"Bangun, heh! Bangun!"
Kasman mengerjap-ngerjapkan matanya yang pedih. Ia mencoba mengenali sosok yang berdiri di depannya. Sosok itu tinggi besar, bertelanjang dada, dan membawa golok. Kasman beringsut mundur sampai terdesak di depan batu besar. Tangannya yang kekar mencengkeram leher baju Kasman.
"Siapa kamu?" Tanya orang itu.
"Saya Kasman, Kang," sahut Kasman pucat pasi. Kasman melirik golok yang berkilat di depannya. Begalkah? Nyali Kasman kembali menciut.
"Kamu mata-matanya Kiai Srenggi?" Ujar suara lain mengagetkan Kasman.
Sosok kedua tersebut tiba-tiba muncul dari belakang orang yang pertama. Kali ini badannya lebih kecil, namun tak kalah mengerikan, ia membawa pedang yang lazimnya dipakai peperangan di zaman dahulu.
"Bukan, Kang. Saya tidak tahu siapa itu Kiai Srenggi," jawab Kasman dengan gemetaran.
"Cuhhh. Jangan bohong kamu!" Sahut sosok yang pertama sambil meludah tak percaya.
"Kamu belum kenal aku ya? Aku Jumpring penjahat yang paling ditakuti di gunung ini!" Seru begal bernama Jumpring sambil menempelkan bilah pedangnya ke dahi Kasman.
Kasman menggeleng putus asa.
"Kita habisi saja, Kang Brawok. Bahaya kalau dia kita biarkan hidup," lanjut Jumpring seraya mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Siap menebas leher Kasman.
"Ampun Kang. Ampun."
Tangis Kasman tak terbendung. Lolongannya bergema ke seluruh penjuru hutan. Tiba-tiba ...
Pletakkk!
YOU ARE READING
Sedulur Papat Kalima Pancer
Ficción históricaKeempat begal tadi merangsek ke tengah dengan beringas. Brawok dan Jumpring melompat sambil mengeluarkan tendangan pamungkas mereka. Mahesa Kawulung mengayunkan pedang andalannya mengincar bagian leher. Anusapati menerjang tak kalah hebat dengan ped...