Arthur mengeratkan pegangannya disetir kemudi, rahangnya mengeras hingga terdengar bunyi bergemeletuk dari giginya. Pria itu melirik kearah arlojinya kemudian membuang nafas kasar, Jane mengerti pamannya akan marah jika ia pulang selarut ini. Jane meringis diduduknya...
"kau sudah makan?" tanya Arthur tanpa melepaskan pandangannya yang fokus kedepan.
"sudah..." jawabnya pelan, Jane bahkan memeluk tasnya dengan erat. Takut sesuatu terjadi pada dirinya lagi jika ia melanggar perintah pria itu, seperti saat ini. Jane tahu pamannya akan murka mengetahui dirinya pulang bekerja selarut ini. Padahal Jane hanya menunggu model yang akan ia potret namun tak kunjung datang, Arthur akan mengira ia berbohong.
Mobil audi itu terparkir manis dipekarangan sebuah perumahan elit dikota Washington, Arthur keluar dari mobil dan menuju kedalam rumah tanpa menghiraukan Jane. Gadis itu bertanya-tanya dalam hati, hati-hati Jane, dia pria yang tenang seolah tak perduli pada apapun. Namun saat kau lengah disitulah ia mulai beraksi. Jane berciut dalam hati.
Ia kemudian melangkahkan kaki memasuki rumah, tak lupa mengunci pintu sebelum memasuki kamarnya yang ada dilantai satu. Sementara kamar pamannya berada dilantai dua bersebelahan dengan kamar sepupunya yang sudah menikah dan tak lagi tinggal disini.
Jane membereskan barang-barangnya termasuk smartphone, ia tercengang setelah melihat satu pesan masuk. Jane langsung membukanya...
Kekamarku sekarang!
Jane mendesah pelan, ia memegangi dahinya. Sudah ia duga akan ada hukuman baginya jika melanggar perintah pria itu, Jane lalu gelabakan membersihkan tubuhnya. Arthur mungkin menyukai aroma tubuh Jane yang khas disertai dengan peluh membanjiri leher dan dadanya, tapi Jane tidak ingin memancing pria itu agar lebih gila lagi.
Jane mengguyurkan tubuhnya dibawah pancuran shower sesaat lalu menyambar handuk serta sembarang pakaian yang ada dilemarinya, rambutnya yang masih basah serta kaos berwarna putih longgar dan celana pendek. Jane menaiki tangga dengan bertelanjang kaki, tanpa sadar ia tidak mengenakan apapun dibalik kaos longgar itu, membuat sesuatu menyembul dengan indahnya.
Tok... Tok...
Pintu terbuka dengan sendirinya karena dorongan jemari Jane yang mengetuk pintu, Jane memasuki kamar bernuansa maskulin itu dan tak lupa menutup pintu kembali. Kamar dengan penerangan minim yang hanya dihiasi cahaya rembulan dari kaca jendela yang tak tertutup gorden begitu terasa gelap baginya, Jane mulai mengedarkan pandangannya mencari pamannya kesekitar ruangan namun tubuhnya masih berdiri didepan pintu.
"Uncle!" panggilnya beberapa kali tanpa ada jawaban.
Seketika lampu diatas nakas menyala, tak terlalu terang namun dapat memperlihatkan pria itu berdiri disamping ranjang sembari memegang dan mengikat simpul sebuah dasi.
Jane menggigit bibir bawahnya...
Benar bukan? Dia akan menghukumku lagi...Arthur nampak santai mengikat dasi itu kesana dan kemari tanpa Jane mengerti simpulnya, gadis itu melirik kearah ranjang.
Ikat pinggang Arthur...
Oh, jangan lagi! Batin Jane memohon.
"kemarilah!" ucapnya tenang.
Dengan langkah pelan Jane mengikuti titah Arthur, ia melangkah pelan. Hingga tiba dihadapan pria itu, Arthur hanya menyuruhnya berbaring telungkup diatas ranjang.
Jane sangat paham tentang pamannya itu, Arthur tidak seperti pria lain yang langsung menyambar tubuh lawan jenisnya secara brutal apalagi ketika menyadari Jane tidak mengenakan bra dibalik kaos polos itu.
Pria itu sangatlah tenang... Tanpa banyak bicara...
Namun ketika dirimu lengah karena terbuai dengan pesonanya, disitulah dia mulai menunjukan taringnya.
"tanganmu..." ucap Arthur dengan suara seraknya. Jane mengerti, ia lalu menyerahkan kedua tangannya kebelakang tubuh dan Arthur mengikatnya dengan sebuah kain yang Jane yakini adalah dasi milik pria itu.
Ikatan tersebut begitu kuat yang membelenggu kedua pergelangan tangan Jane, gadis itu sampai meringis menahan tangannya yang kian perih.
Tak lupa Arthur memasangkan tali pinggang itu dileher Jane, mengikatnya dengan kuat tanpa perduli rintihan gadis itu.
"apa kau tahu mengapa kau dihukum?" tanya Arthur yang masih sibuk membuka pakaian gadis itu dengan perlahan.
"no, Uncle..." jawab gadis itu dengan nafas tercekat karena lilitan kuat dilehernya.
The correct answer is YES, SIR...
Umpat Jane dalam hati, ie merutuki kebodohannya sendiri karena tak memikirkan ucapannya dulu sebelum mengeluarkannya.
"what?" tanya Arthur seraya meremas pinggul gadis itu hingga membuat Jane meringis.
"yes sir..." cicit Jane.
"goodgirl" ucap Arthur melepaskan cengkramannya dari pinggul Jane sambil menepuk pelan bokong mulus milik gadis itu.
Kini tubuh Jane telah polos, entah bagaimana Arthur membukanya tanpa merobek kasar pakaian gadis itu. Sudah Jane duga, Arthur tipe pria yang sangat tenang...
Jane mulai mendesah resah, setelah merasa jemari pria itu bermain dimiliknya lagi. Ia tidak mengerti mengapa dirinya sangat menggilai jemari Arthur yang selalu menjadi bayangan orgasmenya saat pria itu tidak ada, yang sayangnya jemari itu hadir disertai hukuman baginya.
Oh, he's sexy as hell... Racau Jane dalam hati ketika menyadari miliknya sudah sangat basah dan hampir datang.
Namun tiba-tiba Arthur mencabut jemarinya, membuat Jane frustasi dan hampir saja berteriak. Tapi ia mengurungkan niat karena takut Arthur akan menambah hukumannya dan tidak menyelesaikan apa yang telah pria itu mulai.
Jane membenamkan wajahnya, perasaan malu muncul jika pamannya itu mengetahui wajahnya memerah menahan sesuatu yang ingin keluar dari dalam dirinya.
"akh.....!" Jane menjerit keras, ketika sesuatu yang besar meyeruak secara tiba-tiba dengan sangat kasar kedalam dirinya.
"Uncle it hurts..." rinth Jane yang menahan sakit dibagian bawahnya.
Arthur lalu menarik leher gadis itu hingga tubuhnya menungging dan melengking sempurna sementara dirinya berada tepat dibelakang telinga gadis itu membisikan sesuatu.
"tell me how much it hurts, kitten. Tell me! And beg me to chum deep inside you" desis Arthur yang membuat Jane merinding seketika.
Dengan sangat terpaksa Jane membuka mulutnya, "please Uncle..." cicit Jane sembari mendesah, Arthur mendorong kuat tubuh Jane hingga gadis itu kembali menungging sempurna dan membuka ikatan dasi yang ada dipergelangan tangannya.
Jane akan sangat berterima kasih pada pamannya itu jika melakukan seks dengan gaya missionary seperti pada umumnya, namun Jane membenci karena pria itu selalu menyetubuhinya dari belakang tanpa ia dapat melihat wajah tampan pamannya itu.
Arthur mencengkram kuat bahu Jane, pria itu bergerak dengan irama yang cepat, kasar dan brutal membuat tubuh Jane bergucang hebat karenanya.
Posisi seperti ini membuat milik Arthur menghentak ujung rahimnya sehingga Jane menggenggam kuat seprei yang kini telah kusut dibawahnya.
"Uncle..."
Jerit Jane ketika pria itu menjambak rambutnya hingga tubuhnya melengking lagi dengan tinggi sementara jemari Arthur bebas bergrilya ditubuh gadis itu.Arthur memperlambat gerakannya, setelah seluruh miliknya tumpah didalam gadis itu tanpa sisa. Ia kemudian berbungkuk dan berbisik disamping telinga Jane yang kini tengah lunglai diatas ranjang.
"you're mine little one..." bisiknya erotis...
***
Let's keep it secret!
A little bit scandalous, but baby don't let them see it.
A little less conversation and a little more touch my body.
'Cause I'm so into you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Submissive
RomanceTersedia juga di platform Dreame (lengkap) "kau kecewa bahwa kau bukan keponakanku?" tanya Arthur menaikan sebelah alisnya. "aku kecewa kau telah berbohong padaku" jawab Jane yang akhirnya menatap mata sebiru laut diatasnya itu. "bukankah itu b...