novelnya bakal dibikin film?", tanya bunda
"Eh, pernah denger sih bun. Cuma katanya belum nemu pemeran Dilan-nya, makanya belum dibuat. Kenapa sih bunn?", tanyaku penasaran
"Gini, sebenernya ini udah dari beberapa minggu yang lalu bunda ditanyainnya, cuma emang bunda belum bilang sama kamu karena gak mau ganggu fokus kamu ujian semester. Jadi, kamu ditawarin buat jadi pemeran utamanya, sebagai Dilan", jawab bunda kemudian
"Hah? Serius bun?", tanyaku gak percaya. Iyalah, aku kan udah jauh-jauh di US, terus tiba-tiba ditawarin jadi pemeran utama di film Dilan, alias jadi Dilan-nya. Siapa yang gak kaget yakann.
"Serius atuh bunda mah. Gimana? Kamu mau atau enggak?", tanya bunda
"Hmm gini deh bun, aku mau ketemu dulu sama yang punya novel plus sutradaranya. Baru nanti aku kasih keputusannya", jawabku kemudian
"Yaudah, bunda bilang dulu, ya. Lusa mungkin kamu bakal ke Bandung, karena yang punya novelnya kan domisili Bandung", ujar bunda
"Iya gapapa bun", jawabku
"Yaudah, kamu istirahat sana. Pasti capek abis flight hampir 24 jam", ujar bunda sambil berdiri dan mengacak pelan rambutku seraya meninggalkan kamar
"Iya bun. Selamat malam, bundaku yang paling cantik", ujarku seraya mengambil posisi tidur ternyaman versiku
Besok siangnya, bunda ngabarin kalo aku bisa main ke Bandung buat ketemu penulis novel Dilan plus sutradaranya besok. Aku pergi kesana ditemenin sama bunda tentu saja, karena Teh Ody sibuk, ayah juga sibuk. Kata bunda, janjiannya jam 12 siang, sekalian ketemu sekalian makan siang.
Akhirnya hari yang ditunggu tiba. Hari ini, aku ketemu sama Ayah Pidi dan Om Fajar, penulis novel Dilan dan sutradara film-nya. Aku berangkat dari rumah sekitar jam 9 pagi, karena kalo jam 10 takut mepet. Aku ditemenin sama bunda. Kita janjian ketemu di kafenya ayah, Rumah The Panasdalam namanya.
Aku sampai disana sebelum jam 12. Ya jam 12 kurang dikit lah. Kemudian aku masuk ke dalam dan disambut sama beberapa orang yang kemudian aku tau adalah crew juga dalam pembuatan film Dilan 1990. Aku lalu dipersilahkan duduk dulu sama bunda, terus gak lama, Ayah Pidi dateng nyamperin aku sama bunda. Kita sempet ngobrol santai sebelum akhirnya jam 12 Om Fajar dateng, dan kita pindah ke ruangan yang lebih tertutup untuk membicarakan masalah film Dilan 1990 ini.
Setelah ngobrol-ngobrol yang cukup panjang diselingi makan siang yang enak, serius deh makanannya enak hahaha, kemudian aku akhirnya menerima tawaran untuk menjadi Dilan. Aku sempet nanya, lawan mainku siapa, dijawab sama ayah, "Milea. Ayah biasa manggil dia Lia". Om Fajar juga bilang hal yang sama. Oke aku bingung, sebenernya namanya emang Milea apa gimana. Terus kata Ayah Pidi sama Om Fajar, minggu depan aku bakal dipertemukan sama 'Lia' dan cast Dilan yang lain, yang udah lebih dulu kepilih.Seminggu berlalu. Hari ini aku diundang sama Om Fajar sama Ayah Pidi untuk menepati janjinya. Iya, janji bakal dikenalin ke cast-cast Dilan yang lain. Tapi hari ini berbeda, kenalannya gak di Bandung. Hari ini aku disuruh ke kantor Falcon Pictures, PH yang katanya bantu Max Pictures buat bikin film Dilan ini. Yaudah, aku berangkat sama bunda lagi, sekitar jam 9 pagi karena janjiannya jam 11 siang dan Jakarta itu macet, jadi daripada telat, mendingan aku dateng duluan.
Satu setengah jam kemudian, aku sama bunda sampai di kantor Falcon. Masih lumayan sepi, tapi udah ada Om Fajar sama Ayah Pidi disana. Ada juga beberapa cast Dilan yang lain, sama beberapa crew dari Falcon dan Max Pictures yang bakalan bantuin Om Fajar sama Ayah Pidi bikin film Dilan 1990 ini. Aku pun kemudian diajak ngobrol sama Om Fajar dan Ayah, lalu dikenalin sama beberapa cast yang udah dateng.
Tepat jam 11 siang, aku diajak masuk ke ruangan yang udah ditentuin buat dijadiin ruangan 'rapat' crew dan cast Dilan. Disana kemudian aku kenalan sama Gusti, ketemu Brandon sama Omara (iya, Omara ikutan juga ternyata), terus ada Yoriko juga, ada Zulfa, ada Giulio dan beberapa orang lainnya. Mereka pun ngasih tau peran mereka masing-masing, tapi aku masih belum nemuin yang bakal jadi pasanganku alias yang meranin Milea. Kata Ayah Pidi, yang jadi Milea belum dateng, masih otw. Setelah beberapa menit berlalu, pas aku selesai ngenalin diri, tiba-tiba ada yang ngetuk pintu ruangan dan buka ruangannya. Dan aku terkejut saat ngeliat orangnya.
"Maaf Om Fajar, maaf Ayah, Sasha telat sampenya, tadi macet banget", ujar wanita cantik itu
"Gapapa Sha, sini masuk", ujar Om Fajar
"Nah itu Milea kita dateng", ucap Ayah Pidi
Aku bener-bener kaget. Jadi, dia yang bakal jadi lawan mainku? Dia, Vanesha Prescilla, cewek yang pernah aku line beberapa tahun lalu, yang pernah aku tawarin jadi model di video clip CJR. Aku beberapa kali ngedipin mata, tapi ya masih sama hasilnya, yang jadi Milea tetep Vanesha.
"Ya, ini Iqbaal, yang bakal jadi Dilan", ujar Ayah kemudian
"Hah? Eh, oh Iqbaal. Iqbaal CJR kan?", jawab Sasha
"Iya, Sha", ujarku sambil tersenyum padanya
Lalu 'rapat' kecil pun dilanjutkan, jadwal reading dibagiin, jadwal syuting juga dikasih tau, tapi masih bahas garis besarnya. Sekitar jam 1 siang, rapatnya selesai dan dilanjutin acara makan-makan. Jam 2 siang acara makan-makannya selesai. Aku sama bunda pun pulang ke rumah.
Beberapa minggu berikutnya diisi dengan beberapa pertemuan buat bahas detail kegiatan syuting-nya, masa percobaan syuting, dan beberapa kali reading. Sampai akhirnya sekitar pertengahan Juli, diadain prescon buat ngumumin siapa yang jadi Dilan, karena sebelumnya masih dirahasiain. Setelah kegiatan prescon itu, proses syuting Dilan 1990 pun dimulai. Dan disinilah berawalnya rasa yang gak karuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia, yang Senyumnya Selalu Menyembuhkan
RomansaCerita ini cuma imajinasi belaka, ya kalo ada yang mirip sama kenyataan berarti itu ga sengaja. Happy reading!💙💙