E.I.G.H.T

86 12 0
                                    

Aurel menatapnya tajam, membuat Tasya membalikkan tubuhnya membelakangi mereka berempat dan menghilang dibalik pepohonan besar di restaurant itu, mencari tempat duduk yang jauh dari mereka.

*------------------*


Cahaya matahari yang menerobos masuk lewat jendela kamar Aurel membuatnya mengerdipkan matanya berulang kali sebelum akhirnya tersadar bahwa ia terlambat untuk bangun, neneknya yang masih bisa dibilang muda untuk menemaninya di rumah datang lebih pagi sebelum Aurel terbangun.

"Rel, ayo bangun!" Suara yang tak asing lagi bagi Aurel membuatnya melihat ke arah paparan sinar matahari dari jendela kamarnya terlihat sosok perempuan yang disebut-sebut sebagai neneknya itu merapikan rak buku yang ada di kamarnya.

"Emhh, 5 menit lagi oma." Kata itulah yang muncul dari mulut Aurel sebelum akhirnya menutup wajahnya menggunakan selimut. Aurel biasa memanggil neneknya dengan sebutan Oma.

"Bangun! Lihat udah jam berapa." Sahut neneknya menegaskan kembali Aurel.

"Hmm iyaa," Jawab Aurel dengan langkah gontai menuju ruang bawah yang diikuti oleh neneknya. "Kakek dimana?" Pertanyaan singkat kembali terdengar dari mulutnya.

"Kakek di halaman belakang sama Rizki." Sahut neneknya sambil menyiapkan beberapa roti dengan selai bluebarry dan cokelat kacang.

"Mama mana oma? Kok tumben gak turun ke bawah?" Tanyanya lagi yang membuat neneknya menghela nafas berat. "Kondisi mama mu drop lagi, nanti siang akan diperiksa ke dokter." Sahutnya.

Dengan muka prihatin Aurel berjalan menuju kamar ibunya, memeriksa keadaannya dengan sedikit kekhawatiran akan kondisinya. "Mama, mama cepet sembuh, jangan sakit-sakitan gini Aurel gak tega lihatnya." Kata Aurel dengan senyum terpaksa kepada ibunya.

"Iya nak, kamu bantu dengan doa aja ya..." Sahut ibunya dengan suara lemah. Aurel kembali menuju lantai bawah tepatnya dapur yang sudah didapatinya Rizki dan Kakeknya menyantap lahap roti yang dibuat oleh neneknya.

Melihat suasana rumah yang begitu sepi tanpa tawa, Rizki mencoba memecahkan keheningan itu. "Kak, coba deh ini oma yang buat." Sembari mengulurkan tangannya yang berisi roti dengan selai cokelat di dalamnya.

"Hmm, iya udah tau." Ketus Aurel membuat Rizki tampak kesal dan menggambarkan raut kecewa di wajahnya.

Tanpa aba-aba Aurel menggigit roti yang masih dipegang oleh Rizki, tak merasa bersalah menjahili adiknya itu dengan kepuasan menyantap rotinya. "KAKAK!!!!!" Teriak Rizki berhasil memecahkan keheningan di rumah tersebut. "Tadi di kasi ga mau!" Ketusnya.

"Sttt! Berisik banget sih." Sahut Aurel meneguk segelas susu hangat yang berada di hadapannya, entah sejak kapan susu itu berada disana.

"Udah-udah kalian ini, setiap kumpul ada aja yang dipeributkan." Sahut kakek Aurel dengan nada sedikit keras.

"Tuh, kak Aurel duluan," Kata Rizki menunjuk kakaknya menggunakan mulut yang dimanyun-manyunkannya itu. "Kamu!" Sahut Aurel tak mau kalah.

----

Perpisahan telah berakhir dan kini ia tak sempat bertemu Rendy, rindu yang sungguh berat baginya membuatnya selalu murung. "Ngapain sih Rendy nembak gue waktu mau lulus?" Aurel terus bertanya-tanya terasa tak cukup meyakinkan jawaban Rendy pada waktu itu. Duduk di Halaman belakang sekolahnya tak membuatnya berhenti merindukan Rendy.

"Pokoknya gue nanti harus ketemu Rendy." Katanya beranjak pergi meninggalkan bangku yang dicat putih dan memuat dua orang.

UmbrellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang