CHAPTER 1

6.4K 455 74
                                    

Harry Potter by JK Rowling

Mockingjay by Suzzane Collins

Summary: gelang bertuliskan 'gangguan mental' melingkar di pergelangan tangannya. Tatapan kosong. Hidup di ambang kematian. Dengan luka-luka berat bekas peperangan. Dengan luka lama akibat benda bulat berwarna merah mengkilap, yang membuat gadis itu harus melempar tamparan keras ke wajah Draco.

Apples © Diloxy

Chapter 1. Prolog

Kabut asap benar-benar membutakan pandangan yang kini membuatku tak dapat melihat apapun di sekitar. Aku berusaha memperjelas pandangan, namun sepanjang yang terjadi, kegelapan semakin sukses menutupinya. Tak ada cahaya. Hanya ada raungan menyiksa yang tadinya samar, sungguh saat ini terdengar semakin jelas. Aku berlari sekuat tenaga menerjang kabut ini, entah kemana tujuannya, hingga badanku ambruk karena kakiku terasa terjegal sesuatu. Aku meringis ngeri dan ngilu menatap tak percaya tubuh yang telah membujur.

Bau busuk mayat menguar memaksa indra penciumanku untuk bekerja ekstra. Karena sedapat yang terjadi saat ini, orang-orang yang telah mati itu menarikku paksa dengan cengkraman kuatnya. Jemari dingin beku dan tubuh-tubuh membiru yang telah dimakan cacing. Wajah mereka meneriakkan namaku. Aku meronta dan berteriak, namun hanya udara kosong yang keluar. Tak ada suaraku, hanya ada ringkihan mereka yang telah mati.

Aku didorong ke dalam lubang kuburku sendiri. Menoleh dengan cepat pada kerumunan orang mati yang bersiap dengan sekop mereka mulai memasukkan tanah ke dalam lubang kuburku. Aku berusaha menjerit, namun sekali lagi. Tak ada suara. Tak ada cahaya.

Kututup mataku merasa ini semua tak akan berhasil, ketika entah dari mana tubuhku terangkat menjauhi dataran mengerikan tersebut. Terhempas pada suatu padang ilalang kosong. Aku meringkuk sendiri tak bisa merasakan tubuhku. Ketika kelopak mata berangsur terbuka. Wajah teduh ibuku tersenyum. Bibirnya tergetar, "Kembalilah Hermione!"

...

...

Putih.

Hanya cahaya dari lampu neon panjang yang berhasil aku kenali. Aroma alkohol menyeruak memaksa masuk untuk dikenali indra penciumanku. Aku mengerjap beberapa kali. Berusaha meyakinkan diriku bahwa aku sudah tersadar dari mimpi brengsek itu. Aku menarik napas panjang. Sepertinya perawat di sebelahku menyadarinya. Ia segera mengambil sebuah senter kecil dan memeriksa pupil mataku.

"Ada yang mau kau bagi?" tanyanya dengan senyuman. Namun, masih sama dengan jawabanku dua bulan ini, aku hanya diam. Tanpa ekspresi. Atau mungkin, tak bisa berekspresi.

Perawat itu pun pergi dan menghilang di balik tirai yang mengitari ranjangku. Aku menoleh sekilas ke sebelah. Harry pasti kemari saat aku dibuat mimpi para zombi. Ia selalu membawakan buket lily putih.

Aku menarik selang morfin yang mengaliri nadiku. Kurasa cukup untuk hari ini. Obat-obatan ini sukses membuatku seperti mayat hidup. Aku berusaha bangkit untuk duduk di ranjangku, dan bersandar ke dinding. Melirik sejenak pada pergelangan tangan kiriku. Benda menyedihkan itu masih disana. Melingkar dengan indah. Seolah menertawaiku. Seolah mengingatkanku. Aku gila? Tidak, aku benar-benar waras. Aku hanya tak bisa lagi memutuskan harus berekspresi bagaimana. Ah, untuk tak bicara selama dua bulan, karena aku tak menginginkannya. Sepertinya tak ada lagi yang harus aku katakan setelahnya. Aku bisa apa? Melihat orang tuaku mati hanya karena benda terkutuk yang sialnya terlambat kuketahui.

Dan sekarang. Setelah peperangan itu. Yang merenggut banyak nyawa. Aku nyaris tak ketinggalan parade mimpi buruk di setiap tidurku. Memaksaku untuk selalu terjaga walau lingkar mata sudah sedemikian jelasnya. Tapi, saat mereka berhasil membuatku tertidur, penyiksaan itu kembali. Mencekikku, bahka berusaha membunuhku. Harusnya aku terima dengan senang hati, tapi kemudian ibu muncul. Ibuku yang sudah pergi. Yang nyatanya tak ingin aku kembali memeluknya dulu.

APPLES (DRAMIONE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang