17.TERBUKA

15.9K 889 8
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Arkan duduk di kursi samping ranjang Asha dengan wajah pias. Semenjak Asha kembali jatuh pingsan, tidak selangkah pun dia beranjak dari tempat duduknya. Pikirannya kini berkelana entah kemana. Mengingat ucapan Asha sebelum jatuh pingsan membuat jantungnya berdebar. Permintaan itu seharusnya tidak keluar dari bibir Asha. Akan lebih mudah jika mereka berpisah untuk kebaikan keduanya.

Perlahan tangannya terangkat untuk menggenggam tangan Asha yang tidak terdapat selang infus. Di usapnya tangan kecil tersebut dengan raut wajah sendu.

"Seharusnya bukan itu ucapan yang aku dengar. Seharusnya kamu biarkan saja aku mengucapkan kata itu dan kamu bisa memulai hidupmu yang baru, tanpaku." Ucap Arkan sambil membawa tangan Asha yang digenggam tadi ke sebelah pipinya.

Dipandangi lagi wajah pucat istrinya itu dengan tatapan yang kini telah berubah. Tatapan yang memang seharusnya dimiliki olehnya. Bukan datar dan dingin, melainkan sendu seperti keadaannya selama ini, saat dia harus menyembunyikan keadaannya pada semua orang termasuk kedua orang tuanya.

"Sebentar lagi mereka datang, orang tuamu dan orang tuaku. Biarkan mereka yang akan menyelesaikan ini. Lebih baik kamu tidak denganku." Ucapnya lagi sambil mengecup tangan Asha lalu meletakkan kembali dengan pelan di atas ranjang.

TOK TOK

Arkan memutar kepalanya ke arah pintu yang terketuk. Di sana sudah berdiri kedua orang tuanya dan juga orang tua Asha. Sesaat setelah Asha pingsan, Arkan menghubungi keluarga mereka masing masing untuk menyelesaikan masalah yang tidak bisa dia selesaikan sendiri.

"Asha pingsan lagi?" Tanya Naura, ibu dari Asha sambil menghampiri anaknya yang sudah lama tidak bisa dia temui.

Arkan bangkit dari duduknya

"iya, ma. Maafkan saya." Jawab Arkan.

"Kenapa? Masih belum selesai? Apa memang kami yang harus menyelesaikannya?" Tanya Hadi, ayah Asha.

"Lebih baik papa bicara dengan Asha, yakinkan dia." Ucap Arkan dengan wajah menunduk.

Sebuah tepukan mendarat di bahu Arkan hingga membuat si empunya mendongkak.

"Mama kamu sudah menceritakannya pada kami. Saya  bisa menyimpulkan ini bukan jalan keluarnya. Sekarang, kami kembalikan pada kalian berdua. Ini hanya tentang kamu dan anak saya. Saya pribadi tidak mempermasalahkan hal yang belum tentu terjadi. Bila dia masih ingin bersama kamu, maka kami tidak bisa memaksakannya. Jangan pesimis untuk hidupmu, kalau bukan kamu sendiri yang menyemangati, maka seribu orang penyemangat pun tidak akan berarti. Saya harap kamu mengerti, Arkan." Tutur Hadi panjang lebar kepada menantunya itu.

Mira memang sudah terlebih dulu menceritakan perihal penyakit Arkan yang mulai kembali kambuh pada Andi, suaminya. Menurutnya, hal ini tidak akan selesai jika hanya dia dan anak serta menantunya saja yang tau. Akan lebih mudah memutuskan jika Andi juga mengetahui hal ini. Setelah Andi tau, kemudian dia mengambil keputusan untuk membagi cerita ini kepada orang tua Asha agar anak mereka bisa menyelesaikan sendiri keadaan ini.

Menelusuri hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang