Chapter 2 . Sembunyi dan Mencari
Aku Hermione Granger. Gadis yang tak bersalah.
Kutengadahkan wajahku menghadap langit pucat dengan semburat matahari tipis. Hanya ada guratan-guratan senyuman orang-orang yang kukasihi seolah berusaha mempertahankanku. Aku menarik napas panjang, ketika kusadari tubuhku kini berada di atas tumpukan sesuatu yang lembut. Aku melayang di atas awan. Dan angin sejuk sesekali menerpa wajahku. Kuelus perlahan awan yang menjadi tempatku berbaring. Lembut dan nyaman.
Semakin kusentuh, nyatanya aku tersadar bahwa kepulan awan yang menjagaku perlahan memudar. Saat langit berubah lebih pucat dan kilatan-kilatan petir mulai menghiasi sepenggal pemandangan. Pemandangan mengerikan itu masuk ke dalam mataku. Memaksa diriku untuk sadar bahwa kini tak ada lagi kepulan awan yang menjadi alas untukku berbaring.
Gravitasi menarikku untuk terjun bebas. Menerobos udara membelah angin yang semakin menyakitkan. Tubuhku jatuh dari ketinggian dan tak ada apa pun untuk berpegangan. Ditampar keras oleh udara berat yang menyesakkan. Kurentangkan kedua tanganku di samping, namun kutahu satu hal aku bukanlah burung. Dan kemampuan terbang bukanlah kemampuanku. Kubiarkan gravitasi terus menarikku menjauhi langit, mendekatkanku pada hamparan tanah yang kutahu tak empuk.
Dan guratan wajah orang-orang yang kusayang telah benar-benar menghilang. Hanya ada kilatan-kilatan dari merah, biru, hingga hijau. Kubuka mataku selebar mungkin mencoba mengingat. Kilatan itu? Mantra? Kutukan? Sihir gelap?
Ya, aku tahu itu. Seperti saat burung-burung berkepala orang-orang jahat berusaha menangkapku dengan cakar mereka. Berusaha mengenaiku dengan segala kutukan. Namun aku masih melayang di angkasa. Mereka tak bisa meraihku.
Dan ketika aku menoleh, daratan telah berubah menjadi lautan tenang. Terjun bebas adalah satu-satunya pilihan. Ketika tubuhku ditarik tekanan. Dan tak ada apa pun yang dapat kuhirup selain air asin. Mataku perih. Sama halnya dengan luka di sekujur tubuhku.
Tubuhku kini mengambang di atas buih. Dihempas ombak. Tak ada apa pun. Aku memang sendiri. Namun, sesuatu terasa mencengkram tanganku. Entahlah, satu makhluk mengerikan yang kini menarikku tenggelam. Memaksa tubuhku untuk menerima himpitan air super dingin. Paru-paruku mungkin sebentar lagi akan pecah. Dan air laut memaksa masuk dari mulut dan hidung. Tak ada yang kulakukan. Mungkin mati lebih baik dari sekedar hidup tanpa jiwa.
...
Aku mengerang kesakitan ketika –entah untuk ke berapa puluh kalinya- berusaha melarikan diri dari mimpi buruk yang mencengkeramku. Wajahku panas dan pasti telah benar-benar masak saat ini. Saat hanya rintihan dan jeritan yang membuncah keluar dari mulutku. Saat kucengkeram kuat-kuat kepala yang rasanya hampir meledak.
"ARRGGHHH," raungku mulai lepas kendali.
Aku terengah-engah. Mencoba mengambil napas sebisa mungkin, astaga aku mungkin kelihangan kemampuan bernapas. Dadaku sesak dan sakit. Kutekan rusukku kuat-kuat. Menimbulkan rasa ngilu. Rasa yang kudapat karena tulang-tulang ini, sepertinya bergeser.
"Brengsek!!!" umpatku memukul air dalam bathtub. Sabun dan air tumpah ruah menggenangi lantai kamar mandi. Ah, tidak juga. Ada aliran darah segar yang ikut menggenang begitu kusadari rasa sakit yang teramat di seluruh tubuhku. Rasa perih karena luka ini bereaksi dengan sabun.
Aku meringis menggigit bibir, berusaha agar tak menjerit lagi seperti orang kesetanan. Sementara siluet itu datang bertubi-tubi menghantamku, menarikku dalam mimpi buruk tanpa ampun. Aku masih mengerang kesakitan. Sakit karena luka-luka sayatan di tubuh. Sakit karena tulang-tulang yang patah. Dan sakit karena mentalku diobrak-abrik takdir.
KAMU SEDANG MEMBACA
APPLES (DRAMIONE)
Fanfic(COMPLETE). DRAMIONE by Diloxy: Gelang bertuliskan 'gangguan mental' melingkar di pergelangan tangannya. Tatapan kosong. Hidup di ambang kematian. Dengan luka-luka berat bekas peperangan. Dengan luka lama akibat benda bulat berwarna merah mengkilap...