Chapter 2

11.7K 468 1
                                    

Sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat didepan Rumah Sakit besar beserta 2 mobil mewah lainnya. Namun, lebih mewah mobil yang kedua. Tentu, karena yang didalamnya adalah sang boss.

Dari ketiga mobil itu, 2 mobil diantaranya keluar beberapa laki-laki berbadan besar dan tidak lupa dengan tampang datarnya. Mereka adalah 6 orang bodyguard dari sang boss.

Disusul dengan mobil tengah, sang boss beserta tangan kanannya keluar dengan tampang datarnya juga. Hanya saja bedanya, dari pakaian beserta rupa mereka. Walaupun mereka berdua berbeda dengan keenam bodyguard nya, namun masih tetap berbeda sang tangan kanan dan keenam bodyguardnya dengan sang boss. Of course, because he is a Boss.

Secara sekilas, dia hampir mendekati sempurna. Dengan tubuh proposional, tinggi 186 cm, berkulit sawo matang, memiliki warna mata coklat keabu-abuan dengan tatapan tajam, berahang kokoh dan tentunya tidak lupa ketampanannya. Hanya saja, senyum diwajah tampan nya tidak pernah ada sehingga kadar kesempurnaan itu hanya 90% melekat padanya. Dan menurut dirinya itu tidak penting.

Mereka berjalan masuk kearah bangunan tinggi itu. Melihat tampang mereka seperti melihat jalan tol berjalan. Datar. Satu kata yang menggambarkan diri mereka.

Walaupun wajah mereka datar, tapi mereka tetap terlihat mempesona dimata yang melihat mereka. Terutama kaum wanita.

Wanita yang melihat mereka berjalan, senyum-senyum tidak jelas. Tak jarang juga ada yang histeris melihat mereka sampai dengan terang-terangan menunjukkan bahwa dirinya menatap para lelaki itu.

'Oh My Goddess. He is very handsome.'

'Tatapannya.'

'Pasti perutnya kotak-kotak.'

'Sempurna.'

''Mau dong jadi kekasihnya.'

Ada juga yang berkata tidak senonoh.

'Ingin merasakan dibawah kunkungannya.'

'Pasti gagah dan besar.'

'Apalagi bibirnya. Memukau.'

'Dada bidangnya.'

'Oh my God. Aku sudah basah hanya membayangkan nya saja.'

Dan lain sebagainya. Mereka terus saling sahut menyahut tentang pria didepan mata mereka, terutama pada laki-laki yang terlihat lebih gagah, beribawa dan datar ketimbang yang lainnya. Siapa lagi kalau bukan sang tuan.

Berbeda dengan wanita yang lainnya. Gadis yang bernama Anya itu menunjukkan wajah tidak senang nya. Pasalnya tadi ia sempat tersenyum kepada lelaki itu, namun hanya dibalas dengan wajah datarnya. Padahal Darryl sempat melirik kearahnya.

Anya terus menggerutu karena sikap arogan orang itu.

"Anya. Dia ganteng banget, tatapannya, rahangnya. Unch, sempurna." Fio senyum-senyum kegirangan melihat lelaki itu.

Anya yang mendengar pujian itu mendengus, "Dia jelek. Dimana gantengnya?!." tanyanya sarkastik.

"Ih, dia itu ganteng tau. Mata kamu belum rabun kan, Nya?." Fio bertanya sambil meraba matanya Anya. Anya mendengus mendengar penuturan sahabatnya itu dengan menyingkir kan tangan Fio dari matanya.

"Mataku masih bagus yah. Memang dasar mata kalian aja yang buta, gak bisa melihat orang mana yang ganteng mana yang tidak. Jelek begitu dibilang ganteng. Huh, dasar." Anya terus mengomel sampai tak sengaja tatapannya bertemu dengan tatapan orang yang dikatainya jelek. Dia terpaku melihat tatapan lelaki itu. Tapi secepat kilat Anya langsung memutuskan pandangan mereka.

Lelaki yang dikatai Anya jelek, berdiri dihadapan para pegawai yang sudah baris beserta para pengawalnya yang berdiri dibelakang punggung lelaki itu.

"Selamat Pagi." lelaki itu membuka suaranya. Tidak lupa dengan tampang datarnya.

"Pagi, Pak." seluruh karyawan menyahut dengan senyuman terlebih para wanita. Namun, berbeda dengan Anya, yang hanya membalas dengan acuh, seakan yang berbicara itu makhluk tak kasat mata.

"Perkenalkan, nama saya Darryl Hackerley. Pemilik Rumah Sakit Ini. Saya akan menggantikan adik saya sementara waktu. Karena beliau ada urusan beberapa minggu atau bulan ini. Saya berharap kerjasamanya" ucapnya padat, singkat, dan tepat.

Setelah mangatakan itu, ia langsung berbalik kearah lift khusus petinggi Rumah Sakit diikuti pengawal beserta tangan kanannya yang masuk kearah lift yang berbeda dengannya. Tentunya.

*****

Jam makan siang tiba. Seluruh pekerja yang ada di Rumah Sakit itu berbondong-bondong pergi kekantin atau ke kafe terdekat.

Berbeda dengan seorang gadis yang bekerja sebagai dokter anak itu. Dia tidak pernah makan diluar. Bukan tidak pernah sih, cuman dia lebih suka masak sendiri ketimbang beli atau makan diluar. Menurutnya lebih sehat. Dia makan diluar kalau tidak masak atau sedang kumpul dengan teman-temannya. Kan gak lucu kalau mereka ngumpul, dia bawa bekal sendiri padahal ia sanggup untuk membayar makan. Mau taruh dimana wajahnya nanti.

Mengambil ponsel didalam tasnya dan menghubungi seseorang yang sering menemaninya makan, atau lebih tepatnya sama sepertinya. Dering ketiga telpon itu langsung tersambung dengan orang yang ada disebrang nya.

"Halo."

"Ya, Nya?!." tanya disebrangnya, yang tak lain adalah Fio sahabatnya.

"Kamu dimana? Makan bareng yuk. Aku lagi diruanganku ini, kamu kemari lah."

"Aku di ruanganku juga. Bentar yah Nya, otw ini." serunya.

"Jangan lama yah. Aku udah lapar banget soalnya ini. Kutunggu, gak lebih dari 5 menit. Awas aja kalau lebih." cerca Anya dengan nada mengancam.

"Iya, iya. Bawel deh ah."

Sambungan terputus setelah Anya membalasnya dengan gumaman.

Sambil menunggu sahabatnya itu, dia membuka aplikasi instagram nya untuk melihat-lihat keadaan instagram.

Tidak lama Fio datang dengan kotak makan ditangan kanannya.

"Aku gak telat kan?! Malahan aku tepat waktu." kata Fio dengan senyum mengejek.

"Iya, iya. Udah duduk, udah laper ini nungguin kamu" balasnya cuek.

Mereka membuka bekal masing-masing dan makan dengan diam.

Selesai makan, mereka berbincang-bincang tentang pasien mereka.

"Oh yah Nya. Aku kemarin dengar ada anak kecil sekitaran 3 atau 4 tahunan gitu lah, katanya dia mengidap penyakit kanker otak. Apa itu benar?."

"Iya benar, dan itu pasien aku. Tapi sekarang udah ditanganin dokter Raka, kalau mau check-up atau apa ke dokter Raka tapi melalui aku. Soalnya anak itu tidak mau diperiksa kalau tidak ada aku. Kasihan ya, masih kecil tapi udah ngalami penyakit sebesar itu." jelas Anya.

"Iya, apalagi diumurnya yang masih segitu seharusnya dia lagi aktif-aktif nya bermain dan sebagainya." sahut Fio.

"Iya, tapi walaupun begitu, anak itu masih tetap aktif kok. Malah gak bisa diam anaknya. Cuman, kalau sudah kecapekan dia akan pucat, jadi sebisa mungkin dia dipantau supaya tidak kecapekan sekali." jelas Anya.

"Oh, gitu. Bagus deh kalau gitu, jadi dia masih bisa bermain layaknya anak seumurannya."

"Iya."

"Udah yah. Aku mau kembali keruanganku. See you my love." Fio pergi dengan melambaikan tangannya.

"Hm."

*****

Thanks for reading, don't forget for vomment 😊

The Billionaire BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang