Chapter 14. Malam yang Dingin

687 47 7
                                    

Pantai Pulau Hatenote, pukul 2 pagi.

Tidak ada yang lebih buruk daripada berdiam di pasir pantai pada dini hari. Logikanya, pasir akan cepat menyerap panas ketika siang hari dan cepat melepaskan panas kembali ketika tengah malam hingga dini hari. Seperti padang pasir yang akan sangat dingin pada malam hingga subuh, maka begitulah temperatur udara yang dirasakan oleh kesembilan orang ini―ditambah Ketty dan Nikki yang duduk di dalam pondok kecil―minus Fery dan Vira.

"Tuhan! Akan kupatahkan tulang hidung Fery jika ia tidak datang dua menit lagi!" maki Denny mengeratkan jaketnya ketika angin darat bertiup cukup menurunkan suhu tubuhnya. Orang yang ditunggu kali ini belum juga menampakkan batang hidungnya dan menambah kesebalan semua anggota UKM yang lain―terutama dirinya.

Yang lain tidak merespon. Ryza yang tidak tahan dengan dingin lalu memilih berguling kesana kemari di atas pasir. Mengerjakan suatu aktivitas mungkin bisa menghasilkan keringat dan panas sebagai hasil pembakaran kalori. Tidak berbeda dengan Ryza, Wili dan Oktavianus saling melakukan pukulan-pukulan untuk menghindari rasa dingin menusuk tubuh. Randa dan Bayu tidak melakukan apapun selain mendekatkan telapak tangan pada api unggun kecil yang mereka buat di tengah lingkaran untuk menghindari rasa dingin. Purwanti dan Rista bahkan membawa selimut lalu membungkus tubuh keduanya dalam satu selimut.

"Oh, itu dia," kata Oktavianus sempat menyarangkan pukulan pada perut Wili ketika ia lengah karena ucapannya. Namun, yang dikatakan memang benar. Ia dapat melihat Fery menggendong seorang gadis di punggungnya dan sedang berbincang dengan pasangan lain yang memilih berdiam di pondok kecil. Entah percakapan apa, tapi berhasil membuat kedua pegawai pertelevisian itu mengikuti langkahnya ke arah mereka.

"Maaf telat," kata Fery lalu melirik Vira yang masih berwajah masam di punggungnya. "Aku menunggu Vira membersihkan lukanya yang berdarah lagi karena terantuk pintu."

"ITU KARENA KAU MEMBUKANYA TANPA MELIHAT AKU SEDANG BERJALAN MENUJU PINTU!" teriak Vira memecah keheningan malam ini. Kedua kakinya yang sudah nekat dilepas perban dan hampir seluruhnya berwarna merah kecoklatan bergerak tak beraturan meminta Fery melepas gendongannya.

"Sama-sama dan jangan mencoba turun atau luka basahmu akan kotor karena pasir." Fery segera memberi kode pada Vira untuk melepaskan selimut yang dibalutkan pada punggungnya. Pemuda itu layaknya pelayan yang siap menggelar selimut di atas pasir lalu perlahan mendudukkan Vira di atas alas tersebut.

"Duhh.. hei! Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil!"

"Lihat kakimu sebelum bicara, Sayang."

Suasana benar-benar hening.

Fery memandang sekeliling, termasuk Ketty yang sempat mencubit Nikki untuk menggodanya agar melakukan hal yang sama manisnya dengan kedua juniornya.

Ah sudahlah!

"Maaf telat, Ketua. Silakan dilanjutkan." Fery duduk diatas selimut untuk memanfaatkan ruang yang masih disisakan Vira. Ia menatap Randa yang sedikit gugup karena kini semua pasang mata tertuju padanya.

"Oh, terima kasih. Sebenarnya tadi pagi aku bertanya pada resepsionis. Ternyata selain melunaskan uang pembayaran, setelahnya ia menitipkan ini dan ditujukan siapapun yang akan bertanya tentang benda ini." Randa mengeluarkan kotak kaca yang didalamnya terdapat kunci. Ya, kunci rumah ini pernah ditunjukkan Freslan kepada mereka pada malam pertama berada di hotel ini yang merupakan hadiah dari sponsor bagi siapapun yang mampu mengungkapkan misteri. Semua mata berkilat melihatnya, terutama Denny dan Rista―semakin yakin dengan tulisan di kertas yang ada di genggaman tangan masing-masing. "Aku memutuskan untuk melelang kunci ini dengan cara kalian masing-masing untuk mengungkapkan misteri. Karena itu, aku meminta kalian menulis hasil atas segala hal yang kalian anggap misteri di hotel ini dan berhasil dipecahkan pada selembar kertas. Siapapun yang mampu menjelaskan secara rinci dan masuk akal, apalagi mampu dibuktikan dengan penyidikan polisi yang datang saat kapal berlabuh pagi ini, maka ia berhak mendapatkan kunci ini. Alamat rumahnya dapat dilihat pada kertas warna emas di bawah beludru."

IN Series 3: LilinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang