2. Telling stories we already told cause we don't say what we really mean

6.1K 842 107
                                    

WARNING

BOYS LOVE

The work focused on boys/boys relationships

===========

Playlist:

Two Ghost

*HS*

Tyaga tak pernah terpengaruh oleh apapun.

Apapun yang terjadi dalam hidupnya, Lantang tak pernah menyaksikannya bersedih, apalagi menangis. Dia selalu tertawa, selalu punya waktu untuk hal-hal yang tak serius, dan tak punya tujuan pasti dalam hidup. Mungkin, banyak remaja lain tak tahu arah, tapi paling tidak mereka punya impian, atau hal-hal yang disukai, paling parah ... mereka tahu apa yang para orang tua ingin mereka lakukan.

Tyaga Aharon adalah definisi mengalir seperti air, terbawa angin berembus, baginya hari esok tetap akan datang bersiap atau tidaknya seseorang dan ia memilih membiarkan segalanya terjadi secara alami. Jika Tuhan memegang suratan takdirnya, kata Tyaga, ia hanya akan peduli pada apa yang terjadi hari ini.

Kadang, hal itu membuat Lantang bergidik.

Sepanjang perjalanan di jok belakang, Tyaga tak mencoba membangun percakapan seperti biasa. Ia diam, menikmati terpaan angin sore yang kencang menerjang. Sampai jarak mereka cukup jauh dari tempat kejadian perkara, Lantang tak mengurangi kecepatan laju sepeda motornya. Di jalan Kemuning tempatnya tinggal, bayangan pria dewasa yang tersungkur gara-gara pukulan Tyaga berkelebat mengerikan di kepalanya.

Di depan pagar rumah Lantang, melihat sahabatnya tetap tak bicara, Tyaga bertanya, "Lo marah?"

Jika ekspresi kemarahan Tyaga bermacam-macam, dan apa yang baru saja ia lakukan adalah salah satunya, maka Lantang hanya punya satu cara untuk mengekspresikan emosi, yakni diam. Seperti Lantang yang tahu tanpa harus bertanya, ia yakin Tyaga juga tak perlu bertanya untuk tahu apa yang ia rasakan saat ini.

"Lo mukul orang sampai berdarah, Tya."

"Gue tahu, gue juga nyesel," desah Tyaga lemah. "Gue panik dan sebenernya tadi itu nggak terlalu keras. Cuma pas kena hidungnya aja."

Lantang tak tahu harus berkata apa. Ini bukan kali pertama mereka berbuat onar, tapi karena ia tahu mengapa Tyaga nekat melakukannya, terbit perasaan sesal mengapa ia begitu dekat terlibat secara emosional dengan sesama pria. Perasaan sesal itu semakin besar karena di sisi lain, persahabatan mereka begitu berarti baginya.

"Hey," bisik Tyaga, menyentuh samar lengan Lantang yang sejak tadi bergeming setelah mencopot helm dan menjepitnya di ketiak.

"Gue cuma nggak habis pikir kenapa lo mesti ngelakuin itu." Lantang merutuk.

"Tenang aja, dia nggak akan ngelapor. Ini nggak seberapa buat mereka. Nih." Tyaga mengulurkan komik yang semula ia simpan di balik jaket.

"Waktu lo bilang kasih, gue pikir lo mau beli."

"Nggak asyik juga kalau cuma beli."-menyengir-"Lagian duit dari jajan gue udah tipis. Kalau ada, kita udah jalan-jalan tadi."

Nada bicara Tyaga yang lembut merayu membuat Lantang sontak mengernyit. "Anjing, jangan perlakuin gue kayak cewek."

"Makanya lo jangan bersikap kayak cewek," dumal Tyaga. "Bro, santai dikit lah. Gue juga nggak niat ngapa-ngapain lo beneran. Denger nih, ya, kan temen gue tinggal lo doang dan gue nggak mau lo ngejauh karena becandaan tolol kayak tadi."

LANTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang