15. Step-Uncle

33.9K 1.6K 24
                                    

Plak!!!

"KAU GILA!"

"Jane tidak akan menikah denganmu!"

"kau hanya akan mencemari nama baik keluarga ini Arthur"

"kau telah kehilangan kewarasanmu"

"aku menitipkan Jane padamu bukan untuk dinikahi oleh pria berumur sepertimu"

"dia berhak memilih untuk dirinya sendiri"

***

Jane mendengar dengan jelas caci maki dan tamparan keras dari dalam sana, ia masih terduduk disofa dengan raut wajah sedih dan khawatir. Jane menggigit kuku jarinya sedari tadi, air mata terus mengalir meski ia mencoba menahannya. Hari sudah malam, tapi kedua kakak-beradik itu terus saling beradu mulut tanpa sadar akan dirinya yang menahan sakit didalam hatinya.

Jane dapat melihat dengan jelas, siluet mereka berdua dari tembok. Jelas sekali ibunya itu murka dan menjerit sejadi-jadinya menolak kegilaan Arthur, tapi pria itu pantang menyerah dan terus melawan Lizzy.

Jane hampir putus asa, hampir saja ia mencoba menerjunkan diri dari jembatan kota London. Kalau ia tidak teringat akan ibunya...

"bagaimanapun, aku akan tetap menikahinya. Aku telah meminta restumu dan aku tidak perduli kau menolaknya" bentakan Arthur terdengar ketika pria itu kembali keluar dan menarik lengan Jane. Kemeja pria itu sudah tidak beraturan dan sangat kusut, Jane yakin sekali semua itu karena perlakuan ibunya.

Jane yang sangat bingung dengan kondisi ini hanya bisa pasrah.

"tunggu Arthur!"

"beginikah caramu membalas budi orang tuaku?" cecar Lizzy seketika membuat Arthur terhenti diambang pintu dan Jane yang mengernyit heran.

"orang tua kau bilang? Apa kau tidak ingat apa yang mereka lakukan pada Sam?" balas Arthur tak mau kalah, raut wajah Lizzy sama khawatirnya dengan Jane. Hanya saja ibunya itu sedang dilanda emosi, bagaimana mungkin anak semata wayangnya akan dinikahi oleh pamannya sendiri.

"jangan balaskan dendamu kepada Jane, Arthur! Dia tidak tahu apa-apa" ucap Lizzy meyakinkan.

"asal kau tahu Lizzy, aku mencintainya... Bukan karena dia berasal dari keluarga Jefferson"

Deg!

Jantung Jane hampir saja lompat dari tempatnya, secara tak langsung pria itu mengungkapkan isi hatinya yang tak pernah terucap setelah beberapa tahun lamanya. Jane menatap wajah Arthur yang masih berdebat dengan Ibunya, tak menghiraukan seruan dan makian Jane masih terbayang mendengar kata cinta itu keluar dari bibir Arthur.

Senang, sedih dan amarah menjadi satu.
Senang disaat bersamaan kesedihan melanda dirinya ketika ibunya menolak memberikan restu kepada pria yang ternyata juga mencintainya.
Dan amarah yang masih tertanam ketika pria itu tidak mengungkapkan perasaan yang sebenarnya kepada dirinya.

Benarkah semua itu?

Atau Arthur hanya menggunakan kalimat itu untuk meyakinkan Ibunya?

"aku tidak pernah memberikan restuku!" cecar Lizzy ketika Arthur menggiring Jane meninggalkan rumah Ibunya.

"ya, itu juga yang pernah aku dengar dari orang tuamu" desis Arthur sambil memasukan Jane kedalam mobil dan ia duduk disamping gadis itu dengan sedikit berjauhan.

Pria itu tertunduk lesu, memegangi kepalanya sendiri sementara supir didepan mengemudi tak tentu arah. Tak ingin mengganggu majikannya yang saat ini mungkin sedang mengatur emosinya, Jane sendiri masih gundah. Mungkin ia telah menyakiti hati Ibunya, tapi bagaimana pun pria disebelahnya ini tak akan membiarkan dirinya pergi, lagi pula Jane juga mencintainya.

Jane melihat keluar jendela, melihat keindahan kota London yang mungkin bisa menenangkan dirinya. Ia mendekap dirinya sendiri sembari menyandarkan kepalanya.

Apakah keputusannya saat ini sudah bulat? Jane telah banyak menyakiti orang lain dengan hubungan ini, ia tidak tahu harus meneruskan yang telah dimulai dengan Arthur atau harus meninggalkannya. Lagipula, ia sangat mencintai pria itu. Dan lagi, Arthur tidak akan membiarkan dirinya pergi sejengkal pun. Bahkan hingga keujung dunia.

Sementara Arthur, pria itu dalam keadaan ketakutan.
Bukan karena Lizzy atau seluruh keluarganya. Ia takut jika Jane, gadis itu merubah pikirannya dan lebih memilih ibunya daripada dirinya.
Arthur mengepalkan jemarinya, tidak akan membiarkan itu terjadi. Bahkan jika dirinya harus menculik Jane hingga keujung dunia dan mengurungnya didalam kamarnya akan ia lakukan.

Arthur sendiri tidak mengerti mengapa dirinya menjadi sangat terobsesi pada gadis itu.

"apa kita punya tujuan, sir?" tanya pak sopir seketika membuyarkan lamunan keduanya.

"ya, kembali ke Washington" balas Arthur datar, dan sang sopir mengiyakan lalu menuju landasan kembali ke Washington malam ini juga setelah melirik Arthur dan Jane dari pantulan kaca spion.

...

Gadis itu tertidur, malam sudah terlalu larut dan Jane belum menegak apapun sedari siang tadi. Mungkin tenaganya telah habis akibat tangis yang terus ia keluarkan, belum lagi konflik antara Arthur dan Lizzy yang didengar olehnya pasti membuat jiwanya terganggu.

Tak ingin membangunkan tubuh mungil itu, Arthur dengan sigap mengangkat tubuh Jane ala bridal style kedalam jet pribadinya.

Didalam terdapat sebuah kamar yang cukup luas dengan segala fasilitasnya, Arthur membaringkan Jane keatas ranjang yang empuk sembari merapihkan pakaian gadis itu dan memberinya selimut.

Arthur menghela nafas kasar, tubuhnya mondar-madir kesana kemari persis didepan ranjang yang Jane tiduri. Dia sudah seperti orang gila yang takut kehilangan Jane, Arthur lalu membuka kemejanya yang sudah sangat basah oleh peluh. Membuangnya kesembarang tempat lalu menuangkan wine didalam gelas yang berada didalam lemari, Arthur menegaknya hingga tandas berharap kandungan alkohol dapat menjernihkan pikirannya.

Ia kemudian berbaring disamping Jane sambil memeluk tubuh langsing yang sedang terlelap itu.

"kau mendengarnya bukan?" ucap Arthur meracau disamping Jane.

"bukannya itu yang kau inginkan? Pernyataan cinta dariku?" racaunya lagi kepada Jane, padahal ia tahu gadis itu tak dapat mendengarnya.

"sudah ku bilang aku akan memberikanmu apapun Jane, apapun" Arthur berujar seolah gadis itu mendengarkan, namun itulah tujuannya. Ia tak dapat berkata secara langsung pada gadis itu, karena nyalinya terlalu kecil untuk mengungkapkan perasaannya.

Tidak kah gadis itu mengerti?

Tidak kah gadis itu menyadarinya?

Ia hanya seorang pria yang kesepian, yang akhirnya bertemu dengan Jane. Gadis yang selama ini ia anggap sebagai keponakan telah memporak-porandakan hidupnya, tak mengerti bagaimana bisa pertemuan pertamanya dengan Jane ketika dirinya hanya berniat menyusul Andrea malah berujung drama seperti ini.

Hubungan yang awalnya hanya sebatas perjanjian diatas ranjang malah berbuntut sebuah pernikahan yang sialnya ditentang lagi oleh keluarganya.

Seperti kejadian masa lalu yang kembali terulang dimasa kini, keluarganya menentang pernikahannya. Dimana salah Arthur? Ia hanya berniat menikahi wanita yang ia cintai, Arthur bukanlah pria yang bisa diatur apalagi pasal pernikahan. Tidak seperti kakak-angkatnya Lizzy yang menikah dengan disainer ternama demi menaikan popularitas keluarga mereka.

Sangat disayangkan...
Arthur harus menjadi pribadi yang pembangkang...

Tapi sekarang misi Arthur adalah menikahi Jane, soal pemberitaan ia dapat menutup rapat-rapat dengan segepok uang.



***

Beautiful SubmissiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang