Part 2

4.5K 274 0
                                    


Happy Reading..
Vote n comment yaa, thank u.. ^^

-

“Kakak saya sekarang di mana?” tanya Sean pada salah satu bawahan papanya di rumah sakit.

“Saat ini dokter Arnold sedang berkeliling mengecek pasien, pak.” Jawab Heri.

“Jangan panggil saya bapak. Memangnya saya sudah setua itu apa? Coba kamu lihat, memangnya muka saya sudah tua?” Canda Sean.

“Tidak pak, bapak masih sangat muda. Tapi sangat tidak sopan jika saya memanggil bapak dengan nama langsung.” Kata Heri dengan sopan.

“Saya belum menjabat apapun di rumah sakit ini, jadi panggil aja saya Sean. Oke? Jangan membantah.” Ujar Sean, meskipun Heri tampak enggan akhirnya dia menurut.

Sean meluangkan waktunya untuk berkeliling di rumah sakit, kebetulan ia memiliki waktu setelah konsultasi skripsi tadi. Sean sangat jarang menginjakkan kakinya di rumah sakit ini, bahkan tidak semua dokter dan para pekerja di rumah sakit ini mengenalnya. Begitupula dengan Heri yang baru mengenalnya setelah ayah Sean mengenalkan mereka tadi dan menyuruh Heri untuk mengantarkannya berkeliling.

“Saya mau ke kantin, kamu bisa meninggalkan saya. Oya, jika bertemu kakak saya tolong bilang sama dia, kalau saya menunggunya di kantin.”
“Baik, pak..”
“SEAN” Ucap Sean membenarkan perkataan Heri.
“Oh, iaa maaf pak.. Eh, maksud saya Sean.”

-

Sean sedang memilih minuman apa yang ingin dipesannya, sampai tak lama ia menoleh pada gerombolan dokter yang sedang duduk di pojokan kantin rumah sakit. Mereka tampak sedang membicarakan sesuatu dan tertawa keras tanpa memperdulikan orang di sekitarnya.

“Ckck, dokter juga manusia kan..” Gumam Sean, dia sebenarnya enggan membiarkan para dokter itu terlalu berisik di sini. Tapi dia merasa belum memiliki jabatan apapun untuk memarahi mereka.

Sean memilih mengabaikan para dokter itu, ia memutuskan memilih salah satu minuman. Setelah itu ia memilih camilan, ia memutuskan untuk mengambil roti.

“Eh..” Seru seorang gadis di sebelahnya.
Sean mengangkat tanganya dari punggung tangan gadis di sebelahnya, begitupula dengan gadis itu yang reflek memangkat tangannya dari roti yang tadi sama-sama mereka akan ambil.

“Silahkan, buat bapaknya saja.” Kata gadis itu pada Sean sambil menyerahkan roti yang hanya tersisi satu buah itu.

Sean memperhatikan gadis di sebelahnya, atau lebih tepatnya wanita di sebelahnya. Dari wajahnya, sepertinya cewek di sebelahnya ini sudah cukup umur dan mungkin saja dia sudah menikah. Sean melihat cewek di sebelahnya yang mengenakan jas putih seperti milik Arnold dan sepertinya dia salah satu dari kumpulan dokter di pojokan tadi.

‘Oh, dia dokter.’ Gumam Sean.

“Halo, bapak..” Ujar cewek itu lagi karena tidak mendapat tanggapan dari Sean.
“Ehem, maaf. Apa wajah saya setua itu? Saya masih muda, tidak pantas di panggil bapak. Bahkan saya yakin, usia tante jauh lebih besar dari saya.” Kata Sean.
Sean sedikit kesal mengapa hari ini banyak orang yang memanggilnya ‘bapak’, dia bahkan masih berusia di bawah 25 tahun.
“Tan.. Tante? Anda memanggil saya tante???” Tanya dokter itu tidak terima.
“Iya, tante. Memangnya ada yang salah?” Jawab Sean, Sean tertawa dalam hati. Entah kenapa dia tiba-tiba bersemangat mengerjai dokter ini.

“Seharusnya anda memanggil saya dengan sebutan dok. Biasanya orang memanggil seperti itu.”

“Oh, hanya karena anda mengenakan seragam ini anda mau dipanggil dokter? Tapi jika terlepas dari seragam anda, kelihatannya usia anda sudah cukup pantas dipanggil tante.”

What???? Elo itu enggak punya sopan santun ya? Usia gue masih di 20-an. Kenapa gue harus di panggil tante?”

“Aduh dok, jangan galak-galak donk. Saya kan pasien di sini, kok dokter galak amat.”

“ISH! Siapa suru elo enggak sopan duluan!” Gerutu dokter itu, Sean melihat nama yang tertulis di seragam dokter itu ‘Caca’.

‘Nama yang bagus.’ Kata Sean dalam hati.

“Udah deh, tante jangan marah-marah. Pusing adek dengernya. Ini, rotinya buat tante aja. Saya harus ngalah sama yang lebih TUA.” Kata Sean sambil menekankan pada kata ‘tua’.

Byurrrr....

Wajah Sean mendadak basah karena tersiram sesuatu yang sangat dingin, dokter-dokter yang tadinya berisik di pojok sana langsung terdiam. Beberapa dari mereka langsung bergegas menghampiri Sean dan Caca.

“Ca, ada apa?” Gumam salah satu dokter cewek yang kurang lebih sebaya dengan Caca.

“DIA!” Caca menunjuk Sean.

“Loh, loh.. Anda yang menyiram saya, kenapa saya yang disalahkan?” Sahut Sean tidak terima. Jujur Sean tidak menyangka bahwa Caca akan menyiramnya dengan teh yang dari tadi dipegang oleh Caca.

“Maaf, pak. Kami minta maaf atas perlakuan dari salah satu rekan saya.” Sahut salah satu dokter yang terlihat lebih berpengalaman dari pada yang lainnya.

“Rio, tapi dia yang..”

“Ca!” Dokter yang meminta maaf itu memarahi Caca. Caca hanya terdiam dan menundukkan kepalanya. Sedangkan dokter yang lain hanya bisa meringis dan menatap mereka.

“Ada masalah apa ini?” Tiba-tiba saja Arnold muncul, ia tampak bingung saat melihat ada kerumunan dokter di sekitaran adiknya. Bahkan wajah dan sebagian kemeja adiknya tampak basah seperti terkena sesuatu.

***

23 - 04 - 2018

Hello Brondong! ( SUDAH TERBIT DI GOOGLE PLAY BOOKS )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang