12. Berubah

878 55 15
                                    

"Ternyata, sebuah janji dibuat untuk diingkari!"

************



Sejujurnya baru kali ini Lila menginginkan jam istirahat segera dibunyikan. Untuk yang kedua kalinya cewek itu menghela napas gusar, kemudian ia menatap lurus kembali pada papan tulis yang sudah penuh dengan coretan tangan Guru matematika.

"Lo kenapa sih, La?" tanya Stefi heran dengan sikap Lila. Masalahnya, Lila sangat jarang sekali terlihat gusar seperti ini. Melihat situasi sekarang, mungkin Stefi bisa menebak dengan mudah siapa yang membuat teman sebangkunya khawatir. "Pasti karena Azril gak masuk, ya?" tebak Stefi tepat sasaran.

Hanya anggukan lemah yang Lila berikan sebagai jawaban. Cewek itu kini mencatat tanpa semangat.

"Udah dihubungi belum?" tanya Stefi lagi.

Lila mengangguk kembali, "Udah," gadis itu menghela napas lemah, "Dan nomornya gak aktif."

Tepat saat Stefi akan menjawab ucapan Lila lagi, bel istirahat berbunyi dengan nyaring. Membuat semua siswa dalam kelas ini langsung mengembuskan napas lega.

"Gue duluan ya, Stef." pamit Lila, berlari keluar kelas.

Dalam keadaan hati yang gelisah, Lila terus berjalan menuju kelas Rifki. Untungnya jarak kelasnya dan Rifki tidak terlalu jauh sehingga ia bisa dengan cepat menemui cowok itu.

Berbicara tentang Rifki, kemarin cowok itu sudah bisa masuk sekolah setelah kecelakaan yang menimpanya satu bulan yang lalu. Begitu banyak hal yang terjadi selama sebulan terakhir ini, begitupun dengan Azril yang selalu lengket padanya. Makanya sekarang dia bingung, kenapa cowok itu tiba-tiba menghilang tanpa mengiriminya pesan terlebih dahulu.

Setelah berjalan cukup jauh, Lila memelankan langkahnya saat dirinya sudah berada tepat di depan kelas Rifki.

Dengan langkah pasti Lila berjalan masuk, matanya langsung menyapu ke segala penjuru kelas. Cewek itu mengembuskan napas lega saat berhasil menemukan keberadaan Rifki.

Namun, Lila sedikit memutar mata saat menyadari tatapan menjijikan Rifki dan teman-temannya pada satu ponsel yang tengah mereka lihat. Ah selalu saja, sepertinya para cowok itu memang sangat senang berkumpul di pojokan kelas dengan satu layar handphone yang menyala sehingga banyak senyum aneh yang terukir dari wajah mereka.

Ck! Sudahlah, buat apa repot-repot memikirkan hal yang nggak perlu dipikirkan. Bukankah niat Lila datang ke kelas Rifki ini untuk menanyakan keberadaan Azril.

Setelah meyakinkan dirinya berulang kali. Akhirnya Lila maju menghampiri Rifki. Setelah tepat di depan cowok itu, Lila segera memasang wajah dingin, lalu berdeham pelan. "Ki..." kalimat Lila tiba-tiba menggantung begitu melihat Rifki menolehkan wajahnya. Tentu saja ini bukan karena Lila terpesona, hanya saja ia sangat malas jika Rifki memikirkan hal aneh tentangnya.

Dan benar saja, sekarang Rifki tampak bingung dengan adanya Lila di ruangan yang sama dengannya. Biasanya, cewek itu selalu ogah-ogahan jika Rifki berada di sebelahnya dan ujungnya Rifkilah yang selalu kena semprot jika tangan nakal cowok itu dengan nakal menyenggol lengan Lila.

Tapi lihatlah, kini cewek itu berada di depannya, menghirup udara yang sama. Hanya saja, wajah sinisnya sedikit berbeda. Membuat alis Rifki tertarik ke atas karena bingung sendiri.

"Kenapa, beb?" tanya Rifki seperti biasnya. Cowok itu tersenyum, kemudian bangkit berdiri dari tempatnya. "Kita ngobrolnya jangan di sini. Gak enak kedengeran bocah-bocah mesum ini." Tanpa meminta ijin dari Lila, Rifki langsung saja menarik lengan Lila menuju luar kelas. Sehingga menimbulkan teriakan heboh dari para teman Rifki.

Game Over (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang