Chapter 3

12.8K 452 19
                                    

Malam hari dikediaman Hackerley para penghuninya sedang gelisah. Bagaimana tidak?! Salah satu dari anggota mereka ada yang sedang sakit.

Didalam kamar, seorang dokter sedang meriksa orang yang sedang sakit itu. Tak lama dokter itu keluar dari kamar membawa tas berisi peralatannya.

"Bagaimana keadaannya Nya?." tanya ibu dari anak yang diperiksa Anya. Yang tak lain adalah keponakan dari sahabatnya juga. Anak dari kakak sahabatnya.

"Keadaannnya baik-baik saja. Hanya kecapekan saja, karena terlalu lelah bermain. Selebihnya normal. Bentar lagi turun kok demamnya." jawab Anya dengan tersenyum, mencoba membuat sang ibu dari anak itu agar tidak terlalu mencemaskan anaknya.

"Oh, syukurlah. Ini kamu mau pulang?!." tanya Natalie -ibu anak itu- lagi. Anya membalas dengan anggukan.

"Oh, ya sudah. Biar dianter sama Darryl saja. Kebetulan Darryl ada disini, apalagi sekarang sudah mulai larut malam. Gak baik seorang gadis keluar malam-malam sendirian seperti ini." kata Natalie dengan melirik Darryl yang ada disampingnya. Yang dibalas pelototan oleh Darryl kepada kakak perempuan nya itu.

"Tapi aku bawa mobil Nate. Lagian aku sudah terbiasa kok keluar malam-malam seperti ini untuk urusan kerjaan." tolak Anya dengan halus. Takut menyinggung perasaan orang yang ada didepannya.

"Sudahlah, kalau urusan mobil nanti bisa diantar sama supir yang ada disini. Aku gak nerima penolakan loh Nya." Anya hanya menghembuskan nafas, kalau sudah begini mana bisa dibantah lagi.

"Udah gih jalan Ryl, ntar keburu malam." Natalie mendorong tubuh adiknya untuk segera pergi.

"Dah, Nate. Selamat malam." berjalan dengan melambaikan tangan kearah Natalie.

"Selamat malam, hati-hati yah." Natalie balas melambaikan tangan dengan tersenyum.

Tiba di halaman depan, mata Anya disuguhkah dengan mobil sport mewah berwarna hitam mengkilap. Siapa lagi kalau bukan Darryl pemiliknya.

Jalanan terlihat masih ramai walau malam akan berganti dengan pagi yang cerah.

Selama perjalanan tidak ada obrolan diantara mereka, hanya keheningan lah yang menemani perjalanan mereka.

Hingga tiba dirumah Anya, kecanggungan itu berganti dengan ucapan terimakasih dari Anya. Dan hanya dibalas gumaman kecil dari lawan bicaranya tanpa melihat orang yang berbicara.

Anya yang mendapat respon seperti itu kesal setengah mati.

Ingin rasanya Anya berteriak didepan wajah orang itu dan mengatakan 'dasar muka tembok'. Namun ditahannya, dia keluar dari mobil Darryl dengan wajah kesal dan mengumpat dengan sedikit membanting pintu mobilnya. Tidak peduli orangnya marah atau tidak, yang penting ia sudah melampiaskannya dengan mobil mahalnya.

"Dasar muka tembok." gerutunya, dan didengar oleh Darryl walaupun Anya mengatakannya dengan pelan.

"Apa dia tidak bisa tersenyum sedikit saja? Mungkin kalau dia tersenyum, dunia ini akan hancur kali."

"Sombong sekali dia, seperti mahal saja senyumnya. Lebih mahal lagi senyumku. Dasar jelek."

Dan lain sebagainya. Anya terus mengoceh dengan wajah ditekuk menahan kekesalannya.

Hingga tiba didepan pintu, Anya dengan tidak sabarnya menggedor pintu rumahnya seperti orang kesetanan.

Sementara dari dalam, seseorang yang mendengar pintu rumahnya digedor dengan kerasnya menahan kekesalannya. Ingin rasanya ia melempar makhluk sialan yang beraninya menggedor rumahnya ditengah malam begini.

"Siapa sih yang malam-malam begini menggedor pintu rum... Anya?! Kamu kok gedor-gedor pintu rumah seperti itu sih? Kamu gila yah?." Fio gak menyangka kalau yang menggedor pintu itu adalah Anya, pemilik rumah itu juga. Sementara Anya langsung masuk saja setelah membuka pintu lebar dan tidak mendengarkan sahabatnya itu mengoceh.

"Kamu kenapa sih?!." tanya Fio setelah menutup pintu dan duduk dikursi dihadapan Anya.

"Kamu tau gak sih? Aku itu kesel sekali lihat CEO baru kita itu." ujarnya dengan masih wajah ditekuk kesal.

"CEO kita?." tanya Fio membeo. "Maksudmu Mr. Hackerley?." lanjutnya.

"Iya, siapa lagi memangnya CEO baru kita?!." sahutnya masih dengan wajah ditekuk, menunjukkan kekesalannya.

"He'eh, terus kenapa?!."

"Tau ah, gelap. Aku mau tidur, malas ngomongin orang gila seperti dia." Fio mengernyitkan keningnya, bingung dengan maksud dari kata terakhir temannya itu.

'Dia kenapa sih? Kok kayaknya kesal sekali. Gak biasanya pulang kerja sepeeti begitu.' batin Fio. Ia bingung melihat sikap temannya itu. Tiba-tiba pulang kerumah marah-marah tak jelas.

*****

Thanks for reading, don't forget for vomment 😘😊

The Billionaire BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang