9. Perasaan Yang Terungkap.

11 3 0
                                    

Ara menjalani harinya selama dua hari ini dengan melakuakan pekerjaan rumah seharian penuh. Sejak kejadian dua hari yang lalu, Ara jadi tidak diijinkan untuk pergi kesekolah oleh mamanya. Lira, dan Desta pun sudah berkali-kali menjenguk Ara kerumahnya. Namun mamanya mengusir kedua sahabat Ara itu dan Ara hanya bisa menatap kejadian itu dari jendela kamarnya yang berada di lantai dua.

Rendy juga sekarang tidak pernah muncul lagi di balkon rumahnya. Ara jadi merindukan kontak sosialnya pertama kalinya dengan Rendy. Sangat unik dan aneh.

"Kapan hukuman ini selesai?" Tanya Ara kepada dirinya sendiri. Ia bosan, sangat bosan. Dirumah seharian penuh. Bagaimana reaksi sahabat Ara saat tau ini semua? Pasti Lira yang paling berlebihan saat mengetahui semua ini.

Ara menghela napas bosan, menatap rumah megah di samping rumahnya itu. Tiba-tiba saja tirai dari kamar itu terbuka menampilkan wajah tampan yang Ara kagumi sejak dulu.

Rendy keluar dari kamarnya dan duduk di balkon kamarnya mengenakan jas rapi dan formal, Rendy terlihat sangat tampan mengenakannya, namun wajahnya terlihat sangat kesal. Tapi yang paling membuat Ara bingung adalah mengapa Rendy mengenakan setelan jas formal itu?

Ara sangat penasaran jadi ia mencoba mengalihkan perhatian Rendy padanya dengan melambaikan tangan. Ara terus mencobanya namun Rendy tak sedikitpun menoleh pada Ara membuat Ara sedikit kecewa.

Ara melihat Rendy bangun dari kursi yang didudukinya lalu masuk kekamarnya meninggalkan Ara dengan rasa penasarannya sejak tadi.

Ara menutup jendela kamarnya lalu kembali ke meja belajarnya. Mungkin ia akan mengisi waktunya dengan belajar. Tapi otaknya tidak mau sejalan dengan yang ia lakukan sekarang. Ara jadi tidak fokus. Bukan karena memikirkan Rendy namun karena memikirkan tentang kepindahan rumahnya. Sampai sekarang ia belum tau mengapa keluarganya diusir dari rumahnya yang dulu.

Padahal Ara sangat ingat bahwa ia telah membayar semua hutang mamanya saat itu. Sekarang dari mana ia harus memulai mencari tau akar dari masalahnya ini? Ara berubah cemberut lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Beberapa menit setelahnya mata Ara perlahan tertutup dan Ara tertidur.

***

"Ih! Jokooo!!" Bentak Lira sangat kesal. Bagaimana tidak? Sedari tadi, Joko selalu mengganggu Lira. Lira sedang menulis suatu tugas dari wali kelasnya di kelas sekarang. Ia datang pagi-pagi karena berharap akan mengerjakan tugas tersebut dengan tenang. Namun siapa yang tau bahwa Joko sudah datang lebih dulu dari Lira?

"Lo! Mau gue laporin ke bu Yati?!" Bentak Lira sangat galak membuat Joko berhenti mengganggu sejenak.

Lalu dengan cepat Joko melepas jepit rambut yang dikenakan Lira untuk menggulung rambutnya, yang sekarang membuat rambut Lira tergerai akibat ulah dari Joko.

"Bilang aja, siapa takut," ujarnya lalu keluar kelas dengan membawa jepit rambut milik Lira. Lira rasanya sangat ingin mencakar wajah Joko saat itu juga. Untung saja AC di kelas itu berfungsi, jadi Lira tidak terlalu kepanasan.

"Kenapa sih? Tu muka pagi-pagi udah masam gitu, jelek tau" ujar Desta polos. Lira memandang Desta horor. Lira sudah dandan hampir setengah jam agar wajahnya terlihat segar tahan lama, tapi ini yang ia dapat pagi-pagi seperti ini? Lama- lama Lira bisa cepat tua jika berada di sekitar manusia tidak berperasaan seperti Desta dan Joko.

"Ih! Dasar. Nggak punya perasaan!" Bentak Lira kesal lalu mengambil bukunya dan pindah ke meja belakang yang masih sepi.

Desta tidak tinggal diam, ia malah duduk lagi disamping Lira dan mendekatkan posisi duduknya.
"Jangan deket-deket!" Ucap Lira galak dan menggeser tubuhnya sedikit lebih jauh yang malah membuat Desta semakin dekat hingga sampailah Lira di ujung bangku.

"Desta! Lo kenapa sih?! Nyari masalah terus dari tadi!" Ujar Lira kesal.

"Jangan marah-marah dong. Ntar jadi cepet tua," ucapan Desta tersebut malah membuat Lira semakin geram dan memukul lengan Desta cukup keras dengan kotak pensil yang digenggamannya.

"SERAH!" Lira hendak pergi namun Desta dengan cepat menarik tangan Lira membuat badan Lira terhuyung kebelakang dan kembali terduduk dibangku tadi.

"Lo belum jawab pertanyaan gue, ada apa lo pagi-pagi udah kesel aja?" Tanya Desta.

"Tuh, si Joko! Benci banget gue sama tu cowok. Nggak pernah bosen sih rasanya bikin gue kesel! Setiap hari ada aja ulahnya. Lama-lama gue bisa cepet tua satu kelas sama dia," cerita Lira dengan kesal.

"Jangan ngomong gitu deh, kalau misalkan nanti jodoh lo itu dia gimana? Kalau benci jadi cinta gimana?"

Raut wajah Lira langsung berubah terkejut dan kesal. Apa-apaan maksudnya ini?

"Ih! Desta!. Harusnya lo doain yang terbaik buat gue, bukannya ngomong gitu. Ih gue nggak mungkin juga suka sama cowok mit-amit macam Joko"

"Tapi kalau dilihat-lihat ya, Jerry itu lumayan kok, tinggi, putih, kaya, ganteng" ujar Desra sambil mengingat sifat-sifat yang dimiliki Joko.

"Kata terakhir lo itu nggak bener. Cowok macam dia lo bilang ganteng? Muka kaya truk sampah gitu juga!" Kesal Lira mengingat perlakuan jahil Joko selama ini kepadanya.

"Awas ya, kalau lo nanti jadi sama si Jerry, gue yang paling pertama ucapin selamat buat lo dan doain lo biar langgeng" ujar Desta sambil tersenyum jahil membuat Lira langsung cemberut. Sangat tidak setuju dengan perkataan Desta.

"Sekarang serius. Lo udah tau kenapa Ara nggak sekolah?" Tanya Desta dengan nada bicara yang kembali serius.

Lira berusaha menenangkan emosinya lalu mencoba untuk serius. "Nggak tau, mamanya aja segalak itu, gimana mau cari tau coba?" Ujar Lira sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena jepitnya diambil oleh Joko.

"Gue kadang kasihan sama Ara, hidupnya dia gitu banget ya," ujar Lira sedih.

"Li, kalau salah satu dari kita punya pacar gimana ya?" Tanya Desta yang tiba-tiba membahas tentang perasaan.

"Ha? Emang lo lagi suka sama seseorang?" Tanya Lira mulai penasaran

Desta mengangguk membuat Lira semakin penasaran

"Siapa?"

"Sahabat kita, Ara"

. . .

ARASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang