Part II: Itu Alfa

13.9K 730 76
                                    


“Bagaimana keputusanmu, Nduk?” Almira tersentak mendengar pertanyaan Bapak. Dia hampir tersedak ayam goreng yang sedang dimakan. Sudut mata gadis itu melirik sang ibu meminta bantuan. Ibu hanya tersenyum dan mengangguk.

“Harus dijawab sekarang ya, Pak?” tanya Almira tanpa berani mengangkat wajah. Dia mengaduk-aduk makanannya yang berubah hambar. Pandangannya tertuju pada sepasang sandal rumah doraemon yang dipakai.

“Memangnya kamu belum memutuskan?” desak Bapak.
Almira menghela napas. Dia tahu kalau pembicaraan ini akan terjadi saat Ibu mengatakan Bapak sedang menunggunya. Jawaban atas pertanyaan Bapak juga sudah dipersiapkan, tetapi dia masih ragu antara melangkah maju atau berhenti di tempat.

Bapak sebenarnya bukan tipe pemaksa. Dia selalu memberi kebebasan kepada Almira dalam segala hal, selama itu sesuatu yang positif. Namun sepertinya tidak dalam masalah perjodohan ini. Almira tidak tahu dari mana dia memiliki perasaan ini. Dia merasa Bapak sedikit memaksa untuk menerima. Tidak secara terang-terangan memang, tetapi cukup membuat Almira curiga.

Ada apa dengan perjodohan ini? Bapak tidak sedang memiliki hutang kepada calon besannya, bukan? Bapak tidak pernah memanfaatkan putrinya untuk kepentingan sendiri.

Astagfirullah.

Berkali-kali Almira menggelengkan kepala. Bagaimana bisa dia berpikir jika Bapak memiliki niat buruk? Bapak hanya ingin mengenalkannya pada seorang pria, bukan memaksa. Mungkin itu hanya perasaan tidak jelas yang dibisikkan setan kepadanya agar dia berdebat dan bersitegang dengan Bapak. Sesuatu yang pasti tidak akan dia lakukan.

Dari dulu Almira tahu Bapak selalu mendahulukan kebaikannya. Bapak rela menunda keinginan demi memenuhi segala permintaan anak gadisnya. Almira juga tahu jika dirinya tidak pernah bisa menolak kemauan Bapak, termasuk perjodohan ini.

Almira mengangkat kepala dan menatap lembut Bapak. Dia menguatkan hati dan menghela napas sebelum menjawab.
Bismillah. Semoga keputusan ini baik untuknya dan juga Bapak Ibu. Amiin

“Al sudah punya jawaban, Pak,” jawab Almira mantap. Senyum Bapak langsung mengembang. Dia melirik sang istri yang juga tersenyum. Almira sungguh menyukai pemandangan ini. Di mana keluarga mereka saling membalas senyum.

“Jadi?” Kali ini Ibu yang terlihat tidak sabar.

“Al mau dikenalkan dengan pria itu,” bisik Almira.

“Alhamdulillah,” ucap Bapak dan Ibu bersamaan.

“Kamu akan menikah secepatnya.” Ucapan Bapak kembali membuat Almira tersentak. Bukankah Bapak mengatakan kalau dia hanya akan berkenalan. Itu tidak berarti dia ingin dinikahkan secepatnya. Dia belum siap untuk berumah tangga.

“Tapi, Pak, Al harus mengenal ... .”

“Tentu saja. Secepatnya itu kan bukan besok atau lusa, Al. Masih ada banyak waktu untuk saling mengenal, ” potong Bapak.

“Bener, Al. Ibu yakin kamu akan menyukainya. Dia pria baik, insyaallah,” kata Ibu menambahkan.

Tak ada yang bisa Almira lakukan selain tersenyum dan mengangguk. Dia sudah memutuskan untuk mengenal pria itu. Jadi kemungkinan untuk membuka hati dan menikah lebih besar. Dia benar-benar ingin selalu membahagiakan orang tuanya. Bisakah dia mewujudkan dua kebahagiaan sekaligus? Kebahagiaan orang tua dan juga dirinya.

Bahagia itu Bukan Milikku (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang