Chapter 10

2.4K 120 3
                                    

" Mencintai itu, adalah disaat lo mampu bertahan, disaat lo mampu untuk terus berjuang, walau mungkin didalam sana, dilubuk hati lo yang paling dalam, lo udah nggak sanggup lagi. Walau lo udah nyerah, tapi lo tetap berjuang " 

" Mencintai itu, bukan cuma sekedar ucapin, 'Gue nggak papa. Gue rela.' Disaat lo bener-bener hancur. Tapi mencintai itu, adalah disaat lo berani bilang, 'Yang penting lo bahagia.' Disaat lo bener-bener harus relain dia. Sakit? Emang! Tapi, bukan cinta namanya kalau lo nggak mau jatuh " - Falling in love with badgirl.

*** 

Fara terdiam diatas ranjangnya. Gadis itu sendiri dirumahnya. Quinsha sudah berangkat ke kampus tadi pagi. Dan yang pasti, adik perempuannya itu dijemput oleh kekasihnya, Albi. Sesekali Fara menatap kosong jendela kamarnya. Jendela yang menjadi saksi bisu kedatangan Albi semalam. Jendela yang menjadi saksi bisu tangisan yang pecah dalam pelukan Albi semalam. Fara melirik ponsel yang berada dalam genggamannya. Semalam, selepas kepergian Albi dari kamarnya, Albi mengirim sebuah pesan singkat yang berisi, 

Albi Refano: Lo harus ingat atas apa yang gue katakan tadi. Rasa sayang yang seimbang, membuat hati ini nggak sanggup diam disatu hati saja. 

Apa maksudnya pesan itu? Oh, Albi ! Bisakah semua ini diakhiri? 

" Cukup, Albi. Udah cukup banget. Udahin aja sampai disini. Gue nggak mau jadi penghalang untuk hubungan kalian "  

" Mungkin memang udah saatnya semua ini berakhir. Mungkin memang udah saatnya gue mundur. Melepas semua yang dulu pernah gue bangun. Melepas semua rasa sayang yang pernah tumbuh "

" Gue rela sakit. Gue rela mundur. Asal lo janji satu hal sama gue. Jaga Quinsha, sebagaimana lo menjaga gue. Sayangi dan cintai Quinsha, sebagaimana lo pernah menyayangi dan mencintai gue "

Fara meletakkan kembali ponsel itu dimeja kecil yang ada disebelah ranjang empuknya, setelah membalas pesan Albi. Fara kembali berbaring. Menarik selimut tebalnya sampai ke leher. Fara memejam. 

" Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini. Gue pasti bisa melupakan lo, asal gue punya niat yang bener-bener gue niatin " Gumam Fara.

**** 

Ini adalah hari pertama, sebelum seminggu kemudian yang dijanjikan Shakila itu tiba. Kelas Shakila tetap kosong tanpa dosen yang sibuk menerangkan materi. Sedangkan kelas lain sibuk memperhatikan dosen yang tengah menerangkan, sibuk praktikum, sibuk mengerjakan tugas, dan lain-lain. Sepertinya, dosen-dosen di kampus sudah bosan untuk masuk ke dalam kelas Shakila. Ya, gimana nggak bosan? Anak-anaknya blangsak semua. Males-malesan, lah. Berisik, lah. Wajar aja sih, ya, kalau udah nggak ada dosen yang bersedia untuk masuk ke kelas itu. 

Jam kosong itu dimanfaatkan oleh ketiga sahabat itu untuk bersantai di mini kafe. Ketiganya, Shakila-Albi-Quinsha berjalan bersama menuju kafe. Setibanya disana, hanyalah kesepian yang mereka dapat. Semua meja dan bangku yang disediakan di kafe itu kosong. Jelas kosong, lah. Semua anak dikampus ini lagi pada belajar. Cuma kelas Shakila aja yang bebas. 

" Disitu aja " Albi menunjuk salah satu meja bundar dengan tiga bangku sebagai pelengkapnya, yang tersedia diujung kafe. 

" Yaudah, ayo " Balas Shakila, dan ketiganya pun kembali melangkah bersama menuju meja pilihan Albi. 

Hening. Setelah ketiganya menempati bangku masing-masing, hanya keheningan yang terjadi. Albi sibuk dengan lamunannya. Quinsha sibuk memperhatikan Albi. Dan Shakila sibuk memperhatikan beberapa stand makanan dan minuman yang ada di kafe ini. 

" Cinta itu perjuangan. Kalau disini, gue bisa perjuangin Quinsha, kenapa enggak untuk gue perjuangin Fara? " Albi terhanyut dalam lamunannya. 

Albi menunduk, lalu memejam. Ia teringat akan apa yang terjadi semalam. Entah, ada dorongan darimana, sehingga dia berani datang untuk bertemu Fara, walaupun itu secara diam-diam. Semua yang terjadi semalam kembali terulang membentuk suatu alur yang siap diputar dalam otak Albi. Mulai dari ia berdiri tepat didepan jendela kamar Fara yang tertutup, mulai dari keyakinannya untuk menghubungi Fara, sampai akhirnya ia berhasil masuk ke dalam kamar Fara. Masih terekam jelas dalam ingatannya, saat Fara memilih untuk menyudahi semuanya. Saat Fara lebih memilih hatinya sakit, dibanding harus Quinsha, Yang menanggung sakit. 

Falling In Love with Badgirl (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang