Chapter 16. Mengejar Sebuah Akhir

890 41 3
                                    

Tidak ada yang berubah dari tatapan Freslan. Ia tetap diam, melihat ke arah ruangan hangus tempatnya berbaring beberapa hari ini. Jika benar, dalam pembangunan mungkin Yudha salah memperhitungkan letak mayat yang telah lama ia kubur dan harus disembunyikan sehingga meminta penambahan ruang yang dirasa tidak sesuai dengan struktur hotel. Kemarahan dan kekesalan bertumpuk di dada Freslan. Sudah berapa tahun ayahnya terpendam di sana? Diinjak-injak oleh pekerja yang membersihkan ruangan setiap harinya? Ayahnya bahkan tidak dimakamkan dengan layak, membuatnya semakin memanas.

"Asal kau tahu, Wili..," Freslan tertunduk sesaat dengan nada lemah memanggil anak dari pembunuh ayahnya, lalu menengadahkan kepalanya menghadap langit. "Ayahku akan kembali ke rumah untuk pertama kalinya setelah setengah tahun meninggalkannya. Ia sudah bercerai dengan ibuku karena kesibukan masing-masing, dan sebelum kejadian pesawat itu, mereka sepakat akan saling memperbaiki diri dan rujuk untuk menjadi keluarga yang utuh, demi sang anak―aku. Seluruh ruangan sudah disulap indah untuk menyambut kepulangannya. Betapa aku merindukannya. Aku menggunakan pakaian terbaik dan parfum yang sangat wangi untuk memeluk ayah. Tapi, ayah tidak pulang. Banyak korban yang hilang, salah satunya ayah..," ucapan Freslan terhenti, mengenang kelamnya rasa rindu pada orang yang disayanginya. "Kau tidak akan tahu rasanya bergelimang harta, namun tidak memiliki kasih sayang yang sepantasnya. Ibuku menyibukkan diri dengan perusahaannya dan menolak lamaran siapapun. Jika pulang, ia akan terdiam beberapa menit menatap foto keluarga kami sebelum masuk kembali ke kamarnya. Ayahku menghilang, tidak jelas apakah masih hidup atau sudah mati. Hal itu yang membuatnya terus berharap, selama 11 tahun ayah akan pulang. Dalam keadaan apapun, ibu akan menerimanya, menyiapkan pelukan hangat untuknya."

Gelap, suasana masihlah sama seperti sebelumnya. Namun, tanpa penerangan yang jelas pun, semuanya tahu bahwa Freslan tengah menangis. Betapa ibunya yang setia terus menunggu kepulangan sang ayah, sehingga ia yang tidak tahan bergerak sendiri untuk menemukan ayahnya, jadi apapun sang ayah sekarang. Bersyukur sekali, dalam sekali perjalanan ini, ia mampu menangkap orang yang membuat ibunya dirundung kesedihan. Tidak hanya menangkap, tapi juga membunuhnya―sebagaimana yang dilakukan Trumen alias Yudha pada ayahnya.

Wili kebingungan. Ia tidak tahu apa-apa disini. Sejak ayahnya menceritakan kenyataan ini beberapa tahun lalu, awalnya ia tidak mengerti dan terus menganggap ayahnya sebagai penjahat. Namun, bagaimanapun orang bernama Yudha itu tetaplah ayahnya, yang masih memperhatikannya dari kejauhan.

Hembusan angin menerbangkan sisi jaket Wili yang terbuka, sama sekali tidak terganggu dengan dinginnya udara. Ia sudah terlalu terbiasa menghadapinya. Namun, baru pertama kali ia menghadapi kenyataan sang ayah yang sudah meninggal kini masih saja dipojokkan. "Hei, semua orang takut mati, termasuk juga ayahku. Wajar jika ia melarikan diri jika merasa keadaan mendesak dan mampu menyelamatkan diri sendiri!"

"Takut kematian, heh?!" Freslan melangkah mendekati Wili. Tatapannya tajam seperti hendak membunuh. "Aku sudah mempersembahkan kematian dihadapannya. Lehernya kujerat dengan tali gelasan sehingga darah menetes dari daging yang tersayat. Ayahmu bukan orang yang takut akan kematian, tapi pecundang yang lari dari tanggung jawab!"

Nada yang mereka gunakan semakin meninggi. Fery merasakan firasat buruk. Tangannya pun tergerak hendak meraih belakang kaos Wili―menghindarkannya dari perkelahian. "Sudahlah, hentik―"

"Apa-apaan sih kau membahas hal ini?!" Wili balas berang dan maju mendekati Freslan pula. Ia tidak takut apapun, bahkan orang yang ditakuti sang ayah yang berada di hadapannya ini. Punggungnya terhentak kesamping, menolak tarikan tangan Fery. "Memangnya ketika menyelamatkan diri, ayahmu memikirkan orang lain? Tidak! Ia hanya orang sok suci yang ingin beranggapan bisa menangkap ayahku. Faktanya ayahmu terbun―"

"DIAAAMM!!"

Teriakan Freslan sangat kuat, bahkan bisa terdengar oleh beberapa pengunjung yang masih berada di luar hotel―padahal jarak mereka sangat jauh. Wili dan Freslan sama-sama diselimuti emosi. Dari perkataannya, Vira tahu bahwa Wili tidak berniat mengatakan hal kasar seperti itu. Namun, batinnya kacau setelah mendengar celotehan temannya yang terus memojokkan sang ayah.

IN Series 3: LilinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang