Jika ini hanyalah mimpi buruk maka biarkanlah semuanya menghilang setelah dia terbangun. Namun apadanya ternyata bunga tidur itu ternyata telah menjelma menjadi kenyataan bak neraka ke dua dalam hidupnya. Kejam. Bengis. Sadis. Bahkan tak ada sedikitpun kasihan untuknya.
Setelah semua perjuangannya selama ini meraih cinta si pirang itu, ternyata kenyataan harus menabraknya dengan realita kejam yang merampas mimpi indahnya. Menjerumuskan pada jurang kehidupan yang tak berdasar.
Ingin berlari, namun kaki tak sanggup melangkah, ingin berteriak namun lidah menjadi keluh, ingin berpegang namun tangan tak sanggup meraih. Niat hati menggapai cinta namun apa daya yang di dapat justru berbanding terbalik dengan yang di harapkan.
Kalau kau ingin semua sesuai keinginan mu, maka hiduplah di dalam mimpi, angan-angan, serta ciptakan dunia mu sendiri.
Membayangkan semua kenyataan yang harus di hadapinya, membuat Hinata menjadi semakin kehilangan arah dalam melangkah. Bahkan kedua kakinya pun seakan berteriak meminta untuk beristirahat sejenak. Pundaknya pun seakan lepas dari tubuhnya jika itu tanya tempelan saja.
Sungguh berat beban hidupnya saat ini membuat dia ingin mengakhiri hidupnya sekarang juga. Kehilangan cintanya, di buang oleh clan bahkan di campakan oleh keluarganya sendiri yang seharusnya menjadi tempat bernaungnya justru yang membuangnya terlebih dulu."Neji-nii, aku rindu pada mu. Bawa aku pergi bersama mu. Hiks..hiks...hiks.. sungguh aku merasa sendiri di dunia ini.. Tolo...ng.. bawa aku bersama mu." ucap Hinata sambil meletakan tangannya di batu nissan bertuliskan nama Hyuga Neji kakak sepupu sekaligus orang yang selalu ada di saat apapun dalam keadaan apapun untuk Hinata.
"Kenapa? Kenapa semua ini terjadi pada ku, hiks...hiks...hiks.. jawab aku!Kenapa sekarang kau ikut membenciku juga? Apa salah ku, Neji-nii apa?" sunggu Hinata sangat membutuhkan pria Hyuga itu sekarang juga. Ingin memeluknya mencurahkan semua keluh kesahnya pada kakak tersayangnya.
Hinata merasa ada yang menepuk bahunya. Saat berbalik dia melihat sosok itu. Sosok yang mungkin bisa mengurangi sedikit beban di hatinya, sosok yang bisa menjadi teman bicara saat ini.
.
.
.
.
Saat wanita itu menawarkan bantuan untuknya, Hinata menolak dengan alasan tidak ingin merepotkan wanita itu. Berbagai alasan dia berikan untuk menolak niat baiknya. Biarkan dia menyelesaikan semua masalahnya sendiri. Sekarang hidupnya bukan hanya miliknya namun milik nyawa yang bahkan belum terbentuk jenis kelaminnya yang kini berlindung nyaman di rahim Hinata.
Sesaat Hinata mengelus perutnya sambil berkata, "bantu aku melewati semua ini. Aku tau, kau bahkan tidak pernah mengerti apa yang sedang terjadi." Sesaat air matanya kembali terjatuh mengingat betapa kejam orang-orang yang menginginkannya untuk membunuh darah dagingnya tersebut. Mereka mengatakan dia adalah anak haram. Anak yang tidak jelas siapa ayahnya? Apakah, jika Hinata mengataka yang sebenarnya semua akan baik-baik saja? Ataukah hal itu akan membawa kehancuran pada kekuasaan dan kewibawaan sang Kazekage? Hinata tau bagaimana orang-orang memandang pemimpin Suna itu. Dia juga tau bahwa tidak semua orang mendukungnya yang sekarang menjadi pemimpin Suna, ada sebagian dari mereka yang berusaha menjatuhkannya. Walau bagaimana pun, Hinata tidak ingin hal itu terjadi. Biarlah dia yang menanggung semua ini. Dia tidak ingin menambah masalah lagi. Meskipun Hinata tau Gaara adalah ayah kandung dari bayi yang sekarang di kandungnya, namun sampai detik ini pun tak ada seorang pun yang tau kebenaran akan hal itu. Biarkanlah semua tetap menjadi rahasia sampai waktu yang akan menguak tabir di balik kejadian malam itu.
.
.
.
.
Sambil menyandarkan punggungnya pada pohon, pandangannya menatap langit malam yang penuh bintang. Dia ingin seperti bintang itu banyak di puja mampu menerangi malam terlihat sangat indah meskipun dia jauh dan tak bisa di gapai oleh tangan manapun.
Namun pada kenyataannya dia bukan bintang dia hanyalah bunga yang telah layu di tangkai di petik kemudian di buang di tepi jalan. Sungguh kenyataan terlalu kejam pada dirinya. Tak terasa air matanya mulai menemani lamunannya yang tanpa arah. Dia sendiri bahkan di saat dia membutuhkan seseorang di sisinya tak ada seorangpun yang bersedia menemaninya.Naruto. Jangan harap bahkan pria itu tidak sudi melihat wajahnya.
Dia menangis menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya berharap mampu meredam tangisnya.
Angin malam semakin menusuk lapisan bajunya bahkan menembus pori pori kulitnya. Berusaha memeluk perutnya agar bayinya terhindar dari udara dingin yang menyerang mereka.
.
.
.
.
.
Gaara, pria itu berusaha mengingat apa yang terjadi pada dirinya di malam itu. Terbangun dari tidurnya dengan tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya hanya selimut yang menempel sampai pertengahan perutnya.
Berusaha mengingatnya bahkan sampai kepalanya terasa akan meledak jika terus di paksa..
Sampai ketukan pada pintu kamarnya melenyapkan pikiran itu.
"Siapa?"
"Maaf tuan, kami dari pihak penginapan ingin mengembalikan pakaian anda yang sudah dicuci." kata pelayan itu dari luar tanpa membuka pintu terlebih dahulu.
"Masuklah!"
"Letakan di meja saja"
Setelah menyelesaikan basa basinya pelayan itu undur diri dari hadapan Gaara.
Dia harus segera menemukan jawaban dari kejadian malam itu. Mungkin menikmati secangkir teh bisa mengembalikan separuh ingatannya yang hilang.
Saat hendak memakai bajunya, dia merasa tidak pernah memiliki jaket seperti ini. Jaket wanita. Tangannya meraih jaket itu melihat dan meneliti berusaha menemukan sesuatu yang aneh. Sampai akhirnya dia sadar bahwa dia pernah melihat jaket ini bukan hanya melihat namun dia tau siapa pemiliknya. Hinata. Ya, Hyuga Hinata gadis pemalu dan calon istri Naruto adalah pemilik jaket itu. Bagaimana mungkin jaket milik Hinata bisa ada di tumpukan baju miliknya. Sesaat
pikirannya kembali pada malam itu semua terlihat nyata gadis itu yang bersamanya membawa Gaara ke penginapan dan...."Argkkk"
Gaara berteriak frustasi sambil menjambak rambutnya..
"Apa yang telah aku lakukan padanya?"
Dia jatuh terduduk di lantai sambil memegang jaket milik Hinata gadis yang telah dia..."Gaara, ada apa?"
"Apa kau sakit?"
Pertanyaan beruntun yang di berikan Temari dan Kankuro tidak bisa di jawab olehnya..
"Gaara jawab kami?"
"Astaga"
"Cepat panggil Sakura!"
.
.
.
"Hinata"
"Maaf"
------------bersambung-------------
Opsssss... Trimakasih untuk yg sdh meluangkan waktu yg berharga sekedar untuk membaca fic ini....
By
RiyanaSabaku
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Pantas
FanfictionAwal publikasi tahun 2018 Ucapan selamat yang seharusnya menjadi do'a untuk pernikahan Hokage ke tujuh dan Hyuga Hinata justru berbalik menjadi bumerang bahkan menjadi akhir dari ritual sakral itu. Kazekage adalah penyebab batalnya pernikahan Nanada...