"Van, ini bukannya kakak lo ya?" Tanya Salah satu teman dekat Vanya. Sekarang Vanya masih ada di sekolah, yaitu di Sekolah Menengah Pertama dan masih duduk di bangku kelas sembilan. Vanya yang sedang makan nasi goreng yang dibelinya di kantin tadi seketika terhenti karena melihat foto kakaknya di majalah itu.
"Uhuk! Uhuk!" Vanya tiba-tiba tersedak nasi goreng yang baru saja akan ditelannya. Segera Vanya mengambil air mineral yang ada di depannya lalu meneguknya sampai tak tersisa setetes pun.
"Mana mungkin lah, si Ara mana mungkin bisa secantik itu," ucap Vanya dengan senyum meremehkan. Mengapa jika di depan teman-temannya, Vanya selalu tidak bisa menyuarakan kata hatinya yang sebenarnya?
Luka dan kebencian ini terlalu dalam untuk bisa disembuhkan, Vanya hanya bisa menutupinya dengan sikapnya yang sangat dingin selama ini.
"Tapi ini mirip banget sama kak Ara" ucap teman Vanya yang satunya lagi.
"Udah deh, jangan bahas cewek itu lagi. Males banget gue bahas dia" ujar Vanya malas.
"Van kenapa sih lo kayaknya benci banget sama kakak lo?" Tanya Vivi, salah satu teman Vanya.
"Ini privasi keluarga gue, gue nggak bisa kasi tau"
"Yaelah Van, semua orang udah tau kalau kakak lo itu anak haram, jangn sok rahasia gitu deh" ujar Vivi lagi.
Raut wajah Vanya mulai menampilkan ketidak sukaan. Lalu dengan kesal, Vanya pergi dari meja kantin lalu masuk ke kelasnya.
"Gue benci lo Ara!, gue benci!" Geram Vanya yang hampir saja meneteskan air matanya.
***
"AKU BELUM MANDI, TAK TUNG TUNG... TAK TUNG TUNG, TAPI MASIH GANTENG JUGA.... TAK TUNG TUNG.... TAK TUNG TUNG... TAP-..."
"JOKOO!!, BISA DIEM NGGAK SIH?!" Bentak Lira yang sudah kehilangan emosinya, sedari tadi mereka mendapatkan free class yang membuat kelas Lira menjadi sangat rusuh, Joko yang sedari tadi tidak bisa berhenti bernyanyi dengan suara rendahnya yang membuat siapapun yang mendengar pasti rasanya ingin menampol si pemilik suara dengan sepatu.
"Suka-suka gue lah," ujar Joko santai tanpa menghiraukan ekspresi Lira yang sudah seperti macan betina yang ingin mengamuk. Lira adalah sekretaris di kelasnya yang saat ini bertugas mencatat siapa saja yang ribut atau ingin bolos saat jam kosong berlangsung.
Namun, disini hanya Joko yang sangat sulit diatur, awalnya kelas ini sangat tentram, semua siswa cowok juga sangat tentram. Tapi saat Joko mulai menyanyi, semua cowok jadi ikut-ikutan bernyanyi dan membuat kelas rusuh. Alhasil Lira yang akan disuruh menjelaskan apa yang terjadi saat guru mengetahui kerusuhan kelas satu ini.
"lo mau gue laporin ke ruang BK?!" Ujar Lira galak yang sudah tidak tau lagi bagaimana caranya menghadapi Joko. Namun Joko berpura-pura tidak mendengar bentakan Lira dan kembali bernyanyi dengan suaranya yang khas.
"Ish!!" Desis Lira kesal lalu kembali duduk ke bangkunya dengan sangat kesal.
Ara hari ini tidak masuk sekolah karena izin, Lira tidak tahu pasti apa alasannya, yang pasti Lira jadi sangat badmood saat tidak ada Ara yang duduk disampingnya.
"Ra, lo cepet sekolah dong, lama-lama gue bisa gila kalau ngurus kelas ini sendiri" gumam Lira pada dirinya sendiri. Lalu melanjutkan catatan yang belum ia selesaikan tadi.
***
"Ara!, ayo buruan. Nanti kita terlambat cari rumahnya!" Bentak Rosa dari ruang tengah rumahnya.
"Iya ma, ini lagi masukin baju Vanya ke koper" ucap Ara sedikit berteriak dari dalam kamar Vanya.
Hari ini adalah waktunya Ara dan keluarganya meninggalkan rumah ini. Rentenir itu datang lagi kemarin malam meminta agar Rosa beserta anak-anaknya keluar dari rumah ini karena tidak sanggup membayar hutang.
Namun Ara bingung. Padahal ia sudah membayarnya sehari setelah ia melakukan pemotretan dan mendapat gaji pertamanya. Dan hutang itu sudah lunas, tapi mengapa sekarang ia diperintahkan untuk pergi dari rumahnya?.
"Aduh! Ayo cepetan!, Vanya.. kamu udah selesai?" Tanya Vanya yang baru keluar dari ruangan tarinya mengambil alat-alat untuk menari, karena menari adalah hobi Vanya sendiri sejak ia masih kecil.
Vanya mengangguk dan Ara keluar dari kamar Vanya dengan menyeret dua koper dan satu tas besar. Dua koper tersebut milik Vanya yang beriso baju-baju dan barang-barang milik Vanya, dan tas besar itu milik Ara yang berisi baju-baju Ara.
"Ayo-ayo cepetan" ajak Rosa lalu keluar dari rumah.
"Ma, rumah yang baru alamatnya dimana?" Tanya Ara yang berjalan di paling belakang.
"..."
Tidak ada jawaban dari Rosa. Ara mencoba untuk tidak bertanya lagi. Ia lebih memilih diam daripada omongannya tidak dijawab oleh ibunya. Ia merasa tidak dianggap oleh ibunya.
Berhenti di pinggir jalan, Rosa melambaikan tangannya ke tengah jalan hendak memberhentikan sebuah taxi yang akan lewat. Lalu kaca depan terbuka dan terlihat supir yang menengok dari dalam.
"Maaf bu, disini hanya cukup dua orang, sudah ada penumpang lain di belakang."
Rosa berdecak kesal. "Vanya, ayo masuk" lalu Vanya mengangguk dan masuk ke dalam taxi tersebut bersama Rosa. Dan kaca penumpang terbuka.
"Kamu cari angkot aja, nanti suruh anter sampai jalan kenanga. Disana pasti ada saya dan Vanya yang menunggu" ucap Rosa datar lalu menutup kaca penumpang. Dan mobil taxi tersebut berlalu menjauh.
Ara berusaha menahan air matanya agar tidak keluar. Rasanya sakit disikapi seperti itu oleh ibu kandungnya sendiri. Akhirnya Ara berjalan sambil mencari angkot yang akan lewat.
***
"Makasi ya bang," ucap Ara sambil memberikan selembar uang.
"Sama-sama neng," ucap supir angkot tersebut lalu kembali mencari penumpang baru.
"Heh! Kamu kemana aja dari tadi?!" Bentak Rosa yang berjalan ke arah Ara.
"Ma-maaf ma, ta-tadi angkot-nya lama" ucap Ara gugup. Takut mamanya akan mengamuk lagi.
"Ma, cepet ma, panas banget diluar" ucap Vanya dari jauh yang sudah sangat bosan melihat amukan mamanya ke Ara.
"Iya sayang," lalu Rosa berjalan ke arah Vanya saat setelah menatap Ara galak.
Dan Ara hanya berjalan mengikuti mama dan adiknya dari belakang. Ara selalu berharap semoga sikap mamanya cepat membaik kepadanya dan ia harus mencari tau apa penyebab keluarganya diminta untuk pindah, sementara hutang mamanya benar-benar lunas dari gaji Ara.
. . .
Perbandingan rumah Ara
Pic 1 (rumah yang dulu)
Pic 2 (rumah yang sekarang)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARASKA
Teen FictionMungkin banyak kisah yang menceritakan bahwa ibu tiri sering berperilaku tidak adil atau bertindak keras kepada anak tirinya. Namun bagaimana jika hal itu dilakukan oleh seorang ibu kandung? Tak banyak orang yang tau bahwa dibalik sikap ramah dan s...