5. Sedulur Papat Kalima Pancer

958 41 0
                                    

Keempat begal tadi merangsek ke tengah dengan beringas. Brawok dan Jumpring melompat sambil mengeluarkan tendangan pamungkas mereka. Mahesa Kawulung mengayunkan pedang andalannya mengincar bagian leher. Anusapati menerjang tak kalah hebat dengan pedang terhunus sempurna. Jarak keempat perampok tadi dengan Kiai Srenggi hanya berkisar tiga jengkal saja. Tiba-tiba muncul empat pusaran angin kecil ...

Wuuuzzz!

Duggg!

Tanpa ada peringatan, tiba-tiba keempat pusaran angin tadi menerjang Anusapati dan kawanannya. Putaran lesus tersebut melempar mereka menjauhi Kiai Srenggi. Brawok dan Jumpring terjengkang dengan hebat. Mahesa Kawulung bergulung-gulung ke belakang. Tubuh mereka diterima gundukan batu besar dan mengeluarkan bunyi berdebam yang menggema. Anusapati terlempar membentur batang pinus. Keempat begal tadi terkapar tak bergerak.

Kasman terperangah melihat perang tanding di depan matanya.

"Sedulur papat kalima pancer2," gumam sang pemuda. Kasman memandang heran pemuda di sampingnya itu.

"Setiap kita ada penjaganya, Anakmas. Sedulur papat. Empat bersaudara. Empat kebaikan seperti empat angin lisus tadi untuk menjauhkan diri dari empat kejahatan, empat macam nafsu manusia. Kalima pancer. Yang kelima adalah pusatnya, yakni badan wadag atau jasmani Anakmas," jelas pemuda tadi sambil tersenyum menatap wajah bingung Kasman.

Dari kejauhan Kiai Srenggi berjalan tegap menuju ke arah Kasman dan sang pemuda.

"Siapa namamu, Nak?" Tanya Kiai Srenggi membuyarkan lamunan Kasman.

"Saya Kasman, Kiai. Saya santri Pondok Darul Ma'rifat," jawab Kasman.

"Nakmas tersesat? Mari kami antar pulang," tawar Kiai Srenggi ramah keudian berbalik Dan berjalan menjauh bersama sang pemuda.

Kasman berlari kecil mengikuti langkah kaki mereka meninggalkan arena laga.

Sedulur Papat Kalima PancerWhere stories live. Discover now