Sepucuk Surat

7.8K 561 24
                                    

Bismillahi Rahmani Rahim.

Assalamualaikum Hilya,

Ini saya Rizal. Laki-laki yang beberapa hari lalu tanpa sengaja melihat kamu pada saat berganti pakaian. Maafkan saya, dengan lancang telah melihat yang seharusnya tidak saya lihat.

Maaf jika terlambat mengucapkan maaf, jujur saya tidak tau caranya. Hari itu, kejadian itu terjadi begitu saja. Entah saya harus menyesal atau malah bersyukur. Tapi tolong izinkan saya untuk bersyukur karena berkata kejadian itu saya memiliki keberanian untuk datang pada kamu dan menyampaikan keingin yang telah lama saya pendam.

"Maukah kamu menjadi pendamping hidup saya Hilya Alifa Aufia?"

Saya menulis surat ini sebelum mendengar jawaban kamu. Saya tidak tau jawaban apa yang beberapa jam kedepan akan kamu berikan. Satu hal yang pasti, saya ingin kamu tetap membaca surat sederhana ini.

Hilya, nama yang diam-diam saya minta pada Allah

Hilya, sesosok wanita cantik yang sangat saya syukuri penciptaannya. Betapa beruntungnya saya karena Allah berbaik hati menyiptakan kami dibelahan bumi yang sama.

Hilya, entah seperti apa rasa kamu terhadap saya, saya hanya ingin kamu tahu jika bersyukur akan rasa yang saat ini hadir dalam hati saya.

Hilya, kamu tau saya telah kehilangan kedua orang tua saya. Sejak dulu saya tak ingin hidup seorang diri. Kini, saya berharap saya bisa hidup dengan kamu dengan anak-anak kita kelak.

Hilya, mungkin saya bukan laki-laki yang kamu impikan, mungkin juga bukan laki-laki yang kamu cintai saya pun bukan laki-laki yang dirindukan langit, tapi Hilya, saya ingin berusaha menjadi imam terbaik dalam hidup kamu saya ingin menjadi laki-laki terakhir yang kamu cintai dan saya ingin berjalan bergandengan tangan dengan mu, bersama-sama kita belajar menjadi sosok yang dicintai syurga-Nya.

Hilya, sungguh saya begitu takut menerka jawaban yang nanti akan kamu berikan. Jika kamu menolak pinangan saya, saya ingin berkata.
Hulya, maaf atas kejadian beberapa hari yang lalu. Maaf telah membuat mu bersedih dan hampir menagis, saya melihat kesdihan itu di mata kamu.

Hilya, kamu perlu tau satu rahasia besar yang sudah lama saya sembunyikan dari kamu.

Hilya, maafkan saya yang diam-diam menaruh hati pada kamu, yang diam-diam meminjam nama kamu untuk saya diskusikan dengan-Nya.

Hilya, takkan ada paksaan terhadap rasa kamu seperti tak ada yang memaksa rasa ini tumbuh dalam hati saya.

Hilya. Saya bersyukur mengenal kamu.

Dan lapang dada nemerima kata tidak mu.

Namun jika kamu berkehendak lain, jika kamu mengangguk atau diam sambil tersenyum yang ku artikan iya, maka tak ada kata yang bisa saya rangkai untuk kamu.

Semua kata tidak mampu menafsirkan rasa syukur saya.

Hilya, genggam jemari saya kuat-kuat. Tolong jangan pernah lepaskan. Kita akan bersama hingga jannah-Nya insyaa Allah.

Hilya, tidak ada lagi yang bisa saya tulis. Beberapa jam lagi kita akan bertemu.

Hilya, Ana uhibbuki fillah.

Salam,
Rizal

HilyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang