"Ma, kenapa harus segininya banget sih?" Ucap Vanya risih saat Rosa sedang memoles bibir Vanya dengan liptint dibibir Vanya.
"Aduh, diem dulu deh. Ntar bisa rusak ini riasannya." Ucap Rosa sambil merapikan polesan berwarna peach dibibir Vanya.
"Maa, aku nggak suka pakai make up" jelas Vanya kesal.
"Kali ini aja sayang, Ya?" Ujar Rosa dengan raut muka memohon. Jika begini Vanya tidak akan berani untuk menolaknya.
"Cuma hari ini" ucap Vanya pasrah.
"Selesai" ucap Rosa menatap putrinya bangga.
"Ayo sayang, nanti kita bisa terlambat"
Vanya mengangguk lalu keluar dari kamarnya. Rosa yang sedang memakai sepatu high heels nya menoleh ke arah Ara yang baru saja keluar.
"Eh, mau kemana kamu?" Tanya Rosa membuat Ara sedikit terkejut.
"A-aku mau ikut ke pertunangannya Rendy," ucap Ara pelan."Nggak!" Ara tersentak karena Rosa membentak.
"Kamu nggak perlu ikut-ikutan! Bikin malu keluarga saja, lebih baik kamu dirumah kerjakan pekerjaanmu!" Suruh Rosa lalu mereka keluar dan meninggalkan Ara yang meneteskan air matanya lagi.
"Apa aku seburuk itu di mata mama?" Ucap Ara menahan isakan yang keluar dari bibirnya. Dan dengan lambat ia menaiki tangga dan saat melewati kamar Vanya yang masih terbuka, Ara melihat gaun indah di atas kasur Vanya. Dan ada secarik kertas yang menuliskan dua kata "untuk Ara", gumam Ara yang membaca tulisan di kertas itu.
Otak Ara mulai memproses semua ini. Dan sekarang Ara mengerti surat ini pasti mamanya yang membuat. Karena ini adalah tulisan tangan mamanya. Hati Ara menghangat begitu saja. Ara berpikir bahwa mamanya melarangnya ikut tadi pasti karena pakaian yang dipakainya sekarang kurang pantas. Jadi mamanya telah menyiapkan gaun ini.
Dengan perasaan yang bahagia, Ara mencoba gaun itu. Gaun itu terlihat sangat cantik. Berwarna peach dengan bagian bahu yang terbuka, namun tetap memiliki potongan leher. Ara mencoba memakai gaun itu dan ternyata sangat pas dibadannya. Kulit putih Ara juga sangat kontras dengan warna gaun itu.
Supaya terlihat lebih anggun, Ara mencoba menata rambut nya dengan menggulung rambutnya dan menyisakan beberapa helai di bagian wajah. Ara mencoba bercermin di kaca kamarnya yang lumayan kecil dan hanya menampilkan bagian dada sampai atas kepala Ara saja. Ara tidak memakai riasan wajah sama sekali malam ini.
Ia hanya berharap semoga saat ia disana ia tidak akan membuat malu mamanya. Ara kemudia turun dan keluar rumah setelah mengunci pintu rumahnya.
Ara sebenarnya ragu untuk masuk. Tapi ia sudah menguatkan tekad untuk masuk sekarang. Ara sedikit risih karena sejak tadi orang-orang yang Ara lewati menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan Ara. Apalagi pria-pria yang ada disana. Rosa juga terkejut saat melihat Ara ada disana dengan gaun itu.
"Itu kan gaun Vanya yang tadi kekecilan," gumam Rosa bingung. Lalu raut wajah Rosa mulai kesal. Ia akan menghukum anak kurang ajar itu nanti dirumah.
Jujur sekarang Ara sangat risih. Kenapa semua orang menatapnya seperti itu? Apa ada yang salah dari penampilannya?
Lalu Ara mencari keberadaan Rosa dan Vanya. Ara tidak melihat Rosa namun melihat Vanya yang sedang berbincang di pojok ruangan tempat makanan ringan disajikan. Ara menghampiri Vanya tapi saat sudah dekat tiba-tiba saja Vanya meninggalkan tempat itu.
Ara menatap sekeliling dengan bingung. Kenapa orang-orang masih saja menatapnya seperti itu? Saat akan mencari keberadaan Vanya, ada seseorang yang menarik tangan Ara. Ara terkejut sampai-sampai hampir saja berteriak.
Tangan Ara ditarik untuk pergi ke taman belakang rumah itu. Saat sudah sampai, cekalan di tangan Ara terlepas. Ia melihat orang didepannya ini. Tiba-tiba saja nyali Ara menciut menatap mata dingin yang menatapnya sekarang.
"Raska,"
Raska menempelkan telapak tangannya di sisi dinding di samping kanan kiri Ara untuk mengekang Ara didalamnya.
"Lo takut?" Tanya Raska yang sedikit memperpendek jarak diantara mereka.
"I-iya" jawab Ara takut.
"Kenapa?" Tanya Raska lagi.
"Orang-orang melihat saya dengan tatapan yang beda" jawab Ara menggunakan bahasa formal. Saat kecil ia sudah diajarkan untuk berbahasa dengan formal oleh bibinya. Karena papanya meninggal saat Ara masih usia dua tahun dan mamanya tidak pernah mengurusnya sejak papanya meninggal malah sekarang membencinya.
Dan perbuatan Raska sekarang membuat Ara tersentak kaget. Dengan cepat raska membungkam mulut Ara dengan tangannya dan tangan satunya lagi masih berada di pinggang Ara.
"Lo kaget?" Tanya Raska tak sedikitpun mengubah raut wajah datarnya.
"Ini penyebab lo takut," ucap Raska sambil meraba punggung sampai pinggang Ara. Sekarang Ara baru menyadari jika bajunya yang bagian belakang sangat terbuka yang mengekspose punggung putih Ara.
Dengan cepat Ara mendorong Raska menjauh. Ara sangat malu sekarang. Terlihat dari rona wajahnya yang sangat terlihat.
"Ini baru gue yang sentuh lo, kalau gue nggak bawa lo kesini, mungkin sekarang nasib lo ada di tangan pria-pria itu"
Dengan perasaan yang sangat malu Ara berjalan hendak pergi pulang. Namun tangannya dengan cepat ditahan oleh Raska.
"Mau kemana?" Tanya Raska dingin.
"Pulang," ucap Ara memberanikan diri untuk menatap balik mata dingin itu. Sudah cukup untuk malam ini.
"Nggak niat bilang makasih?" Tanya Raska.
Ara sejujurnya sangat berterima kasih dengan Raska. Namun menurut Ara, cara yang Raska gunakan tadi itu salah. Tidak seharusnya Raska menyentuh Ara seperti itu, jadi pertolongan Raska tidak ada artinya bagi Ara.
Ara tidak mau berbalik dia terus berjalan dengan perasaan malu yang belum reda.
"Tunggu!" Teriak Raska dari jarak yang jauh karena Ara sudah hampir sampai di ujung.
Raska berjalan mendekat sambil melepas jasnya. Lalu ia memakaikan jas itu di tubuh Ara untuk menutupi punggung Ara.
"Gue emang cowok, dan penampilan lo sekarang bisa aja membangun nafsu cowok manapun dan-... termasuk gue, tapi gue nggak sebrengsek itu untuk melukai harga diri cewek, termasuk lo" Ara tidak berkedip mendengar Raska berbicara seperti itu. Ini pertama kalinya Ara mendengar Raska berbicara sepanjang itu.
"Makasi" ucap Ara menunduk dan pergi dari hadapan Raska.
Raska duduk di bangku taman belakang rumahnya. Memandang rembulan yang memaparkan cahayanya walaupun sedikit redup.
"Kenapa gue nggak suka kalau dia dipandang orang lain"
. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
ARASKA
Teen FictionMungkin banyak kisah yang menceritakan bahwa ibu tiri sering berperilaku tidak adil atau bertindak keras kepada anak tirinya. Namun bagaimana jika hal itu dilakukan oleh seorang ibu kandung? Tak banyak orang yang tau bahwa dibalik sikap ramah dan s...