Part 10

650 102 7
                                    

“Kau tak perlu turun.” Ujar Siwon menghentikan gerakan In Joo yang tengah membuka pintu mobil, In Joo menatap bingung Siwon.

“Malam ini aku ingin sendirian, kau menonton di rumah mu saja.” Lanjut Siwon, ia kemudian menambahkan ketika In Joo nampak masih belum mengerti, “Atau dimana pun saja, aku tak peduli. Dan jangan sampai kau melewatkan meski-hanya-satu- bagian-ku-dalam-episode-kali-ini.”

Akhirnya In Joo memahami maksud Siwon, mereka tak akan menonton tayangan drama perdana Siwon bersama-sama, kebiasaan yang selalu seorang artis dan coordinatornya lakukan. Sesungguhnya, In Joo sempat melupakan kebiasaan itu, bahkan beberapa hari ini ia lupa kalau mereka hanya sebatasrekan kerja. Akhir-akhir ini, mood artisnya tengah sangat bagus. Tak ada lagi gertakan, ceramah ataupun kata-kata tajam yang yang selalu Siwon berikan untuk In Joo.

Tapi malam ini, Siwon kembali ke wujud aslinya. Mungkin ia lupa meminum obat, asumsi In Joo.

“Besok, jemput aku satu jam lebih awal. Ada tempat yang ingin kudatangi.” Titah Siwon yang dijawab In Joo dengan anggukan lemah. Satu jam lebih awal berarti ucapkan selamat tinggal pada sarapan pagi.

“Selamat malam, Siwon-ssi.”Ucap In Joo lemah, sebelum pintu mobil berdebam.

****

Siwon memasukan kode apartemennya, dan setelah bunyi bip terdengar, pintu terbuka. Keningnya berkerut samar melihat sepasang sepatu pria tergeletak begitu saja di depan pintu.

“Kau datang?” Teriak seseorang dari dalam.

Siwon tak menjawab, ia memilih merebahkan diri di atas sofa panjang di depan tv. Badannya terasa remuk, baru kali ini ia merasakan lelah setelah sekian banyak aktivitas yang dijalaninya. Selama ini, Siwon tak pernah merasa lelah sama sekali. Segudang kegiatannya itu, justru menjadi morfin baginya, penghilang rasa sakitnya. Karena dengan menyibukkan diri, ia dapat sejenak melupakan kesedihannya. Namun, detik ini pria itu menyadari. Ia lelah, ia bosan pura-pura baik-baik saja.

“Setidaknya cuci muka dulu, kalau mau tidur.” Ujar suara itu lagi, dan bersamaan dengan itu Siwon merasakan benda halus menutupi wajahnya.

Siwon bangkit dan meraih handuk kecil yang dilemparkan begitu saja di atas wajahnya. Dengan enggan, ia menuju kamar dan membersihkan diri.

“Kapan kau datang dan apa yang membawamu datang kesini?” Tanya Siwon setelah ia kembali di ruang keluarga.

Lawan bicaranya berhenti menggelitiki perut Hoon dan melihat jam dinding, “Sekitar satu jam lalu, aku datang untuk berpamitan.”

Siwon duduk di sofa dan meraih Hoon, aura pria di hadapannya semakin kelam tak baik bagi Hoon.

“Aku tak mengerti, katakan dengan jelas.”

Pria itu menghela nafas panjang dan bersandar di punggung sofa, “Pria tua itu waktunya semakin sempit, itu artinya aku tak boleh membuang-buang waktu lagi. Anak ingusan itu harus segera kusingkirkan, atau setidaknya kuberi pelajaran. Dua puluh tiga tahun terakhir, dalam hidupnya ia hanya bermain-main, ia tak pernah tahu apa itu penderitaan. Dan itulah tugasku, aku akan memberinya pelajaran.”

“Kim Jong Woon jangan gila! Kau akan membunuhnya?” Tanya Siwon dengan suara tertahan.

Hanya itu yang melintas dalam pikiran Siwon ketika mendengar penjelasan Jong Woon. Karena mungkin itu pula jika ia yang berada di posisi Jong Woon. Lahir sebagai anak di luar nikah, selama belasan tahun harus bertahan dari cercaan juga hinaan dari masyarakat. Ketika akhirnya ia mengetahui siapa ayah biologisnya, ibunya meninggal dengan cara tak wajar. Polisi menyatakan kematian Nona Kim karena over dosis obat anti depresi, tapi bagi Jong Woon, ibunya dibunuh. Pembunuhnya adalah orang yang sama yang membuat Jong Woon tak mendapat pengakuan dari ayah kandungnya sendiri. Istri pertama ayah Jong Woon.

Breakable HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang