6. Begin

100 4 0
                                    

Segerombolan siswa berkumpul di depan mading. Memenuhi koridor dan membuat Dirga kesusahan untuk lewat. Cowok itu menghela nafas pelan lalu mulai menyerobot satu per satu orang di depannya.

"Permisi ya!"

Terus seperti itu hingga ia berhasil melewati gerombolan orang tersebut. Ia melanjutkan kembali langkahnya dengan pasti ke arah kelasnya. Di belokan dekat tangga, Dirga di paksa menghentikan langkahnya oleh seorang gadis yang rambutnya di biarkan tergerai begitu saja.

"Kenapa?" Dirga bertanya. Ia memasukkan tangannya ke saku celana. Darin tersenyum menatap Dirga. Sambil mengasongkan selembar undangan ke tangan Dirga, gadis itu berujar antusias, "Dateng ya, Ga! Yang ke 18 nih, hehe..."

Dirga memgangguk sambil memberikan senyum tipis ke arah Darin. "Okay," katanya.

"Duluan ya," Dirga berjalan meninggalkan Darin. Ia hampir sampai di depan kelasnya. Ketika ia sudah berada di depan pintu, nafasnya langsung memburu ketika melihat seseorang yang diam-diam namanya selalu ia sebut dalam doa tengah berjalan beriringan dengan rekan lelakinya. halo? Apa Dirga sekarang sedang cemburu? Kalau jawabannya iya, kenapa cemburu itu hadir di saat masih pagi-pagi buta seperti ini?  Saat mood yang ia bangun sejak pagi tadi masih dalam keadaan baik-baik saja dan sekarang hancur tak tersisa.

Tangan cowok itu terkepal, matanya terpejam berat lalu dengan sedikit kemampuan mengatur mimik wajah, ia telah berhasil menunjukkan ekspresi biasa saja dan berjalan masuk ke dalam kelas.

****
Suasana kelas 12 IPA 1 pagi ini terlihat hening. Manusia-manusia di dalamnya sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada Dirga yang sedari tadi membolak-balik buku yang berada di atas mejanya. Cowok itu terlihat serius dengan kacamata minus yang bertengger manis di hidungnya. Lalu dari arah pintu, Juliana, si sekertaris kelas masuk dengan membawa tumpukan buku tulis di tangannya. Cewek itu menatap Dirga. "Ga, Lo di panggil Pak Sugeng. Di suruh ke Ruang Guru sekarang."


Dirga mengangguk singkat pada Juliana, lalu berdiri dan melangkahkan kakinya untuk memenuhi panggilan Pak Sugeng.







****
Dua hari yang lalu, Luna mendapat undangan pesta perayaan ulang tahun dari Darin. Dan malam ini adalah malam di mana pesta itu akan berlangsung.

Gadis itu menatap pantulan dirinya di depan cermin. Dress di bawah lutut tanpa lengan berwarna peach menjadi pilihannya malam ini. Dengan sentuhan make up tipis di wajahnya, gadis itu sudah terlihat sangat menawan.

Mengambil tote bag serta sebuah kado dari atas meja, gadis itu melangkah keluar setelah mendengar ketukan di pintu ruangannya.

"Ayo!" Katanya saat melihat si pengetuk pintu berdiri kaku di depannya.

"Eh--- iya ayo!" Jelas sekali terlihat kalau lawan bicara Luna tengah gugup membuat gadis itu terkekeh pelan. Lalu keduanya berjalan bersisian menuju pekarangan kosan di mana mobil Gaga terparkir.

"Silahkan Tuan Putri." Gaga membuka pintu penumpang untuk Luna. Layaknya cerita dongeng, keduanya tampak serasi sebagai pangeran dan putri raja.

Dalam perjalanan, kedua orang yang ada di dalam mobil tersebut tampak saling bungkam. Hanya terdengar suara radio di sana. Tak ada yang berniat memecah keheningan. Gaga yang konsentrasi menyetir, dan Luna yang sesekali melirik ponselnya, melihat aplikasi wattpad miliknya yang sedang kebanjiran notifikasi dari para reader setia.

"Lun?"

Luna menoleh, "ya?" sahutnya.

Gaga tersenyum, helaian anak rambut yang jatuh di sisi wajah Luna membuat cowok itu meneguk ludah. Ya tuhan, bidadari mana yang sedang berada di samping cowok itu sekarang?

NIKAH MUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang