Bagian 3

461 28 0
                                    

Nurmala menatapnya khawatir ketika ia telah siuman. Bayi yang dipeluknya sudah dipindahkan. Keringat dingin masih dirasakan Melati merembesi kening dan tengkuknya. Ia tak dapat berkata apa-apa. Yang ia tahu, hatinya menjadi sangat linu. Tiga hari setelah kejadian persalinan itu, Melati mendengar, bayi yang berhasil diselamatkan itu, tak bisa bertahan dan meninggal. Ya, bayi itu butuh inkubator untuk bertahan hidup. Sementara, mereka tak mungkin mendapatkan kemewahan pelayanan kesehatan. 

Mendadak, Melati merasa benar-benar marah, sekaligus ketakutan. Ia tak dapat bekerja dengan benar. Sebulan setelah kejadian, kesumat Mustafa merasukinya tanpa ampun. Ia memutuskan mengundurkan diri dan melamar ke organisasi lainnya di Banda Aceh.

Setelahnya, Melati hidup dalam kekacauan yang teramat panjang. Hantu Mustafa berulang kali datang. Sesering ia datang, semakin kencang Melati berusaha melupakan. Selalu saja, amarah arwah Mustafa, punya cara untuk membuatnya tak pernah lupa. Seperti sekarang.

Ingatannya tentang Mustafa mengutuh kembali. Maka ketika hantu sang komandan GAM sudah berusaha ia lupakan itu datang lagi, setelah mereka bertemu dengan cara yang amat ganjil dan nyaris sinting, ia hanya bisa terdiam. Segala ngilu dan linu dari pengalamannya dikuasai kesumat Mustafa, membanjiri kepala dan hatinya lagi.

"Maafkan aku datang menemuimu lagi. Aku akan tetap menemuimu. Kau tentu tahu alasannya, bukan?" begitulah pertanyaan Mustafa menghantam hatinya, selalu.

Melati mengangguk, lalu tersenyum getir. Sungguh, ia sebenar-benarnya benci. Seandainya dulu ia tahu bahwa kesumat yang mengakar dapat menjalari jiwanya tanpa alasan, ia lebih baik lari di malam ia dijemput bersama Nurmala. Seandainya dulu ia tahu, pusaran gelombang itu begitu dahsyat menghempas nuraninya, ia tak akan mau pindah ke Banda Aceh. Ia tak akan melakukan apa yang telah ia lakukan.

Seandainya...

Sayangnya, berandai-andai selalu tak berguna. Jiwanya telah semakin rapuh. Ia semakin tak kuasa, apalagi berdaya, menghadapi kesumat Mustafa. Kata Mustafa, ia tak boleh hilang nyali. Melati justru berpikir, hati apalagi nyalinya, telah lama pergi.

***

Sang KomandanWhere stories live. Discover now