WARNING
BOYS LOVE
The work focused on boys/boys relationships
===========
Playlist:
Gold in the Air of Summer
*KOC*
Matahari sudah tak seberapa terik saat Lantang terjaga dari tidur siang di atas bukit belakang bekas sekolahnya. Sebelum kedua matanya benar-benar membuka menyongsong matahari sore yang mengintip dari celah deduanan, bibir kemerahannya yang tipis lebih dulu membuka lebar hingga selebar kepalan tangan manusia, menguap sebebas-bebasnya. Kulit putihnya yang penuh bercak kemerahan akibat ditimpa sinar mentari dalam perjalanan menuju kemari telah redup dan lembut seperti semula.
Selepas memastikan di mana jarum panjang dan pendek arlojinya menunjuk, ia menggosok kelopak mata demi mengusir kantuk. Sebelum pukul lima petang dia sudah harus berada di rumah, atau ibunya akan tahu dia kelayapan di luar, bukannya menekuni soal latihan untuk mempersiapkan diri menjelang ujian masuk perguruan tinggi. Tahun ini ia sudah menganggur, tak akan ada alasan untuk tahun ajaran berikutnya.
Pemuda jelang sembilan belas itu bangkit malas-malasan.
Jika ada yang bilang masa-masa SMA adalah masa yang sulit dilupakan, mungkin mereka ada benarnya. Namun, Lantang tidak menyelinap dan kembali ke halaman kosong itu hanya demi menapak tilas kenangan indah yang sudah lama berlalu, ia cuma ingin bebas barang sesaat seperti dulu, bermain-main seperti pemuda seusianya, merokok, dan kadang melakukan kenakalan-kenakalan kecil.
Dibanding kembali, ia jauh lebih ingin pergi ke suatu tempat di mana ia bisa memulai hidup baru tanpa seorang pun mengenal diri dan kehidupan yang terlanjur ia jalani selama ini. Sudah lama ia ingin punya kehidupan yang berbeda di mana rumah hanya akan jadi tempatnya sembunyi, atau rehat sebentar menanggalkan penat. Semua orang punya kehidupan berbeda, punya wajah berbeda, dan Lantang merasa perlu memilikinya.
Ia ikat rambut ikalnya yang mulai menyentuh leher.
Perlahan, jaket yang semula ia gunakan mengalasi punggung, ia kenakan kembali. Semua dilakukannya tanpa menimbulkan suara. Ia tak ingin tiba-tiba membangunkan Tyaga yang sepertinya masih asyik berkelana di alam mimpi. Sambil memasang kembali earbuds ke dua telinganya, ia perhatikan wajah damai Tyaga Aharon yang lelap.
Lantang membungkuk, ujung jarinya bermain di puncak-puncak bulu mata panjang Tyaga yang menyentuh pipi jika kelopaknya tertutup. Keusilan itu sempat mengusik yang tengah nyenyak, hingga ia terpaksa menahan napas supaya Tyaga tak terjaga. Alih-alih bangun, remaja sebayanya itu malah mendengkur halus. Lolosnya getaran pita suara dari mulut Tyaga yang terbuka sedikit terdengar berirama, membangkitkan lagi niat Lantang mengerjai karibnya.
Dengan tawa tertahan, ia jejalkan kelingkingnya dalam-dalam ke lubang hidungnya sendiri.
"Tya ...," bisiknya, memastikan kawannya benar-benar masih tidur.
Tak ada sahutan.
Bibir Lantang mengatup mencegah tawanya meledak. Kelingking kotornya sudah mengambang di permukaan bibir Tyaga, sudah sangat dekat hingga napas hangat pemuda itu mengalir ke ujung jarinya. Satu dorongan kecil saja, ia akan tertawa penuh kemenangan meski sesudahnya ia pasti akan menghadapi pembalasan yang lebih kejam.
Satu-ia menghitung tanpa suara-dua-tig-
Sekonyong-konyong, hanya satu sentimeter di atas bibir Tyaga, gerakan Lantang terhenti. Alih-alih mengejutkan, ia justru terkejut setengah mati. Dalam sepersekian detik, kelopak mata Tyaga membuka, bersamaan dengan pergelangan tangan Lantang yang terenggut menjauh dari area wajah calon korban kenakalannya. Belum sanggup Lantang menyadari apa yang terjadi, Tyaga membantingnya ke rerumputan dan menjejalkan jari kelingking Lantang ke mulutnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANTANG
Ficción General"Love has to win, Lantang. If it doesn't, it's not love anymore." -Luksa Benyamin- A coming of age boys love story. Not a fan fiction. Enjoy my sweat and heartbeat Kincirmainan